Revisi UU KPK yang Dilakukan DPR Melanggar Undang-Undang
Langkah DPR merevisi Undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) dinilai melanggar ketentuan di Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
TRIBUNJOGJA.COM - Langkah DPR merevisi Undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) dinilai melanggar ketentuan di Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
"Proses untuk melakukan perubahan kedua terhadap UU KPK yang dilakukan oleh DPR telah melanggar ketentuan yang terdapat pada Pasal 45 Ayat (1) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011," kata Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari, dalam keterangan pers, Jumat (6/9/2019).
Pasal 45 Ayat (1) itu berbunyi, "Rancangan Undang-Undang, baik yang berasal dari DPR maupun Presiden serta Rancangan Undang-Undang yang diajukan DPD kepada DPR disusun berdasarkan Prolegnas".
"Sedangkan RUU KPK tidak termasuk dalam prolegnas tahun 2019," kata Feri.
Dia menilai, ada pelanggaran formil dalam upaya revisi UU KPK oleh DPR itu.
Selain itu, sejumlah poin dalam draf revisi UU KPK dinilainya bertentangan dengan konsep independensi serta tugas pokok dan fungsi KPK.
Pertama, ketentuan yang terdapat pada Pasal 7 Ayat (2) RUU KPK mewajibkan KPK untuk membuat laporan pertanggungjawaban 1 kali dalam 1 tahun kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Badan Pemeriksa Keuangan.
“Padahal, KPK dibangun sebagai lembaga yang mandiri dan independen dan terlepas dari cabang kekuasaan lainnya," kata Feri.
Menurut Feri, jika kewajiban itu disahkan, KPK menjadi rentan diintervensi oleh cabang kekuasaan lainnya. Sehingga itu juga mencederai independensi KPK.
"Kedua, kewenangan penyadapan yang dimiliki oleh KPK coba untuk dikebiri. Dengan munculnya Pasal 12 huruf b Ayat (1) RUU KPK yang mewajibkan KPK untuk meminta izin tertulis kepada Dewan Pengawas, di mana ketentuan ini tidak terdapat pada UU KPK," katanya.
Dewan Pengawas
Pembentukan Dewan Pengawas, kata Feri, tidak dibutuhkan karena akan menghambat kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Unsur pengisi posisi Dewan Pengawas serta mekanisme kerja yang tidak jelas juga akan mempermudah untuk melemahkan KPK secara sistematis dari dalam," kata Feri.
Diberitakan sebelumnya, seluruh fraksi di DPR setuju revisi UU KPK yang diusulkan Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Persetujuan seluruh fraksi disampaikan dalam rapat paripurna DPR yang digelar pada Kamis siang.
Baleg DPR bertekad mengebut pembahasan revisi itu sehingga bisa selesai sebelum masa jabatan DPR periode 2019-2024 habis pada 30 September 2019 mendatang. (Dylan Aprialdo Rachman)
.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tak Masuk Prolegnas, Revisi UU KPK Langgar Aturan Formil"