Pendidikan
PKMK FK-KMK UGM Usulkan Perubahan Kebijakan Kompartemenisasi BPJS Kesehatan
Selama ini defisit yang terjadi pada BPJS Kesehatan diakibatkan tidak adanya batasan paket manfaat dalam JKN.
Penulis: Siti Umaiyah | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM - Sampai saat ini, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dinilai masih belum mencapai sasaran keadilan sosial dalam pelayanan kesehatan, di mana dana untuk masyarakat miskin (PBI APBN) terbukti digunakan untuk membiayai masyarakat mampu (PBPU).
Selain itu, setiap tahunnya defisit masih juga terjadi.
Ketika dilihat pada tahun 2016 defisit yang terjadi mencapai Rp 9,7 triliun, 2017 mencapai Rp 9,75 triliun, 2018 Rp 9,1 triliun dan pada 2019 diperkirakan mencapai Rp 18,9 triliun.
Laksono Trisnantororo, Kepala Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM menerangkan, selama ini defisit yang terjadi pada BPJS diakibatkan tidak adanya batasan paket manfaat dalam JKN.
• Grebek Pasar Isuzu Traga, Lebih Dekat ke Konsumen
Menurutnya, kebijakan Kementerian Keuangan untuk menaikkan premi di setiap segmen, akan tetapi kebijakan tersebut hanya cukup untuk menutup defisit BPJS Kesehatan dari tahun ke tahun.
"Akibatnya akan sama, dana amanat yang terkumpul di BPJS tidak akan cukup untuk membiayai kebijakan dana kompensasi karena dana tersebut masih akan dipakai untuk membiayai peserta PBPU. Dana APBN juga tidak akan cukup untuk mendanai pembangunan fasilitas kesehatan dan penyebaran SDM ke seluruh daerah," ungkapnya saat jumpa pers pada Selasa (8/10/2019).
Tidak hanya itu, saat ini pemerataan layanan kesehatan belum bisa menjangkau seluruh wilayah di Indonesia.
Menurutnya masyarakat miskin yang ada di daerah terbatas belum bisa mengakses layanan kesehatan dengan spektrum yang luas, dimana fasilitas kesehatan juga belum merata.
• Dinsos Gunungkidul Lakukan Verifikasi Ulang PBI BPJS Kesehatan
Akibat dari hal tersebut, penggunaan dana BPJS untuk pelayanan rumah sakit di daerah-daerah sulit tetap rendah, sementara di daerah maju akan semakin banyak.
Oleh karenanya, PKMK FK-KMK UGM mengusulkan perubahan kebijakan kompartemenisasi dalam dana amanat kepada pemerintah untuk bisa menyelesaikan permasalahan tersebut.
Menurut Laksono kebijakan kompartemenisasi berupaya mencegah risiko, dimana kerugian di suatu kelompok peserta BPJS menimbulkan kerugian bagi kelompok lain.
Dia menjelaskan, setidaknya ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk mendukung kompartemenisasi, antara lain membuat kantong pengelolaan dana amanat berdasarkan kelompok peserta (ada kompartemenisasi), pemerintah daerah harus dilibatkan dalam pembiayaan defisit, menetapkan dan melaksanakan kelas standar.
• Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Masih Tunggu Perpres
"Selain itu juga menetapkan nilai maksimal klaim untuk setiap peserta serta BPJS kesehatan dapat menggandeng asuransi kesehatan untuk memberikan layanan lebih kepada peserta JKN yang mampu mengimplementasikan Coordination of Benefit (COB)," terangnya.
Laksono menerangkan, hasil yang didapatkan ketika kompartemenisasi ini diterapkan yakni dapat teratasinya masalah defisit dalam tiap kantong.
Selain itu, dana JKN untuk PBO yang dibiayai APBN tidak akan digunakan membiayai kelompok peserta lainnya.
"Dana PBI-APBN akan fokus untuk dipergunakan masyarakat miskin dan tidak mampu di berbagai daerah, termasuk untuk memberikan pendanaan bagi kebijakan kompensasi," katanya. (TRIBUNJOGJA.COM)