Yogyakarta
Peringati Hari Kartini, Raja dan Ratu Keraton Yogyakarta Lantunkan Jangan Ada Dusta di Antara Kita
Peringatan hari Kartini di Bangsal Kepatihan terasa berbeda dengan nyanyian “Jangan Ada Dusta di Antara Kita” yang dilantunkan oleh Gubernur DIY.
Penulis: Agung Ismiyanto | Editor: Gaya Lufityanti
Laporan Reporter Tribun Jogja, Agung Ismiyanto
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X dan istrinya, GKR Hemas berduet dan unjuk kebolehan menyanyi di puncak peringatan Hari Kartini DIY tahun 2019 di bangsal Kepatihan, Selasa (30/4/2019).
Mereka menyanyi bersama dengan penyanyi kondang, Dewi Yull yang menjadi bintang tamu di acara tersebut.
Peringatan hari Kartini yang dilangsungkan di Bangsal Kepatihan terasa berbeda dengan nyanyian “Jangan Ada Dusta di Antara Kita” yang dilantunkan oleh raja dan ratu Keraton Yogyakarta tersebut.
Menariknya, bagian lirik yang dinyanyikan oleh cowok atau Broery Marantika, teman duet Dewi Yull dalam lagu tersebut dinyanyikan oleh GKR Hemas.
• Sewindu Tribun Jogja, Bertekad Jadi Media Rujukan dalam Era Revolusi Industri 4.0
Pemandangan tersebut membuat para hadirin yang terdiri dari Forkompimda DIY bertepuk riuh.
Apalagi, pada saat tangan GKR Hemas memberikan isyarat pada Sultan HB X untuk menyanyikan bagiannya.
Sementara, Dewi Yull sang pelantun lagu tersebut bergabung pada saat lagu akan berakhir.
Duet raja dan ratu bersama iringan penyanyi kondang ini pun mendapat sambutan meriah.
Tak hanya Sultan HB X dan GKR Hemas yang diminta Dewi Yull menyanyi di hadapan para tamu, Kapolda DIY, Irjen Pol Ahmad Dofiri juga ikut menyumbangkan suara emasnya.
Ahmad Dofiri menyanyi duet dengan Dewi Yull dan membuat hadirin tak henti-hentinya bertepuk tangan.
Dewi Yull mengaku bahagia bisa bernyanyi dengan Gubernur sekaligus raja dan ratu Keraton Yogyakarta ini.
• Rangkaian Hari Kartini, Astra Motor dan JNE Beri Pelatihan Safety Riding bagi Perempuan
Dia mengungkapkan pengalaman bernyanyi bersama itu sudah sejak 22 tahun silam.
“Saya pernah bernyanyi di keraton tahun 1997 sebelum reformasi. Ini menarik,” kata Dewi.
Hal yang menarik dan membuatnya geli adalah pada saat GKR Hemas ingin menyanyikan lirik yang seharusnya dinyanyikan cowok.
“Menarik tadi pas Gusti Ratu ingin menyanyikan lirik kau bukan yang pertama bagiku. Seharusnya itu vocal cowok tapi dinyanyikan Gusti Ratu,” selorohnya.
Tangguh
GKR Hemas mengatakan, teladan dari RA Kartini bagi perempuan ini harus bisa diterapkan dalam kehidupan.
Menurutnya, sebagai perempuan harus punya kekuatan, tangguh, punya pendidikan cukup.
Selain itu, perempuan harus punya prestasi meski tidak muluk-muluk.
“Perempuan punya kekuatan sebagai ibu, dan sebagai tiang Negara. Perempuan juga punya tanggung jawab sebagai perempuan dan ibu untuk mendidik anak-anaknya,” jelasnya.
Untuk itu, dia mengingatkan agar perempuan tidak boleh merasa lebih kecil, lemah, justru perempuan memiliki kekuatan yang lebih perkasa.
Keperkasaan ini adalah kekuatan untuk menjalani kehidupan sebagai ibu dan anak bangsa.
“Perempuan juga punya Undang-Undang yang melindunginya dari kekerasan seksual yang sedang kami perjuangkan, dan kekerasan pada perempuan dan anak,” urainya.
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X menyebut ruang untuk wanita cukup besar dalam kehidupan.
Melalui Puncak Peringatan ini juga mengingatkan kepada “Ibu Kita Kartini”, yang peka dan peduli terhadap penderitaan kaumnya bagai lilin terang di tengah kegelapan langit malam.
Oleh sebab warisan budaya patriarkhi, perempuan sulit meniti karir, sehingga talenta mereka terhambat bagi kemajuan bangsanya.
Jutaan perempuan karir dan pekerja masih merasakan kesetaraan belum tercapai.
Meski mereka harus membanting tulang dari pagi buta hingga larut malam, tetapi perempuan tetap saja disebut sebagai second gender.
Masih diperlukan pemberdayaan terus-menerus agar peran domestik dan peran publik dapat dihayati bersama-sama kaum lelaki.
• Meneladani Perjuangan Kartini Melalui Lomba Fashion Show Adat Nusantara
“Tadi saya utarakan ruang untuk wanita besar, dominasi laki-laki khan masih ada, ya perempuan rebut yang menjadi haknya,” katanya.
Sultan juga menyampaikan, RA Kartini juga mendirikan sekolah, agar perempuan tidak buta aksara dan memiliki keterampilan demi masa depan.
Dari mata hati ”Putri Jepara” ini terbitlah Gerakan Emansipasi Perempuan.
Buah pikir Kartini itu, ternyata melampaui zamannya.
Sehingga memungkinkan generasi wanita yang kemudian bisa mengaktualisasikan jati diri guna memberikan yang terbaik bagi keluarga, nusa dan bangsa.
Kini di abad milenium, perjuangan emansipasi wanita bisa tampak lebih nyata.
Jika Kartini dengan keadaan serba terbatas saja bisa, maka di jaman yang segalanya ada, mestinya harus lebih dari apa yang dirintis Kartini.
“Perempuan memang andaikan burung merak: dipuja, tetapi tidak bisa pergi jauh. Karena umumnya kaum laki-laki dianggap sumber pengekangan diri. Selain itu, juga oleh sebab keengganan kaum perempuan sendiri untuk mengambil haknya,” ujar Sultan. (Tribunjogja.com)