Yogyakarta

Usir Sifat Jahat, KNH Melarung Sengkuni di Sungai Code

Aksi ini sengaja dilaksanakan di sana karena tempat itu memiliki sejarah panjang dan lambang dari persatuan dan kesatuan.

Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM MAGANG / Taufiq Syarifudin
Suasana Larung Sengkuni, prosesi doa bersama. 

Laporan Reporter Magang Tribun Jogja, Taufiq Syarifudin

TRIBUNJOGJA.COM - Pasca pesta demokrasi selesai, bukan berarti kehidupan sehari-hari turut selesai.

Namun residu-residu dari selesainya pesta demokrasi masih sangat tampak di depan mata.

Para elite politik yang melakukan intrik, masyarakat yang terhasut membuat banyak kegaduhan dan pertikaian antar sesama.

Masyarakat Yogykarta yang tergabung dalam Kawulo Ngayogyakarta Hadiningrat (KNH) dalam aksi Tudung Larung Sengkuni dari Yogya sepakat, jika polarisasi yang terjadi di masyarakat harus segera dibenahi, supaya mengembalikan Marwah Pancasila sebagai pemersatu dan menganyam spirit pluralisme dalam kehidupan berbagsa dan bernegara.

Dua Rekomendasi Brand Fashion Lokal Kekinian

Sore itu Senin (20/5/2019) tepat di jantung Kota Yogyakarta aksi itu dilakukan oleh sekitar 250 orang dari seluruh kabupaten kota di DIY.

Pada kesempatan itu KNH juga menyajikan sebuah teatrikal 'melarung sengkuni' yang diperagakan oleh empat orang, diantaranya satu orang memegang boneka wayang sengkuni berwarna hitam pekat mengenakan kostum badut, kemudian tiga diantaranya yang menghancurkan sengkuni mengenakan kostum merah-merah dan topeng.

Koordinator Bregodo Purbantara Sura Utama mengatakan, jika penghancuran itu adalah perlambang ego dalam diri seorang sengkunilah yang dapat menghancurkan dirinya sendiri.

"Ketika orang lain diam, dia (sengkuni-red) hancur karena egonya sendiri. Orang yang pakai merah-merah itu adalah lambang dari egonya sendiri," tuturnya saat ditemui Tribunjogja.com di lokasi acara.

Mahasiswa UGM Ajak Warga Dusun Candran Manfaatkan Lahan Kosong untuk Budidaya Tanaman Pangan

Aksi semakin riuh hingga memenuhi Tugu Golong Gilig atau biasa disebut Tugu Pal Putih, membentuk persegi mengeliling di sekitarannya.

Koordinator aksi Agus Becak Sunandar mengungkapkan aksi ini sengaja dilaksanakan di sana karena tempat itu memiliki sejarah panjang dan lambang dari persatuan dan kesatuan.

Matahari sudah semakin condong ke timur, sinarnya hanya menyiram sebagian massa aksi, sebagian lainnya tertutup oleh bayangan dari bangunan-bangunan sekitar Tugu.

Namun sore itu semakin padat bersaing dengan mobil dan motor yang melintas, sesekali ada bus Trans Jogja bahkan truk berukuran besar turut menyesaki jalanan sekitar Tugu.

Dari pantauan Tribunjogja.com, massa aksi di sana datang dari empat sudut berbeda, tampak warna bendera yang dibawa tiap bergadapun berbeda.

Dari utara dengan warna hitam, timur warna putih, selatan warna merah, dan barat dengan warna kuning.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved