Kisah Kerangka Manusia Prasejarah yang Ditemukan Nyaris Utuh dalam Posisi Kaki Terlipat
Sosok manusia itu kemudian dijuluki Mbah Sayem dari Song Terus. Gua ini terletak di Dusun Weru, Desa Wareng, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan.
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Mona Kriesdinar
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Tahun 1999, para peneliti dari Puslitbang Arkenas yang menggali situs prasejarah Song Terus terkejut.
Sebuah rangka tulang mendongak dari tanah yang ditengah dikupas.
Pengupasan lebih lanjut menunjukkan tulang itu dari bagian jemari dan telapak kaki manusia.
Setelah diekskavasi menyeluruh, didapatkan rangka manusia nyaris utuh dalam posisi kaki terlipat.
Sosok manusia itu kemudian dijuluki Mbah Sayem dari Song Terus. Gua ini terletak di Dusun Weru, Desa Wareng, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan.
Berdekatan dengan Gua Tabuhan yang sudah terkenal.
Song Terus pertama kali digali pada awal 1950-an oleh Prof Dr RP Soejono dan Prof Dr HR Van Herkeren dari Belanda.

Penggalian dilanjutkan sejak 1994 oleh Puslitbang Arkenas dan Museum National d’Histoire NaturÃlle Paris, Prancis.
Duet Truman Simanjuntak dan Francois Semah memimpin penelitian di lokasi ini.
Para peneliti baru menemukan beragam kerangka pada penggalian di kedalaman 16 meter.
Sejak penggalian 1994, sebanyak 70.000 artefak telah ditemukan dari berbagai kotak galian dan beberapa lapisan tanah di Song Terus.
Mbah Sayem adalah kerangka manusia prasejarah yang diperkirakan berumur 40-50 tahun.
Dia seorang pria yang diduga telah terkubur di Song Terus selama lebih kurang 10.000 tahun.
Baca: Berkunjung ke Song Terus, Rumah Sang Australomelanesid di Pacitan
Baca: EKSKLUSIF: Lembah Kali Oya & Sangiran Satu Zaman
Baca: Empat Temuan Menakjubkan di Situs Purba Semedo Tegal, Salah Satunya Fosil Geraham Kingkong
Mbah Sayem ditemukan berbaring, tangannya menggenggam alat batu dan alat dari tulang.
Selain itu terdapat kerangka tengkorak monyet ekor panjang.
Kuburan Mbah Sayem ditutupi daun pakis lalu di atasnya diletakkan potongan kerangka sapi besar.
Selain di Song Terus, di gua lain yaitu Song Keplek, menampilkan jejak kehidupan para Australomelanesid yang hidup pada 8.000-4.500 tahun lalu.
Hasil budaya mereka sama, seperti alat serpih batu, alat tulang, dan alat cangkang kerang. Lima kerangka manusia prasejarah telah ditemukan di gua ini.
Menurut ahli manusia purba Prof Dr Harry Widianto, manusia-manusia Australomelanesid itu beranakpinak dan mengeksplorasi pegunungan karst hingga pesisir samuderanya di selatan.
“Mbah Sayem di Song Terus dan yang lain mengindikasikan kawasan Gunung Sewu merupakan titik pendaratan manusia prasejarah, sama seperti di Sangiran,” kata Harry Widianto.
Gua-gua karst di kawasan pegunungan kapur ini sangat ideal untuk tempat tinggal mereka sehari-hari. Mereka tidur, makan, membuat alat, dan menjalankan kehidupan manusianya di lokasi itu.
”Setelah berburu, hasil buruannya dimasak di gua. Api sudah ditemukan sejak 450.000 tahun lalu,” kata Harry Widianto yang belum lama ditetapkan sebagai profesor riset LIPI.
Dari penelitian lingkungan di lapisan teratas Song Keplek, ciri-cirinya menunjukkan lingkungan hutan hujan tropis.
Lapisan tertua atau yang terbawah di Song Terus, juga menunjukkan iklim yang basah. (Tribunjogja.com/xna)