Kisah Desa yang Hilang, Terkubur Letusan Gunung Berapi
Gunung berapi Tarawera mengubur desa Te Waiora yang unik ini dan menjadikannya puing-puing vulkanik yang bertahan hingga 40 tahun.
Dari 1865 hingga 1870, banyak sengketa tanah antara Maori terjadi.
Akibatnya, Maori lokal mundur kembali ke Kariri Point dan Spencer meninggalkan Te Wairoa pada 1870 untuk bersama keluarganya.
Pada 1886, Te Wairoa sudah menjadi objek wisata yang populer dengan hotel-hotel dan jalan-jalan yang mengarah pada sebuah wisata alam yang indah.
Namun, pada tengah malam 10 Juni, rakyat Te Wairoa dibangunkan oleh serangkaian gempa bumi kecil.
Tak selesai di situ, gempa bumi yang jauh lebih besar juga mengikuti dan akhirnya ledakan besar-besaran.
Selama lebih dari empat jam, batu, abu dan lumpur terus-terusan membombardir desa.
Desa Te Wairoa pun terkubur di bawah lapisan lumpur setinggi 121 sentimeter.
Letusan itu telah memakan korban jiwa sebanyak 153 orang.
Itu pula yang menjadi bencana alam terbesar di Selandia Baru.
Selama bertahun-tahun setelah letusan, rumah-rumah orang Maori yang disebut Hinemihi ditemukan mengeras.
Namun bangunan yang ditemukan ini, pada akhirnya dijual ke Gubernur Jenderal Selandia Baru.
Lalu dikirim ke Inggris untuk ditempatkan di Taman Clandon, Surrey.
Usai bencana, tata ruang desa Te Wairoa mulai dibangun lagi pada 1906.
Situs itu kemudian dikembangkan oleh Keluarga Smith untuk dijadikan objek wisata.
Pada 1999, sebuah museum pun ditambahkan yang dapat mengungkap bagaimana budaya Maori dan Eropa terintegrasi selama fase perkembangan sosial Selandia Baru ini. (*)
==
Artikel ini telah tayang sebelumnya di Grid.ID berjudul "Mengintip Te Wairoa, Desa yang Terkubur di Bawah Abu Vulkanik"