Pengakuan Memilukan WNI yang Jadi Korban Sindikat Pengantin Pesanan di China

MO sempat menjalin ikatan pernikahan dengan warga negara Tiongkok selama 9 bulan dan kerap menjadi korban penganiayaan.

Editor: Mona Kriesdinar
IST
WNI Korban Sindikat Pengantin Pesanan di China 

"Unsur prosesnya ada pendaftaran, perekrutan, penampungan, pemindahan dari satu tempat ke tempat lain sampai ke keberangkatan ke luar negeri (ke China)," kata Bobi.

Kemudian dari segi cara, melalui penipuan. Menurut Bobi sindikat pelaku memberikan informasi salah ke target korban.

Misalnya, diiming-imingi bahwa calon mempelai pria di Tiongkok merupakan orang kaya, dijanjikan hidup nyaman dan terjamin hingga dijanjikan diberi uang untuk dikirim ke keluarga di Indonesia secara rutin.

"Nah kenapa berkembang? Karena perkawinan antara Chinese ini membutuhkan biaya Rp 2 miliar.

Biaya cukup mahal sehingga masyarakat di sana mencari lebih murah salah satunya mereka cari yang Indonesia. Nah, di Indonesia itu dihargai oleh agen itu Rp 400 juta," kata dia.

Uang Rp 400 juta itu, kata Bobi, dibagi-bagi untuk agen jaringan di Tiongkok dan Indonesia.

Di Indonesia pun, agen memiliki perekrut lapangan yang biasanya menyasar target korban di tingkat desa.

Alasannya, kata Bobi, perekrut lapangan mengasumsikan perempuan di tingkat desa minim literasi. Keluarga korban juga hidup sulit sehingga bisa diiming-imingi.

"(Tujuannya) untuk eksploitasi. Dari pengakuan korban, dia sampai di sana dia harus bekerja, mulai dari jam 7 pagi sampai jam 6 sore. Lalu istirahat, dilanjutkan sampai jam 9 malam.

Akibat dari beratnya pekerjaan ini teman-teman (korban) ini menolak hubungan seks, kalau ditolak dia kena pukul dan macam-macam," kata dia.

Pekerjaan itu mencakup bekerja di pabrik dengan jam kerja panjang. Kemudian melakukan pekerjaan rumah di tempat suami.

Seluruh gaji yang diperoleh korban juga dikuasai pihak suami dan keluarga.

Pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta) Oky Wiratama meminta Polri dan jajarannya membongkar dugaan tindak pidana perdagangan orang dengan modus pengantin pesanan.

Oky menyinggung temuan Jaringan Buruh Migran (JBM) yang mengungkap ada 29 perempuan Indonesia menjadi korban dugaan tindak pidana perdagangan orang dengan modus tersebut.

Sebanyak 13 perempuan berasal dari Kalimantan Barat dan 16 perempuan berasal dari Jawa Barat.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved