'Biarlah Aku Miskin dan Menanggung Beban Hidup Seorang Diri . . .'

Dirinya yang tinggal seorang diri harus tetap bertahan hidup di bawah garis kemiskinan meski mencari nafkah dengan menyadap karet

Editor: Mona Kriesdinar
SRIPOKU.COM/REIGAN RIANGGA
Potret keluarga miskin di Kabupaten PALI yang luput dari perhatian pemerintah 

TRIBUNJOGJA.com - Nenek Sainimah (65) warga Desa Babat Kecamatan Penukal Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) menjadi salah satu potret warga miskin di Bumi Serapat Serasan.

Bagaimana tidak, dirinya yang tinggal seorang diri harus tetap bertahan hidup di bawah garis kemiskinan meski mencari nafkah dengan menyadap karet.

Sejak ditinggal sang suami tiga tahun silam, kehidupannya kian berat, lantaran dirinya harus banting tulang untuk mencukupi kehidupannya.

Sementara, dari perkawinannya selama 25 tahun dengan sang suami, dirinya tidak dikaruniai anak.

Bahkan rumah yang mirip gubuk berukuran lebih kurang 2X3 meter berdinding anyaman bambu itu yang telah lebih 25 tahun ia tempati dan masih menumpang di lahan milik warga setempat.

Tidak ada isi rumah yang mewah, bahkan listrik pun dia masih menggunakan minyak tanah.

Mirisnya beras pra sejahtera (Rastra) atau Raskin selama dirinya hidup, belum pernah dia nikmati, apalagi jenis bantuan pemerintah lainnya, PKH, BLSM atau jenis bantuan lainnya tidak pernah dia dapatkan.

"Orang miskin seperti aku ini tidak ada yang membutuhkan, saat ini memang masih punya tenaga, tetapi kalau sudah sakit-sakitan, aku takut tidak ada orang yang mau mengurus. Namun, aku pasrahkan saja pada Tuhan," ujar nenek Sainimah, Minggu (19/5/2019).

Menurutnya, yang ia makan saat ini murni dari tetes keringatnya sendiri dari hasil upahannya menyadap karet.

Di mana penghasilannya tidak tetap, terkadang dirinya mendapat Rp 150.000/minggu, itu pun kalau harga getah karet sedang meningkat. Namun jika harga karet jatuh, terkadang penghasilan nenek Sainimah di bawah Rp 100.000/minggu.

Saat hingar bingar pesta demokrasi yang lalu, nenek Sainimah bahkan sama sekali tak pernah dilirik partai politik atau Caleg apalagi Capres yang sibuk mencari suara.

Bagi dirinya, politik tidak ada pengaruh bagi kehidupannya, yang dia takutkan saat ini adalah usianya yang semakin senja dan jatuh sakit, tentunya dia tidak bisa mengais rezeki lagi dan ditakutkan tidak ada orang peduli untuk merawatnya.

Diakuinya bahwa yang dia harapkan dan selalu dipinta saat berdoa adalah selalu diberi kesehatan, ataupun apabila Tuhan akan mencabut nyawanya, janganlah diberi sakit terlebih dahulu agar tidak ada orang yang ikut susah dengan kondisinya.

"Aku sudah terbiasa seperti ini, harapan untuk memperbaiki kehidupan sudah punah, apalagi harus minta-minta bantuan dari pemerintah, kalaupun ada perhatian dari pemerintah, kenapa tidak diberikan sejak dari dulu. Hanya satu permintaan aku dengan Tuhan adalah kesehatan dan aku tidak ingin menyusahkan orang lain, biarlah aku miskin dan menanggung beban hidup seorang diri," tukasnya dengan tatapan mata kosong.

Kemiskinan yang mendera nenek Sainimah di Desa Babat rupanya juga dialami Ajamudin (35) yang tinggal di sebuah gubuk yang nyaris roboh bersama sang istri, Santi (25).

Halaman
12
Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved