Yogyakarta
Perlunya Wadah Alternatif untuk Pelajar
Menurutnya, pelajar kategorinya masih anak-anak, yang berbeda dengan mahasiswa maupun masyarakat umum.
Penulis: Siti Umaiyah | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Aktivis Pusat Studi HAM dan Demokrasi Universitas Atmajaya Yogyakarta, John Widijantoro menilai larangan Dinas Pendidikan dan Olahraga (Disdikpora) DIY maupun dari pihak sekolah agar pelajar SMA/K sederajat tidak ikut dalam aksi Siswa-siswi Bergerak yang rencananya akan dilakukan pada 30 September 2019 mendatang merupakan upaya untuk perlindungan anak.
Menurutnya, pelajar kategorinya masih anak-anak, yang berbeda dengan mahasiswa maupun masyarakat umum.
Akan tetapi, ketika kembali dalam konteks menyampaikan pendapat di muka umum, hal tersebut merupakan hak setiap orang.
Oleh karenanya, harus ada upaya untuk mengawinkan kedua hal tersebut.
• Polda DIY Sebut Ajakan Unjuk Rasa Pelajar Adalah Hoax
"Pelajar itu kategori masih anak-anak, artinya secara hukum itu masih harus mendapatkan perlindungan yang lebih. Kalau bicara soal hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, dalam konteks ini demonstrasi, itu hak setiap orang. Jadi bagaimana mengawinkan itu karena pelajar itu berbeda dengan mahasiswa, beda dengan masyarakat umum," terangnya pada Kamis (26/9/2019)
John mengatakan, konteks penyampaian pendapat di muka umum antara pelajar dengan mahasiswa harusnya ada bedanya.
Oleh karenanya, dalam larangan yang dilakukan oleh Dinas ataupun sekolah, harusnya disertai dengan wadah penyaluran tersendiri bagi para pelajar.
Menurutnya, ketika bicara Pendidikan Politik itu hak setiap orang, pelajar pun punya hak tersebut untuk tahu peta politik.
"Harus ada wadah alternatif. Kemasannya harusnya berupa pendidikan, tidak dilepas tanda petik tanpa terkoordinir. Artinya secara substantif tanpa menghalangi hak politik untuk menyampaikan pendapat. Jangan sampai pihak pemerintah hanya melarang tanpa memberi kanal alternatif," katanya.
Menurutnya, pendidikan politik itu macam-macam, bisa diberikan program yang mengenalkan pelajar mengenai struktur ketatanegaraan, bagaimana jalur menyampaikan pendapat, dan sebagainya.
"Intinya jangan tidak boleh begitu saja, tapi bagaima pelajar terinformasi dengan kehidupan berbangsa bernegara dan berpolitik kalau bicara penyampaian pendapat," ungkapnya. (TRIBUNJOGJA.COM)