Yogyakarta

Pusat Studi Aksara dan Bahasa Jawa Didorong Bisa Terbentuk di DIY

Keberadaan pusat studi aksara dan bahasa Jawa ini bisa menjadi rujukan materi dan meneguhkan keistimewaan DIY.

Penulis: Agung Ismiyanto | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM / Bramasto Adhy
Warga melintasi aksara Jawa di sekitar Jembatan Layang Jombor, Sleman, Senin (26/2). Penggunaan aksara Jawa dan bahasa Jawa di masyarakat semakin berkurang seiring perkembangan jaman. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pusat studi aksara dan bahasa Jawa didorong bisa terbentuk di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Keberadaan pusat studi aksara dan bahasa Jawa ini bisa menjadi rujukan materi dan meneguhkan keistimewaan DIY.

Hal tersebut disampaikan oleh Pemerhati Sastra Jawa, Setya Amrih Prasojo untuk mendukung penguatan aksara dan bahasa Jawa di DIY.

Menurutnya, predikat orang di luar Yogya, Yogya menjadi pusat studi aksara heterogen dan tidak hanya untuk pusat studi aksara jawa.

“Nanti bisa menjadi pusat studi aksara nusantara dan bisa melingkupi keistimewaan DIY,” ujarnya, Kamis (21/2/2019).

Baca: Tujuh Kata dan Frasa Bahasa Jawa yang Harus Kamu Tahu Sebelum ke Yogyakarta

Menurutnya, jika ada pusat studi aksara dan bahasa Jawa, maka akan memudahkan para pihak untuk tempat rujukan.

Misalnya, jika ada sineas yang akan mengangkat konten kearifan lokal masyarakat Jawa bisa berkonsultasi resmi dan mencari rujukan di DIY.

“Tidak perlu mikir nanti ada sorotan sana-sini karena konsultasi berbeda-beda,” ulas pengajar Bahasa Jawa di SMA 2 Bantul ini.

Dirinya dan para pemerhati bahasa Jawa di DIY pun saat ini mendukung rencana penyusunan Raperda Pelestarian Huruf dan Bahasa Jawa.

Diharapkan, raperda tersebut mampu mendorong pengembangan bahasa dan huruf Jawa berbasis teknologi informasi.

Hanya saja, menurut Amrih, raperda pelestarian huruf dan bahasa jawa harus disusun dengan cara pandang aksara dan bahasa jawa di masa depan.

Salah satunya dengan pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi.

“Apalagi, huruf Jawa sudah diakui dunia internasional, terbukti pada tahun 2009, huruf Jawa sudah masuk unicode internasional,” ujarnya.

Baca: Melihat Kehidupan Mahasiswa Asing di Yogyakarta: Membatik Hingga Belajar Bahasa Jawa

Mantan Ketua MGMP Bahasa Jawa DIY ini juga menambahkan raperda juga diharapkan dapat meningkatkan penyebaran huruf dan bahasa Jawa lebih luas, misalnya penulisan huruf Jawa di setiap sudut wilayah Yogyakarta.

“Raperda ini harus disusun dengan membayangkan bagaimana indahnya jalan Malioboro penuh tulisan jawa di toko-toko dan kampung-kampungnya,” urainya.

Dia berharap pelestarian Huruf dan Bahasa Jawa dapat segera terwujud. Dan menjadi pedoman berbagai pihak terkait, sehingga tidak ada lagi komentar saling menyalahkan atas suatu produk bahasa dan huruf Jawa.

Mulok Wajib

Nurhidayati, pengajar di fakultas bahasa dan seni UNY mengatakan, perlu penegasan kembali mengenai pedoman aksara Jawa yang akan digunakan di lapangan.

Dia pun mengusulkan penyusunan kurikulum bahasa Jawa menjadi muatan lokal yang wajib.

“Misalnya ada Srowedari tata penulisan berbeda sriwedari, perlu pengembangan lebih lanjut ketika membaca naskah lama,” ujarnya.

Baca: Tiap Hari Kamis, Guru dan Siswa SD-SMP di Jombang Wajib Berbahasa Jawa di Sekolah

Dia juga menyebutkan, Pergub DIY melaksanakan mulok wajib bahasa jawa dari SD hingga SMA.

Namun, pelaksanaannya di SMA/SMK, pelaksanaan mulok wajib ini hanya dilaksanakan di kelas 10 saja.

Dia pun setuju untuk menyesuaikan perkembangan zaman perlu pembuatan media pembelajaran selaras dengan perkembangan IT.

Hal ini agar pembelajaran bahasa jawa menyenangkan dan tidak membosankan.

“Dulu pernah tekomdik di tahun 2010 sudah sangat lama, kelemahannya adalah media yang sudah ada kurang penulisan aksara swara. Pengembangan media berbasis bahasa Jawa pun diperlukan,” katanya. (TRIBUNJOGJA.COM)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved