Yogyakarta
Jadikan Sampah Lebih Bernilai Ekonomis untuk Pembangunan Berkelanjutan
Pengelolaan tempat pembuangan sampah terpadu (TPST) Piyungan bisa menjadi objek pariwisata pendidikan (tourism education).
Penulis: Agung Ismiyanto | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pengelolaan tempat pembuangan sampah terpadu (TPST) Piyungan bisa menjadi objek pariwisata pendidikan (tourism education).
Selain itu, taman wisata berbasis teknologi pun bisa didesain dan diterapkan di kawasan tersebut.
Hal ini diungkapkan oleh pakar Geografi UGM, Prof. Dr. Suratman Worosuprojo, M.Sc dalam rapat kerja Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) di gedung Radyo Suyoso Kantor Bappeda DIY, Kamis (11/7/2019).
Dalam hal ini, Suratman mengatakan telah memiliki desain untuk teknologi dan semacam objek tourism education di TPST Piyungan.
• Sampah TPST Piyungan Dimungkinkan Diolah Jadi Briket Bahan Bakar Produksi Semen
“TPST Piyungan bisa diberikan suatu inovasi dalam kebijakan teknopark dan juga ilmu pengetahuan. Bisa menjadi semacam taman untuk belajar pengelolaan dan pengolahan sampah bagi pengunjungnya,” ujarnya.
Pemikiran ini, kata Guru besar lingkungan hidup dan geografi ini, adalah sebuah terobosan agar TPST Piyungan bukan lagi dianggap sebagai sebuah persoalan.
Namun menjadi sesuatu yang memiliki nilai lebih dan berdampak pada social ekonomi masyarakat.
Dirinya juga menyebut rancangan ini menjadi salah satu SDGs yang bisa diterapkan dalam kehidupan masyarakat DIY.
• Induk Burung Beri Makan Anaknya Puntung Rokok, Polusi Sampah Makin Mengkhawatirkan
Pihaknya juga menyebut, desainnya adalah masyarakat bisa mengenal pengolahan sampah.
Diantaranya, plastik bisa dijadikan tas, pot dan limbah juga bisa dijadikan untuk ternak lele.
Saat ini, pihaknya pun tengah merintis reaktor cacing tanah dari tumpukan sampah Piyungan.
Ada salah satu tokoh masyarakat setempat yang diajak untuk merintis hal ini.
“Reaktor cacing ini nantinya bisa dikemas untuk menumbuhkan sayuran dan juga pembuatan hidroponik dari sampah. Saat ini kami tengah masuk ke sana,” katanya.
• Warga di sekitar TPST Piyungan Desak Tuntutan Segera Terpenuhi
Dengan berbagai terobosan ini, kata dia, diharapkan beberapa persoalan seperti sapi pemakan sampah pun kemudian akan selesai juga.
Hal ini karena persoalan besarnya sudah selesai dan diurai menjadi hal yang bermanfaat.
“Soal sapi kalau sudah selesai (sampahnya) pasti selesai juga. Kembalikan lagi ke habitatnya dan di TPST bisa ditanami rumput-rumput,” katanya.
Untuk pengelolaan TPST Piyungan, menurutnya bisa dilaksanakan dengan pendekatan sosial.
Pemerintah harus hadir untuk membuat desain dan dengan meminta masukan dari berbagai elemen.
Seperti, komunitas, pemerintah, akademisi, CSR.
“CSR ini untuk manajemen investasi. Kita punya sejarah gotong royong, duduk kerjakan tanpa banyak dialog dan sepakat untuk melaksanakan pekerjaan. Desain manajemen bagus kemudian diserahkan untuk dikelola,” katanya.
Pemerintah hadir sebagai regulator dan fasilitator.
Pihak akademisi pun bisa diajak untuk memberikan rancangan dan desain teknologi.
“Saya pun sudah punya desain dan personel yang nantinya bisa dilibatkan di dalamnya,” ujarnya.
• Induk Burung Beri Makan Anaknya Puntung Rokok, Polusi Sampah Makin Mengkhawatirkan
Hal ini, sama seperti pengalaman Suratman untuk membuat Taman Kali Code.
Dimana masyarakat, CSR BUMN datang untuk membangun.
Di dalam taman tersebut ada organisasi pengelola sampah untuk dijadikan souvenir, limbah diambil peternak lele.
“Jadi tidak ada lagi kata-kata sampah, tetapi itu bisa menjadi terobosan ekonomi baru. Contohnya sampah plastik bisa berdaya guna dijadikan beragam kerajinan dan tidak dibuang ke laut. Saya juga akan mengembangkan bagimana masjid bisa menampung air bekas orang wudhu untuk kolam lele. Air susah malah dibuang, desain masjid untuk jadi SDGs, dari panen lele, kotorannya dikemas jadi makanan ayam,” ujarnya.
Dukung
Kasubbid Pengembangan Kesejahteraan Masyarakat, Bidang Sosbud Bappeda DIY, Doddy Bagus Jatmiko yang memimpin rapat tersebut juga mendukung upaya yang positif untuk lingkungan hidup.
Tetapi, harus disertai solusi jangka pendek dan panjang di industri juga.
“Misalnya penggunaan air kemasan untuk rapat memang nantinya sebisa mungkin dihindari. Bisa diganti pakai gelas atau makanan yang tidak perlu dibungkus plastik,” jelasnya.
• Induk Burung Beri Makan Anaknya Puntung Rokok, Polusi Sampah Makin Mengkhawatirkan
Persoalan ini juga sudah disesuaikan dengan Pergub soal germas.
Hal ini juga perlu disosialisasikan dengan rekanan katering pada rapat-rapat di Pemprov DIY.
Dia menjelaskan, pengelolaan plastik bukan menjadi sampah tetapi bernilai jual ini sesuai dengan SDGs.
“Apalagi soal taman teknopark di TPST Piyungan ini di luar sangkaan kami. Ini bisa jadi bahan bukan hanya soal regulasi, SOP saja. Namun, angka indikator dari upaya yang sudah dilaksanakan semua OPD bisa lebih dicapai. Meskipun, sebenarnya kami sudah melaksanakan langkah-lagkah ini,” jelasnya. (TRIBUNJOGJA.COM)