TPST Piyungan Bantul Yogyakarta Ditutup dan Cerita Sapi-sapi Pemakan Sampah Kelaparan.
TPST Piyungan Bantul Yogyakarta Ditutup dan Cerita Sapi-sapi Pemakan Sampah Kelaparan. pembuangan kondisinya memang becek dan berlumpur
Beberapa unit truk di kawasan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu [TPST] Piyungan di Desa Sitimulyo, Kabupaten Bantul hilir-mudik membawa material tanah bercampur bebatuan. Mereka sedang bekerja meratakan jalan menuju tempat akhir pembuangan sampah.
JALUR tersebut diratakan imbaas dari ditutupnya TPST oleh warga. Sejak Sabtu (23/3/2019), tempat pembuangan sampah yang dibangun sejak tahun 1995 itu diblokade, warga setempat pembuangan minta perhatian dan adanya pengelolaan yang baik sampah yang menggunung karena menampung sampah warga di tiga wilayah yaitu Bantul, Kota Yogya dan Sleman.
Khususnya soal perbaikan akses jalan kampung yang kondisinya, saat ini becek, kotor dan bau.
"Anak-anak kalau mau berangkat ke sekolah memakai plastik, kakinya ditutup sampai betis, supaya tidak kotor," kata Wagiman, warga sekitar lokasi pembuangan sampah, Rabu (27/3/2019).
Baca: Mahasiswi Terciduk di Tempat Praktik Aborsi saat Digerebek Polisi, Dipastikan Sedang Hamil 4 Minggu
Dari pantauan Tribunjogja.com, jalanan kampung, disekitar lokasi menuju pembuangan kondisinya memang becek dan berlumpur.
Apalagi kalau hujan, kata Wagiman jalan kampung dipenuhi oleh lumpur bercampur dengan air limbah. "Untuk lewat sangat sulit. Kita lewat pakai sendal. Sendalnya ketinggalan dilumpur. Kalau copot sendal. Kaki bisa gatal-gatal," keluh dia.
Untuk meyakinkan apa yang telah ia katakan, Wagiman segera menunjukkan kedua kakinya. Kaki itu terlihat dipenuhi oleh jamur. Sebagian kulit permukaan kakinya mengelupas. Kata dia, kakinya itu sering gatal karena terkena limbah sampah.
Sebagai tempat pembuangan, TPST Piyungan memang dipenuhi oleh sampah dan limbah cair. Bau-nya menyengat tajam dihidung. Jarak rumah Wagiman dengan lokasi pembuangan hanya dalam hitungan puluhan meter saja. Kontan, bau busuk dari sampah ini turut masuk ke dalam rumahnya.
"Apalagi kalau pas terang kemudian turun hujan. Bau sekali,"
Baca: Misteri Rumah Kosong Cilodong Depok, Pria Ini Ngaku Tempati Rumah Cari Pacarnya yang Telah Tiada

Sudah lebih dari puluhan tahun, bau itu dirasakan oleh Wagiman dan warga kampung yang bermukim disekitar lokasi pembuangan sampah terpadu itu. Namun, kata dia, belum ada perhatian serius dari Pemerintah.
Maryono, warga terdampak dari pembuangan sampah di TPST Piyungan itu ada lima rukun tetangga (RT). "Jumlahnya sekitar 500 Kepala Keluarga. Itu yang berada disekeliling TPST Piyungan ini," ucap Maryono.
Maryono merupakan ketua komunitas pemulung Makaryo Adi Ngayogyakarto (Mardiko) yang bekerja di TPST Piyungan. Beberapa hari ini ia menjadi warga yang super sibuk.
Maladeni sesi wawancara dari berbagai media. Baik lokal maupun media nasional. Topiknya terkait penutupan tempat pembuangan sampah. "Sehari kemarin bisa sampai 24 kali panggilan," cerita dia.
Mbah Suharjo Suwandi, warga lain yang mendukung adanya penutupan dan perbaikan pengelolaan di TPST Piyungan. Menurut dia, sudah saatnya tempat pembuangan sampah diperbaiki. Karena kondisinya sudah sangat kumuh dan kotor.
Akibat pembuangan kumuh mengundang banyak sekali lalat. Bahkan, kata Suharjo tidak sedikit lalat itu masuk ke rumah-rumah warga. Kondisi ini diperparah dengan bau busuk yang menyengat. "Pernafasan kami terganggu," tutur dia.
Apa yang dikatakan oleh Suharjo benar adanya. Gardu keamanan lingkungan, tempat dimana kami berbincang dihinggapi oleh banyak lalat.
Lalat-lalat itu beterbangan. Hinggap dimana saja, di tanah, di tiang, di kaki bahkan di Kepala. Ia berharap pemerintah bisa lebih peduli dan memberikan dana kompensasi kepada masyarakat.

Dampak TPST Piyungan Merembet
UPT Pelayanan Persampahan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sleman menyatakan 13 depo sampah di bawah naungannya mengalami penumpukan sampah.
Kepala UPT Pelayanan Persampahan Sri Restuti Hidayah menjelaskan bahwa penutupan TPST Piyungan menjadi penyebab utama menumpuknya sampah.
"34 truk pengangkut yang mendistribusikan sampah ke Piyungan juga kembali ke deponya masing-masing," jelas Sri saat dihubungi pada Rabu (27/03/2019) siang.
Sri juga menceritakan bahwa sejak Kamis (21/03/2019) minggu lalu, truk pengangkut sampah tersebut sudah mengantre panjang di TPST Piyungan.

Namun pada Minggu (24/03/2019), akses menuju tempat pembuangan sampah terpadu tersebut ditutup dengan portal. Seluruh truk pun akhirnya memilih untuk kembali ke depo.
Di wilayah Kota Yogya, dampak penutupan yaitu luberan sampah di beberapa depo dan Tempat Pembuangan Sampah (TPS) di berbagai titik di wilayah Kota Yogyakarta.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Suyana mengatakan bahwa dalam sehari pihaknya biasanya mengerahkan 40 truk pengangkut sampah. Namun dengan ditutupnya TPST PIyungan tersebut, praktis seluruh truk DLH Kota Yogyakarta berhenti beroperasi dan menyisakan sampah yang masih menumpuk di badan truk.
"Setiap hari, DLH Kota Yogyakarta membuang sampah ke TPST Piyungan sebanyak 250 ton per hari. Namun, hari ini sudah 4 hari (sejak TPST Piyungan ditutup), tinggal dikalikan saja. Ada sekitar 1.250 ton sampah yang masih menumpuk di kota. Itu belum dengan jumlah sampah baru yang terus diproduksi," bebernya, Rabu (27/3/2019).

Menyikapi persoalan sampah yang mulai dirasa menganggu karena setiap waktu selalu bertambah hingga ke tepian jalan, pihaknya telah melakukan penyemprotan disinfektan ke seluruh depo dan TPS di Kota Yogyakarta.
"Petugas kami telah berkeliling tadi pagi ke semua titik untuk menyemprotkan disinfektan. Tujuannya adalah untuk mencegah bau, lalat, dan agar kuman, penyakit, serta bakteri berkembang dari sampah-sampah tersebut," bebernya.
Akibat ditutupnya TPST Piyungan beberapa hari ini, sapi-sapi di TPST Piyungan kekurangan pakan.
Ribuan sapi di TPST Piyungan ini biasa mengonsumsi sampah yang dibawa oleh truk-truk pengangkut sampah.

Hal tersebut dikatakan oleh Narijo, salah satu warga yang memelihara sapi di TPST Piyungan.
"Pasokan untuk makan sapi kurang, karena maunya memang makan dari sampah. Pernah dikasih rumput tapi nggak mau," katanya, Rabu (27/3/2019).
Sementara, sapi-sapi tersebut diberi makan dengan sampah-sampah organik yang diambil dari pasar-pasar.
"Sementara beli, di pasar-pasar itu satu kantong 50 kilogram," katanya.
Sapi-sapi tersebut juga tampak menyebar mencari makan di jalan-jalan sekitar TPST Piyungan.
Mereka mengais makanan di tepi-tepi jalan karena tak ada timbunan sampah baru.
Hal serupa juga diungkapkan warga lainnya, Kismo.
"Sekarang sapi pada lapar karena nggak ada sampah dibuang, karena ditutup. Jadi dicarikan (sampah) dari pasar-pasar," katanya.

Pemerintah
Dinas Pekerjaan Umum Energi Sumber Daya Mineral (DPUESDM) DIY menyebutkan target penanganan tempat pembuangan sampah terpadu (TPST) Piyungan akan dilaksanakan mulai bulan April mendatang. Hal ini karena proses penanganan TPST Piyungan membutuhkan lelang.
“Kami sudah menginventarisasi permasalahan dan juga permintaan seperti jalan. Kami harus melakukan langkah segera namun tetap pakai lelang,” ujar Kepala DPUESDM, Hananto di Kepatihan, Rabu (27/3/2019).
Dia menjelaskan, proses penanganan di kawasan tersebut dilaksanakan secara keseluruhan. Sehingga, tidak bisa hanya ditangani bagian per bagian. Sehingga, hal tersebut membutuhkan proses lelang karena nilai anggaran di atas Rp 200 juta.
Dia berharap proses lelang ini dilaksanakan pada bulan April, sehingga penataan TPST Piyungan akan segera dilaksanakan. Pihaknya pun akan meninggikan talut, termasuk membuat jalan tembus untuk truk atau kendaraan bisa masuk tanpa lewat jalan umum.
“Hal ini menjadi bagian dari anggaran penanganan sarpras TPST Piyungan. Untuk leading sektornya tetap di teman-teman lingkungan hidup,” urainya. ( Tribunjogja.com | Ais | Rif | Kur