Yogyakarta
Lestarikan Ketoprak dan Sandiwara Bahasa Jawa pada Generasi Milenial
Para seniman pun akan mengembangkan ketoprak yang bersifat kekinian namun tidak menghilangkan esensi dari pertunjukan ini.
Penulis: Agung Ismiyanto | Editor: Ari Nugroho
Laporan Reporter Tribun Jogja, Agung Ismiyanto
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Ketoprak dan sandiwara bahasa Jawa terus dilestarikan di DIY dengan beragam cara.
Diantaranya, para seniman pun akan mengembangkan ketoprak yang bersifat kekinian namun tidak menghilangkan esensi dari pertunjukan ini.
“Perlu dilakukan reformasi sosial ketoprak, sebagai fungsi cerdas dalam mewujudkan seni produk lokal tradisi kerakyatan kekinian. Kita akan mewujudkan seni ketoprak yang bersifat kekinian, tetapi tidak kehilangan jati diri ketoprak itu sendiri, khususnya tradisi ketoprak Mataram,” jelas penulis naskah dan pelaku seni ketoprak Bondan Nusantara dalam dialog budaya yang digelar oleh Dishub DIY, Senin (11/3/2019).
Baca: Finalis Puteri Indonesia Dibekali Pengetahuan Politik dan Anti-Hoaks
Menurut Bondan, bersama Kelompok Seniman Ketoprak, pihaknya berusaha membuat seni ketoprak menjadi sajian komodofikasi yang berkualitas, dan bernafaskan Yogyakarta.
Dengan begitu, seni kethoprak dapat menjadi pertunjukan utama masyarakat di luar DIY, bahkan hingga masyarakat dunia.
Baca: Pelestarian Aksara dan Bahasa Jawa Bisa Disesuaikan Perkembangan IT
“Untuk mewujudkan hal itu, akan dilakukan workshop tingkatan dan workshop bersifat edukasi, serta literasi yang khususnya ditujukan kepada generasi millennial,” urainya.
Dalam dialog budaya ini para pelaku program seni budaya Radio Bahasa Jawa pun turut bergabung.
Bergabungnya komunitas ini bertujuan sebagai penyegaraan kebahasaan, dalam rangka bagian dari upaya peningkatan kebahasaan.
Keinginan mereka cukup sederhana, yakni menampung bahasa anak muda Jawa masa kini untuk diekspresikan melalui sandiwara radio.
“Ini semua untuk kepentingan kita bersama tentang terkikisnya penggunaan bahasa Jawa sehari-hari. Jadi alangkah baiknya jika kita segera bersiap untuk anak-anak muda dan pelajar,” ujarnya.
Baca: Pusat Studi Aksara dan Bahasa Jawa Didorong Bisa Terbentuk di DIY
Pemerhati Sastra Jawa, Setya Amrih Prasojo sebelumnya juga mendorong pusat studi aksara dan bahasa Jawa bisa terbentuk di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Keberadaan pusat studi aksara dan bahasa Jawa ini bisa menjadi rujukan materi dan meneguhkan keistimewaan DIY.
Menurutnya, predikat orang di luar Yogya, Yogya menjadi pusat studi aksara heterogen dan tidak hanya untuk pusat studi aksara jawa.
Menurutnya, jika ada pusat studi aksara dan bahasa Jawa, maka akan memudahkan para pihak untuk tempat rujukan.
“Misalnya, jika ada sineas yang akan mengangkat konten kearifan lokal masyarakat Jawa bisa berkonsultasi resmi dan mencari rujukan di DIY. Tidak perlu mikir nanti ada sorotan sana-sini karena konsultasi berbeda-beda,” ulas pengajar Bahasa Jawa di SMA 2 Bantul ini.
Baca: Tujuh Kata dan Frasa Bahasa Jawa yang Harus Kamu Tahu Sebelum ke Yogyakarta
Dirinya dan para pemerhati bahasa Jawa di DIY pun saat ini mendukung rencana penyusunan Raperda Pelestarian Huruf dan Bahasa Jawa.
Diharapkan, raperda tersebut mampu mendorong pengembangan bahasa dan huruf Jawa berbasis teknologi informasi.
Mantan Ketua MGMP Bahasa Jawa DIY ini juga menambahkan raperda juga diharapkan dapat meningkatkan penyebaran huruf dan bahasa Jawa lebih luas, misalnya penulisan huruf Jawa di setiap sudut wilayah Yogyakarta.
“Raperda ini harus disusun dengan membayangkan bagaimana indahnya jalan Malioboro penuh tulisan jawa di toko-toko dan kampung-kampungnya,” urainya.
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X berharap dialog budaya tersebut dapat berlanjut dengan berdialog bersama seniman-seniman yang lain.
Sultan juga mengatakan, kesenian bisa memasuki generasi muda millennial.
“Tentang proses berbudaya, berkesenian dan bertradisi itu tidak lepas dari pada konteks anak-anak kita dan cucu-cucu kita,” katanya. (TRIBUNJOGJA.COM)