Kulon Progo
Warga Banaran Hendak Perkarakan Penambang Bermesin Sedot Pasir
Warga Desa Banaran, Kecamatan Galur berencana melaporkan penambang pasir di Sungai Progo yang menggunakan mesin pompa sedot.
Penulis: Singgih Wahyu Nugraha | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM, KULON PROGO - Warga Desa Banaran, Kecamatan Galur berencana melaporkan penambang pasir di Sungai Progo yang menggunakan mesin pompa sedot.
Hal itu didasari dugaan adanya penggunaan mesin yang menyalahi regulasi.
Rencana pelaporan ke Dinas Perizinan dan Penanaman Modal (DPPM) DIY serta Kepolisian Daerah DIY itu mengemuka setelah digelar audiensi bersama sejumlah pihak pada Selasa (10/9/2019) pagi di Gedung Kca, Kompleks Pemkab Kulon Progo.
Di antaranya dari DPPM DIY, Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral (PUP-ESDM) DIY, Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO), dan lainnya.
• Setelah Dirampok, Rumah Makan Gratis Tetap Layani Pelanggan tanpa Memungut Bayaran
Koordinator warga penolak penambangan pasir dari Banaran, Agung Budi Prastawa mengatakan pelaporan rencananya akan dilakukan pekan depan setelah mendengar kesimpulan dalam audiensi tersebut.
Hasil pertemuan itu menurutnya menyimpulkan bahwa penambangan pasir dengan mesin sedot di selatan Jembatan Srandakan termasuk ilegal.
BBWSSO saat iitu menurutnya juga merekomendasikan evaluasi atas seluruh aktivitas penambangan pasir dengan mesin penyedot di kawasan Sungai Progo.
Baik untuk kelompok penambang yang sudah mengantongi izin penambangan rakyat (IPR) maupun yang belum berizin.
"Penambang yang punya izin, melanggar administrasi atas spek mesin. Apalagi, yang tak berizin," kata Agung saat dihubungi wartawan.
Pihaknya juga telah bertemu dengan Kelompok Penambang Progo (KPP) yang menaungi para penambang pasir tradisional di sepanjang Sungai Progo pada Sabtu (7/9/2019) lalu.
Kedua pihak menyepakati beberapa hal di antaranya kejelasan batas wilayah yang diperbolehkan untuk ditambang serta area terlarang.
Juga, armada truk pengangkut pasir tidak boleh melebihi batas muatan dan hanya berjalan ketika pasir sudah mengering.
KPP dalam pertemuan itu meminta aktivitas penambangan dari anggotanya (Kelompok Lestari 1,2, dan 3 yang memiliki IPR di wilayah Banaran) tetap bisa berlangsung sesuai kesepakatan.
Atas permintaan itu, lanjut Agung, pihaknya menunggu hasil audiensi dengan DPU ESDM dan BBWSSO yang difasilitasi Wakil Bupati Kulon Progo.
"Kami tetap menolak pengoperasian mesin sedot pasir," tegas Agung.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua KPP, Yunianto mengatakan pihaknya menyanggupi permintaan warga untuk perbaikan jalan secara berkala.
Ia menyebut warga cukup menghormati dan memahami aktivitas anggota KPP yang telah mengantongi legalitas usaha.
Warga hanya menolak penambang ilegal tak berizin serta yang berada di zona merah atau area terlarang untuk ditambang.
Adapun dalam regulasi organisasi, KPP disebutnya sudah jelas melarang anggotanya untuk menambang di zona merah.
Area yang termausk zona merah antara lain radius kurang dari 1 kilometer dari bibir pantai, kurang dari 1 kilometer dari bawah jembatan, serta kurang dari 500 meter dari objek vital.
"Kelompok Lestari 1,2, dan 3, tak ada masalah. Kemarin itu ada yang menambang di zona merah dan itu jelas bukan anggota kami melainkan oknum yang memanfaatkan izin penggunaan pompa mekanik. Memang ada anggota kami yang belum punya izin tapi mereka tidak menambang di zna merah dan tidak beroperasi di Galur," kata Yunianto.
Menurutnya, pengajuan IPR harus menyesuaikan kuota yang disediakan DPU ESDM DIY melalui APBD yang jumlahnya juga terbatas.
Di tahun lalu hanya ada 18 kelompok penambangan rakyat yang mendapatkan IPR dengan 10 di antaranya beroperasi di Kulon Progo.
Sedangkan 2019 ini hanya 16 kelompok penambang yang terampu dan saat ini amsih menggarap dokumen Upaya Kelola dan Pantau Lingkungan (UKL-UPL).(*)