Tol Bawen Yogyakarta

Ada Enam Pintu Entry-Exit Jalur Tol Wilayah Yogyakarta, Mulai Manisrenggo Hingga Trihanggo

Rencana pembangunan Tol Bawen Yogyakarta dan Tol Solo-Yogyakarta. lima alternatif pintu keluar (exit) untuk rencana pembangunan proyek tol Yogya-Solo

Penulis: Agung Ismiyanto | Editor: Iwan Al Khasni
Jasa Marga
Pintu Masuk dan Keluar Tol 

Ada Enam Pintu Entry-Exit Jalur Tol Wilayah Yogyakarta, Mulai Manisrenggo Hingga Trihanggo

ILUSTRASI Jalan Tol Bawen-Yogyakarta dan jalan Tol Solo-Yogyakarta
ILUSTRASI Jalan Tol Bawen-Yogyakarta dan jalan Tol Solo-Yogyakarta (skyscrapercity.com)

TRIBUNjogja.com Yogyakarta --- Rencana pembangunan Tol Bawen Yogyakarta dan Tol Solo-Yogyakarta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DIY dan pemerintah pusat menyebut sudah menyiapkan skenario matang terkait beberapa aspek mulai ekonomi hingga rencana pembebasan lahan

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DIY menjelaskan ada enam titik entry-exit tol yang melintasi DIY dari jalur Manisrenggo hingga Trihanggo, Kabupaten Sleman.

Enam titik pintu masuk keluar ini dipilih salah satunya untuk pengembangan kawasan di wilayah DIY.

“Enam exit dan Entry tol yang dipilih ini adalah untuk pengembangan kawasan yang kemudian dicocokkan dengan jalan yang saat ini sudah ada atau existing,” jelasnya Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, Energi dan Sumber Daya Mineral (PUPESDM) DIY, Hananto Hadi Purnomo di kompleks Kepatihan, Selasa (13/8/2019).

Dia menjelaskan, dari enam titik tersebut, pihaknya memperkirakan kawasan-kawasan yang akan dihubungkan dengan jalan tol tersebut.

Misalnya, di Maguwoharjo, kawasan yang di sekitarnya akan dikembangkan sehingga intinya adalah pengembangan kawasan dengan memfasilitasi agar penduduk disekitarnya bisa memanfaatkan adanya jalan tol tersebut.

“Pemilihan ini berdasar pada kebutuhan daerah dan kriteria jarak antara pintu tol minimum,” ujarnya.

Jika jumlahnya menjadi enam, maka jumlah bertambah dari sebelumnya yang disebut pintu masuk dan keluar di wilayah Yogyakarta yang akan dilintasi jalur tol.

Jika Tol Solo Yogyakarta Dibangun, Ini 5 Alternatif Exit Tol yang Ditawarkan Pemprov Yogyakarta

Tol Bawen Yogyakarta dan Tol Solo Yogyakarta Terintegrasi dengan Candi Borobudur

Jika Pembangunan Jalan Tol Bawen-Yogyakarta Terlaksana, Magelang Siapkan Exit Tol

Proyek Tol Bawen-Yogyakarta dan Tol Solo-Yogyakarta Dimulai Awal 2020, Begini Persiapan Terakhir

Catatan Tribunjogja.com sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DIY memberikan lima alternatif pintu keluar (exit) untuk rencana pembangunan proyek tol Yogya-Solo.

Alternatif itu merupakan exit tol dari Yogya masuk ke wilayah Jawa Tengah, yakni Manisrenggo, Klaten.

Pembangunan exit tol ini pun wajib meminimalisir dampak sosial di masyarakat.

Sekda DIY, Gatot Saptadi menjelaskan, lima alternatif exit tol dari Yogya menuju Manisrenggo ini masuk dalam segmen Trihanggo-Maniresnggo. Nantinya, semua exit tol menuju Manirenggo ini akan melalui kawasan Maguwoharjo.

“Ada yang lewat stadion, ada yang masuk ke selatan Candi Sambisari baru ke utara, ada yang ke selatan Candi Kedulan. Ini artinya baru gambaran pintu keluar dari Yogya, kalau Manirenggo ke Solo itu nanti urusan Jateng,” urai Gatot kepada Tribun Jogja, Rabu (13/2/2019).

Gatot menjelaskan, untuk alternatif exit tol tersebut bervariasi struktur bangunannya. Ada yang berupa jalan elevated dan grounded. Hanya ada beberapa pertimbangan yang menyertai pemilihan lima alternatif exit tol ini.

Diantaranya, pihaknya juga memegang pesan Gubernur DIY, Sri Sultan HB X untuk memilih jalan yang tidak menimbulkan dampak sosial di masyarakat.

“Yang jelas menghindari situ seperti Prambanan, jangan memanfaatkan lahan produktif dan juga jangan mengganggu ekonomi masyarakat,” jelasnya.

Menurut Gatot, pembangunan exit tol atau jalan tol yang mengganggu ekonomi masyarakat diantaranya adalah dibangun di atas pasar Prambanan.

Hal ini dikhawatirkan akan mengganggu perekonomian di kawasan tersebut.

Adapun untuk tol Bawen-Yogya-Solo ini, diperkirakan hanya sekitar 15 kilometer yang dibangun di Yogya. Untuk lainnya dibangun melayang dan tidak masuk ke wilayah Kota
Yogya.

“Tol ini khan akses antar wilayah dan trase tetap Gubernur yang menentukan,” urainya.

Untuk pembangunan tol Yogya-Bawen, sebut Gatot, saat ini sudah masuk pada tahapan lelang pihak ketiga.

Sementara, untuk trasenya juga sudah ditetapkan. Pembangunan dari DIY akan dimulai dari bendung Karangtalun, Minggir, Sleman dan akan memanjang hingga kawasan ringroad utara.

Perda RTRW

Pembangunan tol ini juga menjadi salah satu dasar untuk membuat Perda baru, yakni Perda RTRW yang saat ini sedang digodok.

Perda baru ini ditujukan untuk kelangsungan perizinan, pengendalian lahan dan juga pertanian di wilayah ini.

Gatot menjelaskan, pembangunan NYIA dan tol memang menjadi salah satu dasar pembuatan raperda baru ini.

Menurutnya, Perda tersebut bisa diubah dalam jangka waktu sekitar lima tahun.

Hal ini karena ada beberapa pertimbangan untuk pengubahan tersebut diantaranya konten tersebut sudah sejak tahun 2010 dimana ada momen letusan Merapi, pembangunan bandara baru, UU Keistimewaan dan lainnya.

“Ada perubahan konten lebih dari 20 persen, sehingga kami putuskan untuk membuat Perda baru,” urainya.

Perubahan aturan ini nantinya pun berubah juga mekanismenya. Jika dulu pemegang kuasa mekanisme ini melalui Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD). Ke depan,
mekanismenya akan berubah ke tim koordinasi Kementrian Agraria dan Tata ruang, kepala BPN.

“Mekanisme jadi agak panjang karena baru. Untuk perubahan ini rekomendasi dari kementrian baru muncul awal Januari dan ini merupakan usulan eksekutif dan komitmen
pemerintah untuk membangun DIY,” paparnya.

Jika sudah selesai di triwulan I, maka nantinya Perda RTRW baru akan dipergunakan untuk kepentingan administrasi pembangunan suatu daerah. Diantaranya untuk
kepentingan perizinan, pengendalian, pertanian dan lainnya.

Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia (HPJI) menyebutkan, adanya pembangunan tol tersebut diharapkan bisa semakin meningkatkan akses lalu lintas. Namun, adanya tol
tersebut juga diharapkan tidak membawa dampak negatif degradasi kehidupan masyarakat di ruas jalan tol tersebut.

“Seperti pesan Ngarsa Dalem (Sultan HB X) yang tidak ingin jalan tol tersebut mengganggu situs-situs budaya/purbakala, membelah wilayah-wilayah yang secara sosial-
ekonomi-budaya merupakan satu kesatuan. Selain itu juga mengurangi lahan-lahan produktif, serta meminimalisasi pembebasan tanah,” ujar Ketua DPD HPJI, Tjipto Haribowo,
Rabu (13/2/2019). (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved