Gunungkidul
Sulit Akses BBM, Nelayan Mengadu ke DPRD Gunungkidul
Tindakan ini dilakukan karena mereka merasa seperti kriminal lantaran selalu kucing-kucingan dengan aparat saat membeli Bahan Bakar Minyak (BBM).
Penulis: Wisang Seto Pangaribowo | Editor: Gaya Lufityanti
Laporan Reporter Tribun Jogja, Wisang Seto Pangaribowo
TRIBUNJOGJA.COM, GUNUNGKIDUL - Nelayan Gunungkidul yang tergabung dalam Himpunan Nelayan Indonesia (HNSI) lakukan audiensi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Gununungkidul, Selasa (8/10/2019).
Tindakan ini dilakukan karena mereka merasa seperti kriminal lantaran selalu kucing-kucingan dengan aparat saat membeli Bahan Bakar Minyak (BBM).
Sekretaris DPD HSNI, Gamal Asgar menyampaikan, selama ini nelayan sudah memiliki izin untuk membeli BBM dalam jumlah banyak namun Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) sering menolak nelayan yang membeli BBM dengan jumlah banyak dengan menggunakan jeriken.
• Grebek Pasar Isuzu Traga, Lebih Dekat ke Konsumen
"Ya kami seperti kriminil, harus membeli BBM dengan sembunyi-sembunyi. Padahal kami memiliki surat rekomendasi, tetapi tetap saja tidak dilayani," keluhnya.
Pihaknya menyampaikan kepada DPRD Gunungkidul agar dipermudah dalam membeli BBM terutama bagi nelayan yang telah mendapatkan izin.
Menurutnya SPBU tidak mau menjual BBM karena terikat pada ketentuan hukum.
"Kami sudah mematuhi hukum, surat menyurat kedinasan sudah kami lengkapi, surat-surat juga sudah kami lengkapi lalu salah kami dimana dan kami harus melakukan apa agar SPBU mau menjual kepada kami," katanya.
Sambungnya, para nelayan sebenarnya mampu untuk membeli BBM non subsidi dengan jenis Pertalite atau Pertamax namun mesin kapal yang digunakan tidak bisa menggunakan kedua jenis BBM tersebut.
"Mesin kapal nelayan itu jenisnya 2 tak dan harus menggunakan oli samping. Kalau kami menggunakan pertamax atau pertalite, mesin kami yang tidak mampu akan berkerak dan mudah rusak," jelasnya.
• Dispar Gunungkidul Optimis Capai Target PAD
Menurutnya, nelayan mau tidak mau harus menggunakan jenis mesin 2 tak karena karakteristik laut selatan memiliki ombak yang cukup besar.
Jika menggunakan mesin kapal 4 tak, kapal kalah kekuatannya dengan ombak.
Pihaknya memperhitungkan setiap bulan nelayan membutuhkan BBM subsidi berjenis solar 43 ton untuk kapal berukuran 5 GT-30 GT, sedangkan BBM bersubsidi premium membutuhkan 180 ton untk nelayan yang menggunakan perahu motor tempel.
"Nelayan di Gunungkidul ada sekitar 2019 orang termasuk nelayan sampingan," imbuhnya.
Sementara itu Kepala Dinas Perikanan dan kelautan (DKP) Kabupaten Gunungkidul mengatakan, untuk memecahkan masalah nelayan harus dikumpulkan semua yang terlibat.
"Pertemuan ini harus dalam paripurna sehingga dapat mengundang semuanya, seperti pengusaha SPBU, Pertamina diundang. Karena wajar juga kalau SPBU ketakutan untuk melayani para nelayan. Dikarenakan kalau ada oknum yang menyalahgunakan maka SPBU dapat terjerat hukum," katanya.
• Gunungkidul Jadi Kabupaten Pertama di DIY yang Terapkan Google for Education di Sekolah
Krisna mengatakan, nantinya nelayan bisa menunjuk satu orang sebagai penyalur BBM sehingga SPBU menjadi tidak ketakutan dalam melayani nelayan.
"Mereka sudah mendapatkan izin dari kepala pelabuhan karena kita berpatokan undang-udang karena kita DKP tidak berani menabrak aturan, UU 23 kewenangan ada di provinsi," imbuhnya.
Sementara itu Ketua DPRD Gunungkidul, Endah Subekti Kuntariningsih mengatakan, kesimpulan dari audiensi adalah nelayan harus bisa mendapatkan BBM bersubsidi.
Adapun nelayan mendapatkan surat rekomendasi untuk mengambil BBM bersubsidi ke SPBU.
"Syarat mendapatkan rekomendasi adalah kapala pelabuhan menerbitkan surat rekomendasi kepada nelayan yang surat-suratnya lengkap. HSNI juga harus menerbitkan surat yang isinya jumlah kebutuhan BBM bersubsidi yang dibutuhkan nelayan," ucapnya.
Menurutnya, jika kepala pelabuhan merekomendasi sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan, maka masalah akan selesai. (TRIBUNJOGJA.COM)