Siswa SD di Kulon Progo Diduga Racik Minuman Soda Oplosan, Ada yang Keracunan Seusai Ikut Menenggak

Kasus minuman oplosan memabukkan giliran terjadi di sekolah dasar. Siswa meracik minuman oplosan kemudian diberikan ke temannya.

Tribunjogja.com | Singgih Wahyu
KOLASE - Hasil pemeriksaan siswa yang mengalami keracunan (kiri) | Ilustrasi Minuman Oplosan (kanan) 

Dunia pendidikan di Kulon Progo Yogyakarta tercoreng lagi, setelah aksi kekerasan antar siswa senior di sebuah SMK di Temon, kasus minuman oplosan memabukkan giliran terjadi di sekolah dasar. Siswa meracik minuman oplosan kemudian diberikan ke temannya.

.

.

Hasil pemeriksaan dokter atas kondisi anaknya yang diduga mengalami keracunan setelah menenggak minuman oplosan.
Hasil pemeriksaan dokter atas kondisi anaknya yang diduga mengalami keracunan setelah menenggak minuman oplosan. (Tribunjogja.com | Singgih Wahyu)

Kasus minuman memabukkan itu terjadi di sebuah SD di Wates, Kulon Progo, Yogyakarta.

Bocah kelas V sekolah adalah, AR dan DN, meracik minuman yang bisa memabukkan di tengah jam aktif belajar di belakang sekolah.

Oplosan itu dibuat dari minuman bersoda dicampur cairan penangkal nyamuk.

Kasus itu terungkap saat seorang siswa kelas IV, ARP, mengeluh mual dan pusing kepada orangtuanya sepulang sekolah.

Bocah tersebut rupanya meminum racikan tersebut setelah ditawari si pembuat tanpa mengetahui kandungan di dalamnya.

"Kejadiannya Rabu (18/9) kemarin di jam istirahat kedua. Anak saya sehabis bermain ditawari minuman itu dan langsung diminum. Pulang sekolah langsung mengeluh sakit kepada ibunya,"kata ayah ARP, Waluyo Widodo, warga Beji kepada wartawan, Selasa (24/9/2019).

Merasa curiga dengan keadaan anaknya, orangtua langsung berusaha menyelidiki penyebabnya.

Keterangan didapat dari teman lainnya bahwa ARP telah meminum hasil racikan AR.

Esoknya, kedua orangtua RP langsung mencari AR dan meminta keterangan darinya.

Setelah didesak, AR mengakui perbuatannya dan mereka bertiga memang meminum ramuan tersebut.

Dari keterangannya, AR diketahui sudah sering mengonsumsi minuman serupa sebelumnya setelah belajar cara meraciknya dari seorang kawan yang duduk di bangku SMP.

Di hari itu juga, ARP dibawa orangtuanya ke rumah sakit karena kondisinya tak kunjung membaik.

Hasil pemeriksaan dokter, ARP dinyatakan mengalami keracunan dan penurunan kadar protein dalam darah (Hemoglobin).

Ia tidak bisa bersekolah hingga Jumat (20/9).

Lapor ke Sekolah

Kejadian minuman racikan itu lalu dilaporkan kepada pihak sekolah dan ditemukan sisa minuman tersebut setelah AR didesak.

Meski sudah dipertemukan dengan AR dan DN beserta orangtuanya, Waluyo mengaku tidak puas karena sekolah terkesan menggampangkan dan menyepelekan kejadian itu.

Kepala sekolah dan guru justru bilang bahwa yang meminum bukan hanya anaknya dan tidak ada komitmen atau tindakan lain untuk mencegah terlang kembali.

"Ini jelas keteledoran dan saya bisa memaklumi. Tapi yang saya kecewa, sekolah tidak segera mengambil tindakan cepat. Ini hanya dianggap kejadian biasa. Padahal, ini kan perbuatan kriminal dan perlu dicegah," tutur Waluyo.

Pasca kejadian itu, lanjut Waluyo, sekolah berencana menggelar pertemuan dengan wali murid pada Selasa.

Namun, pertemuan diundur hingga Jumat (27/9) mendatang karena sekolah tengah berfokus menyelenggarakan ujian tengah semester (UTS) bagi siswanya.

Kronologi

ARP ketika ditanya soal kejadian itu mengaku tak tahu jika minuman ringan yang dikonsumsinya sudah dicampur dengan bahan lain.

Ia ditawari minuman itu di lapangan sekolah sehabis bermain bersama kawan yang lain dan langsung menenggaknya tanpa curiga.

Ia meminum minuman tersebut sebanyak sepertiga botol.

"Baru kali ini ditawari dan langsung saya minum. Ngga tahu ada campurannya. Saya ngga berpikiran apa-apa karena sudah sering main bareng mereka,"kata ARP.

Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (DIsdikpora) Kulon Progo, Sumarsana mengaku belum mengetahui soal kejadian tersebut.

Ia belum mendapatkan laporan dari jajarannya.

Sementara itu, ketika wartawan mendatangi SD Punukan, sang Kepala Sekolah, Gunardi baru saja pulang dari kantor Disdikpora karena ada panggilan dari dinas yang diduga terkait kejadian tersebut.

Gunardi enggan berkata banyak dan cenderung menutup diri saat dikonfirmasi atas kejadian tersebut.

Ia hanya menyebut, peristiwa itu sudah diselesaikan melalui mediasi dan Disdikpora sudah mengetahui hal ini. G

unardi bahkan mengaku tidak berani memberikan keterangan lebih detail karena khawatir melangkahi kewenangan dinas terkait.

"Permasalahan ini sudah selesai dan sudah dimediasi untuk kedua belah pihak. Mohon maaf, tidak ada keterangan lain,"kata Gunardi dengan raut muka tegang. ( Tribunjogja.com | Wahyu Singgih )

UPDATE Kasus Kekerasan Siswa di Temon

MDP dan orangtuanya saat berada Polres Kulon Progo, Kamis (19/9/2019)
MDP dan orangtuanya saat berada Polres Kulon Progo, Kamis (19/9/2019) (Tribunjogja.com | Singgih Wahyu)

Balai Pendidikan Menengah (Balai Dikmen) Kulon Progo meminta kasus kekerasan antar siswa di sebuah SMK di Temon diselesaikan secara kekeluargaan.

Instansi di bawah naungan DInas Pendidikan, Pemuda, dan Olaharaga (Disdikpora) DIY itu juga sudah mendatangi pihak sekolah untuk mengonfirmasi kejadiannya.

Kepala Balai DIkmen Kulon Progo, Hendri Tatik Widayati mengatakan, pihaknya langsung mendatangi sekokah untuk konfirmasi setelah kabar dugaan penganiayaan siswa kelas X oleh para seniornya itu berhembus.

Ia pun mengakui bahwa pihaknya kecolongan atas peristiwa tersebut. Ia menyarankan agar peristiwa ini diselesaikan melalui musyawarah antara sekolah dan keluarga siswa.

"Kami sarankan permasalahan ini diselesaikan secara kekeluargaan," kata Tatik kepada wartawan, Selasa (24/9).

Ia berjanji bahwa kejadian ini menjadi bahan evaluasi pihaknya untuk seluruh sekolah menengah atas/kejuruan di Kulon Progo. Dikmen dalam hal ini juga mewanti-wanti sekoilah agar lebih memperhatikan perilaku muridnya. Guru diharapkan lebih mendampingi para siswanya.

Diberitakan sebelumnya, MDP, siswa kelas X diduga dianiaya oleh sejumlah seniornya pada Selasa (10/9) lalu setelah beberapa hari sebelumnya kepergok merokok di sebuah musala dekat sekolahannya.

Remaja lelaki warga Kecamatan Wates itu dikeroyok oleh sekitar 8 orang siswa yang menjadi polisi taruna dalam Batalion atau organisasi serupa OSIS di sekolah tersebut. Aksi kekerasan itu terjadi pada jam aktif sekolah sekitar pukul 11.30 atau menjelang jam istirahat kedua.

MDP saat itu mendapat pukulan, tamparan, dan tendangan pada sejumlah bagian tubuhnya dari para seniornya itu. Akibatnya, ia menderita luka di bagian dalam mulut hingga berdarah, sesak napas, dan pendengaran telinga kanannya terganggu.

Peristiwa ini sudah dilaporkan ke polisi oleh orangtuanya setelah memergoki bercak darah di celana seragam MDP. Siswa yang dilaporkan antara lain VFP, WO, AA, BM, dan HS.

Atas kasus ini, Kepolisian Resor Kulon Progo berencana memanggil lima orang siswa senior yang dilaporkan oleh orang tua korban untuk pemeriksaan.

Kepala Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Kulon Progo, AKP Ngadi mengatakan pihaknya sejauh ini masih melakukan pendalaman atas kasus tersebut. Setelah ada laporan dari pihak keluarga korban, MDP (15), pihaknya juga telah melakukan pemeriksaan awal dan menghimpun keterangan dari para saksi pelapor pada Kamis (19/9) lalu. U
ntuk selanjutnya, pemeriksaan juga akan dilakukan kepada para siswa yang namanya dilaporkan tersebut.

"Pihak terlapor (siswa senior) rencana juga akan segera kita panggil. Nanti kita cari waktunya karena mereka masih pelajar dan kita tidak ingin mengganggu jam belajarnya,"kata Ngadi.(ing)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved