Situs Wadu Pa'a, Batu Berpahat Adikarya Sang Bima yang Masih Misterius

Dua bagian tebing telah dihiasi relief klasik, mungkin pernah dijadikan sebagai tempat ibadah atau pertapaan oleh para leluhur Bima.

Editor: iwanoganapriansyah
NGI/Dwi Oblo
Situs Wadu Pa'a, sebuah untaian tebing yang menghadap teluk kecil di barat daya Teluk Bima, NTB. 

Lingga dan yoni itu berhadapan dengan satu sosok lelaki yang duduk bersila. Sayangnya, ukiran wajah lelaki tak lagi dapat dikenali.

“Mungkin tempat ini utamanya untuk pemujaan bagi Hindu-Siwa,” Oblo menduga.

“Namun, ada juga ada anggota kelompok mereka yang berkeyakinan Buddha. Mereka hidup bersama.”

Toleransi di Zaman Majapahit

Pendapat Oblo tentang relief yang mengacu ke sosok Buddha memang perlu ditinjau ulang demi memastikan kebenarannya.

Namun, pada zaman Majapahit ajaran yang memadukan Hindu dan Buddha sudah lumrah menjadi keyakinan warganya, yang dikenal dengan Siwa-Buddha. Bahkan, ajaran ini masih berlanjut hingga hari ini di Nusantara.

Perpaduan dua simbol keyakinan berbeda dalam satu tempat suci leluhur Bima itu tampaknya membawa sebuah pesan kepada kita.

Nenek moyang kita telah mengajarkan hidup damai dalam berbeda keyakinan. Bahkan bagi mereka yang minoritas pun turut diberi kesempatan untuk beribadah.

Relief ini menyiratkan sebuah kerinduan dalam kehidupan saat ini. Saya menafsirkan bahwa inilah teladan pluralisme: ketika kita tak hanya menghormati mereka yang berbeda, tetapi juga memahami mereka sebagai sesama.

Tinggalan Kerajaan Bima

Sejauh ini tidak ada catatan mengenai siapa yang membangun pertapaan tebing ini. Namun, warga Bima mempunyai keyakinan bahwa pahatan-pahatan misterius ini merupakan karya Sang Bima, leluhur mereka.

Henri Chambert-Loir menuturkan tinggalan ini dalam bukunya Kerajaan Bima dalam Sastra dan Sejarah.

Reruntuhan Benteng Asa Kota di Teluk Bima, menandai kemahsyuran Kesultanan Bima
Reruntuhan Benteng Asa Kota di Teluk Bima, menandai kemahsyuran Kesultanan Bima (NGI/Mahandis YT)

Menurutnya, banyak penemuan situs peninggalan Hindu di sisi timur Sumbawa semenjak akhir abad ke-19.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved