Kisah Jalan Moses Gatotkaca Gejayan Yogyakarta yang Bersejarah
Gejayan adalah padukuhan yang berada di Condongcatur, Depok, Sleman, D.I. Yogyakarta. Gejayan Yogyakarta memiliki sejarah dengan roformasi 1998
TRIBUNjogja.com SLEMAN --- Tagar Gejayan memanggil sempat melejit di trending topic twitter pada Minggu (22/9/2019) malam.
Bagi mereka yang belajar atau pernah tinggal di Yogyakarta pasti tahu nama Gejayan.
Ya, Gejayan adalah padukuhan yang berada di Kelurahan Condongcatur, Depok, Sleman, D.I. Yogyakarta.
Gejayan kemudian identik dengan Jalan Gejayan yang jadi satu diantara pusat penjualan gadget.
Jika menilik catatan sejarah, kawasan Gejayan Yogyakarta memiliki sejarah erat dengan pergerakan reformasi 1998 yang disuarakan oleh mahasiswa di Kota Pelajar.
Gejayan sempat porak-poranda karena kericuhan yang terjadi saat demonstrasi.
Catatan Tribunjogja.com yang dirilis pada 2016, berdasarkan wawancara kepada sejumlah narasumber.
Peristiwa sejarah memperjuangkan perubahan pada tahun 1998 di Yogyakarta mengorbankan seorang mahasiswa, bernama Moses Gatutkaca.
Saat itu, Moses yang melintasi kawasan yang tengah terdapat aksi demonstrasi yang ricuh, dia kemudian dihajar oleh aparat lantaran dikira merupakan massa demonstran.
“Setahu kami, Moses mau mencari makan malam setelah waktu maghrib. Dia lewat selatan kampus Sanata Dharma, di sana ada demo anarkis,"
"Moses dikira masa demonstran dan dipukuli, sampai akhirnya meninggal,” kata Sunarto yang tempat tinggalnya tak jauh dari indekos yang pernah didiami Moses.
• Dokumen Perencanaan Tol Yogyakarta-Solo dan Bawen-Yogyakarta Dikembalikan

Warga Pringgodani, Mrican, Sleman ini pun mengenang, ketika itu kawasan Gejayan merupakan tempat bersejarah sekaligus saksi bisu, di jalan itu, mahasiswa kampus se-Yogyakarta menyalurkan segala aspirasi.
Mulai dari aksi demonstrasi yang berjalan dengan damai, hingga aksi demonstrasi yang berujung ricuh.
Diungkapkannya saat aksi tersebut berlangsung, sebelum Moses meninggal, sebagian kecil warga sekitar tidak berani keluar rumah ketika malam.
Ketakutan itu bertambah saat mengetahui terdapat korban salah sasaran oleh aparat.
Kala itu, Menurutnya, sebagian besar warga sekitar tak berani keluar pada malam selama beberapa hari.
• Siswa Senior SMK Kelautan Kulon Progo Diduga Pukuli Adik Kelasnya, Begini Perkembangannya
“Tapi saat Moses meninggal, masyarakat Yogyakarta ikut berduka. Sewaktu jenazah mau dimakamkan, ada banyak sekali orang yang ikut mengantarkan,” ucapnya.
Puteri pertama Sunarto, Eka Srihartini mengaku, peristiwa meninggalnya Moses Gatutkaca karena kerusuhan di Gejayan terjadi saat dirinya masih duduk di bangku TK.
Dia ingat, peristiwa itu membuat orangtuanya tidak mengantarkan Eka bersekolah selama beberapa hari, dan memilih untuk berdiam diri di rumah.
“Ya karena takut. Takut ada korban salah sasaran lagi. Tapi setelah semua kondusif, saya diantarkan ke sekolah lagi,” tutur Eka.
Kesaksian Johanes Eka Priyatma, Rektor Universitas Sanata Dharma (USD) kala itu, saat peristiwa 1998 di Gejayan, dirinya telah menjabat sebagai dosen kampus.
Masih diingatnya saat Moses dikeroyok oleh aparat, sebelumnya terjadi aksi demonstrasi yang ricuh, dan berujung pelemparan batu, hingga pengejaran mahasiswa oleh aparat.
“Saat Moses meninggal, saya masih ingat, civitas akademika Sanata Dharma memberikan perhatian. Kami ikut melayat,” jelasnya.
Eka memandang, Moses merupakan ikon perjuangan menjadikan proses demokrasi yang lebih baik di Indonesia.
Dia pun berpendapat bahwa meninggalnya Moses bukan hal yang sia-sia.
Dengan dijadikannya nama Moses Gatutkaca sebagai nama jalan di tempat di mana dia dikeroyok, diharapkankannya dapat menjadi penanda.
“Penanda bahwa di tempat itu pernah terjadi peristiwa sejarah perjuangan demokrasi. Dengan dipakainya nama Moses sebagai nama jalan, itu bentuk penghargaan yang elegan dan mulia,” katanya.
• Siswa Senior SMK Kelautan Kulon Progo Diduga Pukuli Adik Kelasnya, Begini Perkembangannya

Diberitakan Kompas.com 8 Mei 2019, sejumlah mahasiswa di Yogyakarta menggelar aksi unjuk rasa untuk menolak terpilihnya kembali Soeharto sebagai presiden pada Mei 1998.
Bukan karena itu saja, perekonomian Indonesia yang semakin buruk juga menjadi faktor tambahan pemicu aksi unjuk rasa tersebut.
Aksi tersebut tidak berjalan damai, hingga akhirnya berujung dengan bentrokan.
Salah satunya yang terjadi di Gejayan, Yogyakarta pada 8 Mei 1998.
Peristiwa tersebut dikenal dengan Peristiwa Gejayan atau Tragedi Yogyakarta yang mengakibatkan ratusan orang luka-luka dan satu orang tewas dari mahasiswa MIPA Universitas Sanata Dharma (USD) bernama Moses Gatutkaca.
Saat itu, para mahasiswa USD melakukan aksinya di halaman kampus.
Moses ditemukan telah tergeletak oleh seorang mahasiswa di sekitar Posko PMI di Sanata Dharma.
Ia meninggal dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Panti Rapih.
Menurut dokter yang memeriksa, Moses mengalami perdarahan di telinga akibat pukulan benda tumpul.
Selain mahasiswa USD, mahasiswa Universitas Gadjah Mada dan mahasiswa IKIP Negeri Yogyakarta (saat ini UNY) juga turut melakukan aksi demo yang berujung bentrokan.
Dilansir dari Harian Kompas yang terbit pada 9 Mei 1998, hingga pukul 23.00 WIB pada 8 Mei 1998, Jalan Kolombo, Yogyakarta, masih memanas akibat bentrokan ribuan mahasiswa dan masyarakat dengan ratusan aparat keamanan, menyusul saling serang antara aparat dan para demonstran.
Mahasiswa dan masyarakat melawan aparat dengan batu, petasan, bahkan bom molotov.
Aparat keamanan akhirnya mulai membubarkan demonstran dengan tembakan gas air mata, semprotan air dari kendaraan water gun, dan pengejaran ke IKIP Yogyakarta dan Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta.
Untuk mengenang Peristiwa Gejayan, Jalan Kolombo di sebelah Univeritas Sanata Dharma diubah menjadi Jalan Moses Gatutkaca.
Nama jalan untuk mengenang pahlawan Reformasi yang mungkin masih terlupakan. ( Tribunjogja.com )