Situs Wadu Pa'a, Batu Berpahat Adikarya Sang Bima yang Masih Misterius

Dua bagian tebing telah dihiasi relief klasik, mungkin pernah dijadikan sebagai tempat ibadah atau pertapaan oleh para leluhur Bima.

Editor: iwanoganapriansyah
NGI/Dwi Oblo
Situs Wadu Pa'a, sebuah untaian tebing yang menghadap teluk kecil di barat daya Teluk Bima, NTB. 

Ada dua situs terpenting di Sumbawa, yakni Wadu Tunti (batu bertulis) dan Wadu Pa'a (batu berpahat).

"Sayangnya, kedua peninggalan tersebut belum diteliti secara khusus untuk merinci kesimpulan yang dicapai Rouffer yang mengunjunginya pada bulan Agustus 1910," tulis Loir.

Ia mengutip Gerret Pieter Rouffaer—peneliti, penjelajah, dan pustakawan asal Belanda—yang pernah mengungkapkan situs ini dalam catatan pendeknya, Oud-Javaansche inscriptie in Soembawa, yang terbit pada 1910.

Rouffaer berperan besar dalam katalogisasi dan pengembangan koleksi buku dan peta di KITLV—Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde.

Ia juga mencatat bahwa "di berbagai tempat di daerah Bima-Dompo, artinya di wilayah sebesar kira-kira separuh Pulau Sumbawa sebelah Timur, masih ada peninggalan agama Siwa yang jelas berasal dari Jawa, dan yang mungkin datang ke situ sedikitnya dua abad sebelum keruntuhan Majapahit, bahkan barangkali sezaman dengan pendirian Majapahit.”

Kami juga menjumpai prasasti beraksara Jawa kuno yang berbahasa Sansekerta. Loir mengutip Boechari yang mengatakan bahwa prasasti Wadu Pa'a tampaknya berasal dari abad keenam atau ketujuh.

Ada kemiripan unsur-unsurnya dengan prasasti masa Sriwijaya, prasasti Bali abad ke-11, tetapi juga mirip dengan prasasti di Jawa Timur pada abad ke-14.

“Sang Bima adalah seorang gelar bangsawan dari Jawa,” ujar Alan Malingi sembari duduk menghadap teluk di tepian jalan setapak. Alan merupakan penulis dan pemerhati sejarah dan budaya Kota Bima.

“Bahwa petualangan Sang Bima setelah dari Pulau Satonda, setelah menikah dengan Putri Sri Naga itu bertualang di sini. Dalam legenda, para Nchuhi, atau para pemimpin setempat, meminta Sang Bima sebagai pemimpin atas tanah ini. Mereka menemuinya di sini pada saat Sang Bima memahat.”

Situs Wadu Pa'a di Kabupaten Bima
Situs Wadu Pa'a di Kabupaten Bima ()

Kemudian Alan melanjutkan, “Sang Bima pada akhirnya menyerahkan kembali kepemimpinan itu kepada salah satu Ncuhi. Dia menjanjikan akan ada anak keturunannya yang menjadi pemimpin di sini.”

Dalam Hikayat Sang Bima, “Putra Sang Bima yang bernama Indra Zamrud, di sekitar Pulau Satonda juga, kemudian diangkat sebagai raja Bima yang pertama.”

Rasa lapar terlena untuk sesaat. Di sebuah pekarangan milik warga Sowa, Rudin menyunggi ember warna hitam yang didampingi putri ciliknya yang membawa satu jerigen air untuk kami.

Siang itu kami bersantap siang di gubuk panggung menghadap pemandangan kuda dan kambing yang merumput.

Mi goreng instan yang kami bawa, entah mengapa, telah berubah menjadi mi rebus. Rudin juga menyajikan nasi dari padi ladang, ikan laut goreng dan tumis sayuran pedas khas Bima. Santabe ta ngahamena, Selamat bersantap! (NGI/Mahandis Yoanata Thamrin)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved