Saat Wali Kota Magelang Berperan Sebagai Pangeran Diponegoro di Teater 'Tahta di Hati Rakyat'

Menunggangi kuda dan menghunuskan keris ke arah langit, ia memimpin prajurit melawan para penjajah kolonial Belanda.

Penulis: Rendika Ferri K | Editor: Muhammad Fatoni
Tribun Jogja/ Rendika Ferri K
Wali Kota Magelang, Sigit Widyonindito ,berpacak sebagai Pangeran Diponegoro menunggangi kuda dan menghunuskan keris, memimpin prajurit melawan para penjajah kolonial Belanda dalam teater Babad Diponegoro berjudul Tahtaku di Hati Rakyat di Karnaval Pembangunan di Alun-alun Kota Magelang, Minggu (8/9/2019). 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Rendika Ferri K

TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - Ribuan masyarakat tumpah ruah di sepanjang jalan di Alun-alun Kota Magelang, Minggu (8/9/2019).

Mereka antusias menyaksikan Karnaval Pembangunan Peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-74 tingkat Kota Magelang.

Ada 120 peserta dari instansi pemerintahan, organisasi dan komunitas masyarakat yang memeriahkan karnaval dengan pawai mobil hias, pertunjukkan tari, drum band, dan atraksi lain.

Bahkan Wali Kota Magelang, Sigit Widyonindito, dan Wakil Walikota Magelang, Windarti Agustina, turut memainkan teater Babad Diponegoro berjudul 'Tahtaku di Hati Rakyat'.

Sigit berpacak sebagai Pangeran Diponegoro. Dengan menunggangi kuda dan menghunuskan keris ke arah langit, ia memimpin prajurit melawan para penjajah kolonial Belanda.

Belanda pun dapat dipukul mundur, dan rakyat kembali tenteram.

Karnaval dimulai sekitar pukul 13.00 WIB, dengan pertunjukkan pembuka teater.

Wakil Walikota Magelang, Windarti Agustina, berpakaian bak ratu diiringi para penari di belakangnya.

Suasana saat itu digambarkan aman dan tenteram. Warga seperti biasa berjualan dan beraktivitas di pasar.

Sampai ketika, belanda datang dengan prajurtinya mengacak-acak dan menindas masyarakat.

Kemudian, Sigit sebagai pangeran Diponegoro muncul bersama puluhan pasukan bregodo berpakaian serba hitam dan tombak panjang, menghadang para pasukan belanda di tengah jalan.

Diponegoro menunggangi kuda berwarna putih, menghunuskan kerisnya ke atas, tanda menyerang.

Pertarungan sengit antar keduanya pun tak bisa dielakkan. Para penjajah Belanda membawa senjata api, tetapi para prajurit bertarung dengan gagah berani.

Para penjajah ketakutan dengan semangat para prajurit Diponegoro. Meski dengan pengorbanan, Belanda dapat ditumpas. Rakyat pun kembali hidup dengan aman dan damai.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved