Yogyakarta

Petani di Gunung Api Purba Nglanggeran Rasakan Manfaat Hadirnya Griya Cokelat

Produksi tanaman coklat yang melimpah di kawasan Gunung Api Purba, Nglanggeran, Patuk, Gunungkidul memberikan angin segar bagi para petani di kawasan

Penulis: Agung Ismiyanto | Editor: Ari Nugroho
Istimewa
Salah satu ibu rumah tangga menunjukkan hasil olahan kakao di Griya Cokelat Nglanggeran, Patuk, Gunungkidul, Senin (15/7/2019). 

TRIBUNJOGJA.COM, GUNUNGKIDUL - Produksi tanaman coklat yang melimpah di kawasan Gunung Api Purba, Nglanggeran, Patuk, Gunungkidul memberikan angin segar bagi para petani di kawasan tersebut.

Bahkan, para ibu rumah tangga pun memiliki kesibukan baru dengan membuat aneka panganan dari bahan coklat dengan omzet mencapai puluhan juta perbulan.

Di Griya Cokelat Nglanggeran ini, banyak makanan olahan dari bahan kakao yang salah satunya adalah kesukaan raja Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X berupa biji fermentasi coklat.

Transaksi Rp100 Ribu, Coklat Café Bagikan Bunga Bagi Perempuan

AROMA coklat menusuk hidung pengunjung Griya Cokelat Nglanggeran, Senin (15/7/2019) siang.

Senyum ramah pekerja Griya Cokelat Nglanggeran pun menyambut rombongan wisatawan yang bertandang ke gerai modern ini.

Setiap pengunjung yang masuk disediakan secangkir kecil minuman coklat hangat, berikut bakpia coklat dan keripik pisang cokelat hasil olah-olahan ibu rumah tangga di kawasan tersebut.

Rasa dari keripik pisang coklat dan bakpia coklat ini memang sangat nikmat dan menggoda.

Hanya ada satu makanan yang unik yang dibuat oleh para ibu rumah tangga tersebut.

Yakni, olahan biji fermentasi cokelat.

Biji fermentasi ini berasal dari tanaman kakao yang dikeringkan dan diproses selama beberapa hari.

Mahasiswa UNY Manfaatkan Kulit Kakao Menjadi Hand Body Lotion

“Biji cokelat fermentasi ini adalah salah satu makanan kesukaan pak Sultan HB X. Pada saat ke sini, Sultan sangat suka dengan makanan ini,” ujar Samijem salah satu pekerja di Griya Cokelat Nglanggeran, Patuk kepada Tribun Jogja.

Menurutnya, biji cokelat ini dibuat dengan sistem fermentasi biji kakao yang dihasilkan oleh tanaman kakao milik para petani di Nglanggeran.

Kemudian, biji basah ini diproses untuk difermentasi selama tiga sampai lima hari dalam incubator.

“Ada proses sangrai juga dan menjadikan biji cokelat ini memiliki cita rasa. Memang rasanya agak-agak pahit tapi diminati oleh wisatawan asing,” katanya.

Samijem mengatakan, biji cokelat ini dikemas dan dijual seharga Rp 13 ribu per boks.

Selain biji cokelat, beberapa makanan olahan lagi yang menjadi idola wisatawan adalah dodol cokelat, minuman cokelat, bakpia cokelat dan juga olahan cokelat lainnya.

Menurut Samijem kehadiran Griya Cokelat ini memberikan angin segar dan dampak pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat.

Dia mengatakan, banyak ibu rumah tangga yang dulunya bekerja sebagai pencari pakan ternak, saat ini bisa mencecap hasil penjualan pengolahan coklat.

Unboxing Kuliner: 5 Menu Snack Serba Coklat Anti-mainstream di Hari Valentine

“Kami berterima kasih atas hadirnya griya ini bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar,” katanya.

Surini, Ketua Griya Cokelat Nglanggeran menambahkan, kehadiran rumah produksi untuk pengolahan cokelat ini membuat ekonomi petani kakao di sekitar Nglanggeran bertumbuh.

Dari data yang dimilikinya, sedikitnya 790 petani kakao di Nglanggeran bisa merasakan dampak ekonomi luar biasa dari pengolahan cokelat ini.

Awal dari Griya Cokelat ini adalah pendampingan untuk Gapoktan kakao pada tahun 2013 silam.

Awalnya, para petani hanya mengolah tanaman cokelat menjadi panganan dodol cokelat.

Namun, kemudian ada transfer ilmu dari LIPI dan para petani bisa mengolah bubuk cokelat untuk bahan baku.

“Baru pada Desember 2016 ada CSR dari BI dan kami mendapat gedung untuk menjadi Griya Cokelat dan diresmikan,” jelasnya.

Festival Coklat 2018 Digelar di Wonosari, Tonjolkan Coklat Lokal Khas Asli Gunungkidul

Beberapa varian yang ditawarkan diantaranya adalah minuman coklat lima varian, dodol coklat, kacang telur coklat, bakpia coklat, dodol coklat, dan lainnya.

Omzetnya pun cukup signifikan dengan penjualan sistem offline maupun online.

“Kami rata-rata mendapat omzet sekitar 40-50 juta per bulan. Adapun, kami membeli bahan baku berupa kakao basah dari petani, cluster kedua diolah menjadi biji kering, pembubukan hingga 800 kilogram dan masuk pengolahan di showroom,” ujarnya.

Adanya Griya Cokelat ini, pemberdayaan warga pun menjadi lebih terasa.

Para petani bisa merasakan manfaat dari pengolahan kakao tersebut dan memiliki nilai lebih dibandingkan mereka menjual langsung pada tengkulak.

Triyana, salah satu pemandu kawasan wisata Gunung Api Purba Nglanggeran menyebut, banyak pengunjung tertarik ke Griya Cokelat karena uniknya makanan olahannya.

Bahkan, perputaran uang di Griya Cokelat pada saat musim liburan pun termasuk cukup tinggi.

“Kami merasa senang adanya integrasi wisata dengan pertanian dan berbagai macam aspek menumbuhkan ekonomi warga di sini,” urai Triyana yang pernah menjadi TKI di Korea ini. (TRIBUNJOGJA.COM | Agung Ismiyanto)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved