Menelusuri Jejak Pu Kumbhayoni

Kisah di Balik Arca-arca Besar Maha Rsi Agastya dan Ganesha di Situs Gepolo Prambanan

Keberadaan arca-arca Agastya dan Ganesha sangat besar itu menguatkan keberadaan Pu Kumbhayoni sebagai penguasa wilayah tersebut pada masa lalu.

Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Mona Kriesdinar
TRIBUNJOGJA.com | Setya Krisna Sumarga
SITUS GEPOLO - Arca-arca berukuran besar ini ada di Situs Gepolo, Gunungsari, Sumberejo, Prambanan. Sebuah arca Maha Rsi Agastya berdiri tegak dalam kondisi sebagian tubuhnya dirusak secara sengaja. Pu Kumbhayoni menggunakan personifikasi Agastya untuk mengokohkan keberadaan dirinya. Selain itu tak jauh dari situs ini terdapat arca Ganesha berukuran raksasa yang terjungkal masuk jurang di selatan tebing situs ini. 

Menelusuri Jejak Kumbhayoni, Tokoh Misterius di Puncak Kejayaan Medang (4)

Kisah di Balik Arca-arca Besar Maha Rsi Agastya dan Ganesha di Situs Gepolo Prambanan

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Rakai Walaing Pu Kumbhayoni jarang ditempatkan di lembar-lembar utama sejarah nasional Nusantara. Ia hanya dibicarakan sepintas lalu, sementara petunjuk mengatakan, dia bukan tokoh sembarangan.

Satu prasasti, yaitu Wukiran atau Pereng, secara jelas dan tegas menyebut nama Pu Kumbhayoni. Empat prasasti lainnya menggunakan nama lain. Ada yang terbaca utuh, ada yang hanya terbaca namanya saja Kumbhayoni.

Prasasti Krttivasalingga (Musnas D.104), Tryamavakalingga (BPCB DIY, BG 533) , Haralingga (BPCB DIY, BG 529) secara jelas bisa dibaca dan dipahami isinya.

Simak artikel sebelumnya :

Prasasti Pereng Kuak Tabir Siapa Penguasa Watak Walaing di Bukit Ratu Boko

Kisah Perang Sengit Kumbhayoni vs Rakai Pikatan Berebut Tahta di Era Mataram Kuno

Candi Barong Adalah Bhadraloka yang Dibangun Pu Kumbhayoni

Sementara Prasasti Kumbhayoni bernomer registrasi BG 352 di BPCB DIY tidak bisa dibaca utuh. Isinya pun juga belum terpecahkan.

Prasasti berkode BG 530, BG 531 dan BG 532
Prasasti berkode BG 530, BG 531 dan BG 532 (TRIBUNJOGJA.com | Setya Krisna Sumarga)

Namun dalam prasasti berbahasa Sanskerta menggunakan aksara Jawa Kuna, ada terbaca nama Cri Kumbhayoni. Prasasti ini belum diketahui angka tahun pembuatannya. Prasasti Krttivasalingga dan Tryamvakalingga menyebut nama Cri Kumbhaja.

Sedangkan prasasti Haralingga menyebut nama Kalasodbhava mendirikan lingga. Disebut pula dewi pendamping untuk ketiga lingga tersebut. Dewi Sri untuk Krttavasa, Suralaksmi untuk Tryamvaka dan Mahalaksmi untuk Haralingga.

Semua dewi itu dikenal sebagai pendampingi Wisnu. Dari petunjuk ini indikasi ciri dan corak kepercayaan kelompok pembuatnya adalah Waisnama, atau pemuja Wisnu. Dari bukti-bukti ini maka kini dikenal setidaknya nama-nama Cri Kumbhaja, Cri Kumbhayoni, Kaladsobhawa, dan Pu Kumbhayoni.

Apakah nama-nama ini mengacu orang yang sama? Dr Boechari dan sejarawan De Casparis cenderung sama menafsirkan sosok ini. Nama-nama itu juga merujuk makna yang sama, yang diartikan “lahir dalam tempayan atau kumbha”.

Nah, dalam mitologi Hindhu dan India, sosok yang memiliki nama seperti di atas identik dengan Agastya. Ahli yang secara khusus meneliti riwayat Agastya ini adalah Prof RM Ng Poerbatjaraka.

Jika memang Pu Kumbhayoni sosok nyata manusia yang memiliki riwayat trah raja Mataram, pertanyaannya, mengapa Rakai Walaing ini berani menggunakan nama-nama identik dengan Agastya, maha rsi suci sang pembawa ajaran Siwa?

Tres Sekar Priyanjani dalam kesimpulan penelitiannya tentang Prasasti Wukiran (FIB UI, 2009), mengatakan, unsur nama Sanskerta pada masanya dipakai sebagai nama raja atau penguasa daerah, untuk menunjukkan kekuasaan atau kehebatan.

Kumbha, Kumbhaja, Kumbhayoni, Kaladsobhava berakar dari Sanskerta. Kebiasaan itu juga berlanjut pada zaman-zaman sesudah Mataram Kuna. Bahkan masa sekarang nama-nama tokoh besar juga biasa dipakai untuk penamaan seseorang.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved