Pengakuan Memilukan WNI yang Jadi Korban Sindikat Pengantin Pesanan di China
MO sempat menjalin ikatan pernikahan dengan warga negara Tiongkok selama 9 bulan dan kerap menjadi korban penganiayaan.
MO pun dibawa ke kota suaminya, tapi ia mengaku tidak mengetahui nama kota tersebut.
"Saya satu malam di situ, sehabis itu saya dijemput suami, dan mertua, dibawa ke rumah mertua.
Sesampai di rumah, komunikasi dengan mereka, saya lagi datang haid, ga mau melayani suami, saya dianiaya mertua saya," ujar MO.
Tak hanya itu, MO menerima perlakuan tidak baik saat musim dingin tiba. Dia dipekerjakan tanpa mendapatkan upah.
"Saat musim dingin, saya disuruh tidur di luar tanpa bantal dan selimut. Saya dipekerjakan mertua saya, disuruh merangkai bunga, dari jam 7 pagi sampai jam 7 malam. Itu upahnya nggak dikasih.
Kalau saya melawan, saya kadang-kadang nggak dikasih makan 3 sampai 5 hari," ujarnya.
MO berhasil kabur dari Tiongkok setelah dibantu oleh seorang mahasiswa asal Indonesia.
Mahasiswa asal Indonesia tersebut yang mengurus tiket dan perizinan MO untuk kembali ke Indonesia lalu melapor ke LBH Jakarta.
"Saya janjian di depan kampusnya di daerah Wuhan," ujar MO.
Perdagangan Manusia
Jaringan Buruh Migran (JBM) menyebut peristiwa yang dialami MO adalah modus dugaan tindak pidana perdagangan orang alias human trafficking.
Menurut catatan JBM 29 orang perempuan asal Indonesia yang menjadi korban.
Salah satu anggota JBM, Sekretaris Jenderal Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Bobi Anwar Maarif mengatakan, korban berasal dari Kalimantan Barat dan Jawa Barat.
"Itu ada dari Kalimantan Barat dan dari Jawa Barat. Itu korbannya ada 16 orang (dari Jawa Barat). Dan ada korban dari Kalimantan Barat, 13 orang," kata Bobi.
Bobi meyakini mereka merupakan korban tindak pidana perdagangan orang. Sebab, sejumlah unsur pidananya dirasa terpenuhi, baik dari sisi proses, cara, dan tujuan.