Mantan Ketua KPK Komentari Draf Revisi UU KPK, Pertanyakan Urgensi Dewan Pengawas

Mantan Ketua KPK Komentari Draf Revisi UU KPK, Pertanyakan Urgensi Dewan Pengawas

Editor: Hari Susmayanti
net
Mantan Ketua KPK, Abraham Samad 

TRIBUNJOGJA.COM - Seluruh fraksi di DPR menyetujui untuk melakukan revisi Undang-undang KPK dalam sidang paripurna yang digelar pada Kamis (5/9/2019) siang.

Keputusan tersebut pun menimbulkan polemik di masyarakat, terutama para penggiat antikorupsi.

Sejumlah tokoh pun menyuarakan penolakan terhadap revisi UU KPK.

Salah satu tokoh yang menyuarakan soal revisi UU KPK adalah mantan ketua KPK, Abraham Samad.

Samad mempertanyakan urgensi unsur Dewan Pengawas dalam draf revisi Undang-undang tentang KPK.

Dalam UU KPK yang berlaku saat ini, sama sekali tidak memuat ketentuan adanya Dewan Pengawas.

Asrul Sani Bantah Revisi UU untuk Lemahkan KPK

Sebaliknya, unsur Dewan Pengawas diatur dalam sejumlah pasal di draf revisi UU KPK.

Yaitu, dalam Pasal 37A, 37B, 37C, 37D, 37E, 37F, 37G dan 69A.

"Apa urgensi membentuk badan pengawas saat KPK sudah memiliki dewan penasihat? Jika alasannya untuk mengawasi KPK dari potensi penyalahgunaan kewenangan, siapa yang bisa menjamin jika Dewan Pengawas nantinya bebas kepentingan?" kata Abraham dalam keterangan tertulis, Jumat (6/9/2019).

Abraham menegaskan, KPK sudah memiliki sistem pengawasan internal melalui Direktorat Pengawasan Internal (PI).

Direktorat ini memiliki sistem prosedur untuk mendeteksi dan menindak dugaan pelanggaran di internal KPK.

"Pengawas Internal (PI) menerapkan standar SOP zero tolerance kepada semua terperiksa, tidak terkecuali Pimpinan. Sistem kolektif kolegial lima Pimpinan KPK juga adalah bagian dari saling mengawasi. Ditambah, jika ada pelanggaran berat yang dilakukan Pimpinan, bisa dibentuk majelis kode etik untuk memprosesnya," kata dia.

Gagal Raih WTP, Wakil Ketua KPK: Kami Sedikit Lalai Dengan Penataan Barang Rampasan

Ia juga menilai keberadaan Dewan Pengawas ini bisa melumpuhkan sistem kolektif kolegial dalam pengambilan keputusan.

Khususnya menyangkut upaya penyadapan yang harus mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas.

"Tampaknya perumus naskah revisi Undang-undang KPK tidak mengetahui SOP penyidikan, termasuk penyadapan di KPK. Sebelum dilakukan penyadapan, izinnya harus melewati banyak meja, kasatgas, direktur penyidikan, deputi penindakan, kemudian meja lima Pimpinan. Jadi sistem kolektif kolegial kelima Pimpinan KPK adalah bagian dari sistem pengawasan itu," ungkap dia.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved