Jawa

Kincir Air, Kearifan Lokal Warga Magelang, Aliri Lahan Pertanian Saat Kemarau

Saat musim kemarau tiba, air yang menyusut dapat dialirkan dengan kincir air, ke kolam perikanan, dan lahan pertanian warga.

Penulis: Rendika Ferri K | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM / Rendika Ferri
Kincir air memanfaatkan tenaga dari alam untuk mengangkat air di aliran sungai yang menyusut saat musim kemarau yang dibuat oleh para warga Dusun Gedongan, Desa Bondowoso, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Kamis (3/10/2019). 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Rendika Ferri K

TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - Ada kearifan lokal yang dimiliki oleh warga Dusun Gedongan, Desa Bondowoso, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang yang cukup unik.

Mereka membuat kincir air kecil yang memanfaatkan tenaga dari alam untuk mengangkat air di aliran sungai yang menyusut saat musim kemarau.

Tanpa biaya, tanpa mesin,, bahan bakar ataupun polusi, mereka mengairi sawah dan lahan pertanian dan perikanan mereka menggunakan kincir air.

Bupati Pamerkan Slip Gaji di Instagram, Ini Tanggapan Netizen

Tunjukkan Hasil Signifikan, DP3 Sleman Alokasikan 8 Kincir Air di 2019

Setiap kemarau tiba, debit Sungai Gending yang membelah wilayah Mertoyudan memang mengalami penurunan.

Para petani setempat punjadi kesulitan mengairi lahan pertanian dan perikanan mereka.

Semula air bisa mengairi dengan dibuatkan saluran irigasi di sekitar ladang, tetapi pada musim kering ini, air tidak dapat naik karena volumenya menyusut.

Akhirnya para warga di sana pun ramai-ramai membuat kincir air.

Kincir air yang dibuat sangat sederhana.

Mereka menggunakan bambu dan bahan-bahan dari alam.

Kincir yang dibikin berdiameter mulai 1,5 meter sampai dengan empat meter.

Mereka tinggal mengumpulkan bahan-bahan yang sudah tersedia di alam, merakit kincir air dan menjalankannya di aliran sungai.

Untuk membuat satu kincir dibutuhkan bambu jawa sebanyak 10 batang.

Sementara untuk paralon atau pipa penghubung air membutuhkan 15 batang.

Pipa penghubung itu juga dibikin dari bambu yang dilubangi di bagian tengahnya.

Tiga sampai empat orang sudah cukup untuk membuat satu kincir dan selesai dalam waktu dua hari.

Musim Kemarau, Warga Diimbau Perbanyak Minum Agar Tidak Dehidrasi

Pertama, bambu-bambu dibelah.

Untuk ruji-rujinya, bambu dipilah lagi.

Kemudian untuk tabung penampung air, menggunakan satu ruas bambu yang dipotong di satu sisinya.

Untuk penggerak atau pendayung menggunakan bambu yang dijadikan lonjoran-lonjoran atau galar.

Sementara pipa penghubung air, bambu panjang dilubangi tengahnya, untuk jalan air.

Kincir air pun dirakit.

Bentuknya mirip dengan kincir air yang dapat terlihat di Belanda, tetapi bentuknya sederhana sekali.

Pemasangan tinggal dengan penopang di kedua pinggir sungai.

Kincir dihubungkan dengan bambu panjang ditengahnya.

Tenaga arus air yang bergerak diterima oleh papan lonjoran bambu, dan akan menggerakkan kincir air searah jarum jam.

Air yang tertangkap, tertampung dan dialirkan melalui pipa bambu.

Salah seorang warga Dusun Gedongan, Damiri (69), ia juga petani ikan setempat, mengatakan, setiap kemarau, warga setempat selalu membikin kincir air.

Air sungai yang surut, dari semula tiga meter, menyusut sampai ke bawah permukaan lahan pertanian dan kolam ikan warga yang ada di sekitar sungai.

Dengan kincir air ini, air dapat terangkat, tanpa biaya, tanpa tenaga, tanpa mesin dan bahan bakar. Cukup dengan tenaga alam.

Membatik Jadi Terapi Kejiwaan bagi ODGJ di RSJ Prof Dr Soerojo Kota Magelang

"Setiap kemarau selalu bikin kincir, karena air sungai surut. Normalnya memang satu meter ke atas tinggi air. Tetapi kalau kemarau surut, sehingga jadi dibuat kincir air. Kincir air ini untuk pengairan kolam ikan dan irigasi lahan pertanian," kata Damiri, saat tengah membuat kincir di daerah aliran Sungai Gending di Dusun Gedongan, Desa Bondowoso, Mertoyudan.

Damiri mengatakan, kincir air ini sudah ada sejak jaman dulu kala.

Jaman nenek moyang, jauh sebelum dia lahir, kincir air ini sudah banyak dibikin.

Bahannya dari bambu.

Ukuran kincir dari yang kecil 1,5 meter dan ukuran diameter 3-4 meter.

Untuk menghubungkan air, pipa dari bambu juga dibuat, untuk mengaliri kolam perikanan dan pertanian.

Air yang mengair dari Sungai Gending sendiri berasal dari mata air Mrisen yang ada di hulu.

Kincir-kincir air ini tampak terlihat di sepanjang aliran sungai tersebut.

Dari hulu, sampai hilir sungai. Jumlahnya pun cukup banyak.

Di dusun Gedongan saja, ada sekitar sembilan sampai 10 kincir air yang dibuat oleh warga.

Satu kincir besar dapat mengairi lahan pertanian yang luas sekitar 500 meter sampai 1 hektar. Tenaganya pun 24 jam, non stop.

"Bahannya bambu. Ukuran diameter kincir dari 3-4 meter. Yang kecil 1,5 meter. Untuk menjangkau tempat yang jauh, air disalurkan dengan peralon bambu. Ada banyak kalau musim kemarau, di Gedongan saja, ada sembilan kincir air. Kincir air ini adanya hanya musim kemarau saja, tetapi kalau tidak ada banjir besar pada musim hujan, setahun kincir ini bisa bertahan," tutur Damiri.

Paska Kericuhan di Kota Magelang, Tersangka Dewasa Bertambah, Tersangka Anak Tak Ditahan

Purwoto (60), petani, salah seorang warga Dusun Ponco, Desa Bondowoso, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, mengatakan, adanya kincir ini memudahkan warga untuk mengangkat air saat musim kemarau.

Saat musim kemarau tiba, air yang menyusut dapat dialirkan dengan kincir air, ke kolam perikanan, dan lahan pertanian warga.

"Perawatannya cukup mudah, cukup dengan membersihkan sampah yang menyumbat. Setiap hari mengecek. Cara kerjanya dengan kincir memutar, air yang tertahan dengan galar bambu memutar kincir sementara wadah bambu untuk mengangkat air," ujarnya.

Kincir air ini sendiri merupakan kearifan lokal warga di Desa Bondowoso dalam bentuk teknologi pengairan secara sederhana. Kincir ini sudah ada sejak dulu kala dan sampai sekarang masih tetap ada.

Selain dibuat dari bahan-bahan alam, kincir air ini juga menggunakan tenaga alam, tanpa mesin, bahan bakar. Semuanya alami.

"Dengan pompa air mungkin bisa, tetapi para petani kan tidak mampu membayar untuk bahan bakarnya. Namun dengan kincir air ini dapat mengairi lahan pertanian yang luas. Tanpa biaya dan tenaganya pun 24 jam, non stop. Ini teknologi yang sudah ada sejak dulu, dan masih ada sampai sekarang," tutur Purwoto.(TRIBUNJOGJA.COM)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved