Aliansi Serikat Buruh DIY Gelar Audiensi dengan Pimpinan DPRD DIY Bahas Perbaikan Taraf Hidup Buruh

Dalam pembahasan tersebut, terdapat dua hal yang menjadi pembahasan utama terkait kesejahteraan buruh di DIY.

Penulis: Andreas Desca | Editor: Muhammad Fatoni
Tribun Jogja/ Andreas Desca
Aliansi serikat buruh DIY yang terdiri dari DPD KSPSI DIY, SPN DIY, ASPEK DIY, FSPM Indonesia Regional Jateng DIY, FPPI Yogyakarta dan Sekolah Buruh Yogyakarta,beraudiensi dengan pimpinan DPRD DIY terkait dengan perbaikan taraf hidup buruh di DIY, Jumat (18/10/2019) 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Andreas Desca Budi Gunawan

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Aliansi serikat buruh DIY yang terdiri dari DPD KSPSI DIY, SPN DIY, ASPEK DIY, FSPM Indonesia Regional Jateng DIY, FPPI Yogyakarta dan Sekolah Buruh Yogyakarta, beraudiensi dengan pimpinan DPRD DIY terkait dengan perbaikan taraf hidup buruh di DIY, Jumat (18/10/2019). 

Audiensi tersebut dilaksanakan di Gedung DPRD DIY dengan melibatkan pimpinan DPRD DIY, Komisi D DPRD DIY, Disnakertrans DIY, Dewan Pengupahan DIY dan serikat buruh DIY.

Dalam pembahasan tersebut, terdapat dua hal yang menjadi pembahasan utama terkait kesejahteraan buruh di DIY.

Menurut Irsad Ade Irawan dari DPD KSPSI DIY, dalam pelaksanaannya, upah minimum untuk buruh di DIY mengalami defisit.

"Defisit ini berlaku untuk seluruh Kabupaten dan Kota di DIY. Besaran defisitnya beragam mulai dari Rp896 ribu hingga Rp947 ribu. Defisit ini kita simpulkan dari berbagai kebutuhan hidup yang meliputi pendidikan, pakaian dan tempat tinggal (kos)," tuturnya.

Ditambahkannya, dari seluruh buruh dan anggota keluarganya yang tergabung menjadi anggota KPSI DIY, harus menjalani kehidupan dengan berhutang.

"Gali lubang-tutup lubang, seperti itu. Kan UMR yang ada rata-rata di kisaran Rp1,6 juta, sedangkan kebutuhan hidup rata-rata Rp2,7 juta," jelasnya.

Selain itu, penerapan PP 78 tahun 2015 yang dirasa menghambat kesejahteraan buruh, juga dibahas dalam pertemuan tersebut.

"Jadi dengan penerapan PP 78 tahun 2015 sebagai acuan penetapan UMR atau UMK, itu malah menghambat karena kenaikan upah yang semakin rendah," tuturnya.

Selain itu, tambahnya, dengan adanya penerapan PP 78 tahun 2015 justru menghapuskan instrumen kebutuhan hidup layak yang sudah diterapkan sejak tahun 1982.

Ketua Komisi D DPRD DIY, Kuswantoro, berjanji untuk mengawal aspirasi serikat buruh ini untuk disampaikan ke Gubernur DIY.

"Namun kita masih memerlukan masukan dan data-data tertulis untuk mendukung aspirasi ini," jelasnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved