Bantul

Harga Tinggi, Tidak Serta Merta Membuat Petani Cabai di Bantul Untung Besar

Harga cabai di pasaran yang terus mengalami kenaikan dalam dua minggu terakhir tidak serta merta membuat para petani untung besar.

Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM / Ahmad Syarifudin
Tukiman, 48, ditemui ketika sedang merawat tanaman cabai di lahan pertanian Srunggo, Desa Selopamioro Imogiri, Bantul, Kamis (01/8/2019) 

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Harga cabai di pasaran yang terus mengalami kenaikan dalam dua minggu terakhir tidak serta merta membuat para petani untung besar.

Sebab, harga yang tinggi, modal dan biaya perawatan juga tinggi.

"Harga cabai memang mahal tapi modal dan biaya perawatan juga mahal," kata seorang petani cabai di Srunggo, Desa Selopamioro, Imogiri, Bantul, Tukiman, 48, Kamis (01/8/2019).

Pedagang di Pasar Bantul Keluhkan Harga Cabai Rawit Merah yang Tembus Rp80 Ribu per Kilogram

Kendati demikian, ia mengaku tetap bersyukur karena bumbu masak rasa pedas ini harganya mahal di pasaran.

Bisa mengganti modal yang telah dikeluarkan.

Tukiman menanam cabai rawit dilahan seluas 200 meter persegi.

Tiap tiga hari sekali ia mengaku harus melakukan perawatan berupa penyiraman.

Ongkos yang dikeluarkan tidak murah.

Mengingat saat ini memasuki musim kemarau.

Tukiman harus memompa air menggunakan diesel dari sungai kampung menuju lubang penampungan di area lahan pertanian.

Jaraknya sekitar 120-an meter.

"Minimal menghabiskan bensin 7-8 liter," terangnya.

Harga Cabai Rawit Merah di Pasar Bantul Tembus Rp80 Ribu per Kilogram

Pengeluaran untuk bensin belum cukup sampai disitu.

Dari lubang penampungan, air kemudian disiramkan ke area tanaman cabai menggunakan pompa diesel dan selang.

Bensin yang dibutuhkan sekitar 3 liter.

"Jadi, satu kali penyiraman di musim kemarau membutuhkan biaya sekitar 100 ribu rupiah," terang dia.

Harga jual cabai rawit ditingkat petani ke pengepul, kata Tukiman Rp 20 - 28 ribu perkilogram untuk rawit putih.

Apabila sudah masak, harganya diatas Rp 40 ribu perkilo.

"Kalau dihitung-hitung. Modal dan hasil hampir ngepres (seimbang). Ada lebihan tapi sedikit-sedikit," katanya.

Petani lain, Sakiman mengatakan modal yang dikeluarkan oleh petani di Srunggo Desa Selopamioro, Imogiri, Bantul saat musim kemarau memang cukup besar.

Pengeluaran paling banyak dialokasikan untuk penyiraman menggunakan pompa diesel.

"Pengeluaran untuk membeli bensin besar. Tiap tiga hari sekali membutuhkan sekitar 15 liter," ujar dia.

Selain untuk penyiraman, pengeluaran petani untuk modal bibit dan pupuk juga lumayan cukup besar.

Tak Sengaja Menggigit Cabai? Begini Cara Ampuh Meredakan Rasa Pedas yang Menyiksa

Ia mencontohkan, dirinya menanam cabai lalap dan cabai hijau di lahan seluas sekitar 1.000 meter persegi.

Modal yang dikeluarkan untuk bibit sekitar 15 bet.

Satu bet berisi 400 bibit. Harga satuannya Rp 60 ribu. Dikalikan 15 menjadi Rp 900 ribu.

"Kemudian, untuk kesuburan tanah beli pupuk kandang. Untuk 1.000 meter persegi saya membutuhkan 100 sak. Satu sak-nya lima ribuan. Dikalikan saja," tutur dia.

Pupuk kandang belum termasuk pupuk kimia.

Untuk pupuk kimia, kata Sakiman, lahan seluas 1.000 meter persegi membutuhkan pupuk NPK 60 kg.

Satu kilogramnya, kata dia, Rp 11 ribu. Satu kali pemupukan Rp 660 ribu.

"Pemupukan bisa sampai tiga kali. Umur 15 hari, kemudian umur satu bulan dan 40 hari. Di pupuk lagi, biasanya kalau setiap habis panen," terang dia.(TRIBUNJOGJA.COM)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved