Yogyakarta
Filosofi Gunungan Apem, Kolak dan Ketan Pada Kirab Nyadran Kampung Semaki Yogyakarta
Gunungan apem diperebutkan oleh warga Semaki Kulon, Umbulharjo, Kota Yogyakarta dalam gelaran kirab Nyadran untuk melestarikan tradisi ruwahan
Penulis: Fatimah Artayu Fitrazana | Editor: Iwan Al Khasni
Kirab Nyadran Kampung Semaki Kulon, Diiringi Hadroh Hingga Rebutan Gunungan Apem
Gunungan apem diperebutkan oleh warga Semaki Kulon, Umbulharjo, Kota Yogyakarta dalam gelaran kirab Nyadran untuk melestarikan tradisi ruwahan menjelang bulan Ramadan, Minggu (28/4/2019).
Kirab dimulai dari Balai RK Semaki Kulon, kemudian rombongan yang terdiri dari anak-anak hingga orang dewasa berjalan menuju kompleks pemakaman umum kampung Semaki
Kulon dengan jarak sekitar 300-500 meter.
Kirab dilakukan tanpa iringan gamelan maupun alunan tembang Jawa, melainkan hadroh.
Peserta kirab diminta mengenakan pakaian tradisional, di mana untuk laki-laki memakai jarik dan lurik, sedangkan untuk wanita, memakai jarik dan kebaya.
Sesampainya di kompleks pemakaman umum, warga lalu diminta untuk duduk di sekitar makam, sembari gunungan apem didoakan.
Tradisi Nyadran bukan hanya sekadar berziarah ke makam keluarga dan kerabat sebelum bulan Ramadan tiba, namun juga termasuk adanya kegiatan apeman atau membuat apem
(kue tradisional) secara bersama-sama.
Di kirab Nyadran ini terdapat gununangan apem, lengkap dengan kolak dan ketan yang dikumpulkan dari tiga RW di Semaki Kulon, yaitu RW 08, 09, dan 10.
Setiap RW diminta untuk membuat 50 apem, 50 ketan, dan 50 kolak, sehingga terkumpullah total 450 bungkus gabungan tiga makanan tradisional tersebut.
Setelah prosisi doa dan sambutan dari ketua panitia dan Lurah Semaki, Didik Setiadi, warga kemudian diberi bingkisan berupa apem, ketan, kolak, dan nasi gurih lengkap
dengan suwiran ayam ingkung.
Sebagai penutup rangkaian kirab Nyadran, warga memperebutkan isi gunungan yang berupa apem, ketan, dan kolak.
• 10 Foto Perjalanan Cinta Ammar Zoni dan Irish Bella dari Lamaran hingga Sah Menikah

• Kisah Duka Dua Bocah Tenggelam di Bendung Balong Sleman, Terbenam di Kedalaman 6 Meter
Ketua panitia kirab Nyadran sekaligus ketua RW 10, Suprihatin menjelaskan jika ini adalah kirab pertama yang diselenggarakan oleh kampung Semaki Kulon.
"Tradisi Nyadran sudah mulai dilupakan oleh masyarakat, dan hanya segelintir warga yang melaksanakan, akhirnya dari Dinas Kebudayaan mengimbau untuk diadakan agar
tradisi ini muncul kembali," ungkapnya.
Dia menambahkan, "Syukur Alhamdulillah saat kami mengutarakan gagasan ini (kirab Nyadran), warga menyambut dengan antusias."
Lurah Semaki, Didik Setiadi yang turut hadir dengan mengenakan jarik dan lurik warga hijau tua menyampaikan makna Nyadran, terutama untuk generasi muda.