Advertorial
PBTY Telah Usai, Capaian Tertinggi Masuk Wonderful Indonesia
Humas PBTY, Fantoni menjelaskan bahwa selama tujuh hari pelaksanaan animo masyarakat untuk datang sangat tinggi.
Penulis: Kurniatul Hidayah | Editor: Ari Nugroho
Ia mengatakan kedekatannya dengan warga Tionghoa di Yogyakarta sudah dimulai jauh sebelum adanya PBTY, yakni pada 1996 silam.
"PBTY dimulai tahun 2006. Saat itu penyelenggaraan hanya semalam dan stand kuliner hanya ada lima. Lalu saat Pak Haryadi menjadi Wakil Wali Kota Yogyakarta pada 2017, teman-teman (warga Tionghoa) meminta saya jadi ketua. Akhirnya dari sana kami bekerja keras bersama-sama membesarkan PBTY," urainya.
Ia menjelaskan, seluruh panitia yang bekerja dalam PBTY tidak dibayar sepeserpun.
Bahkan mereka berupaya mencari sponsor hingga ada banyak yang terkumpul dan menjadikan perhelatan tersebut semakin besar hingga seluruh Ketandan menjadi tempat berlangsungnya kegiatan PBTY.
"Jalan PBTY tahun ke-11, kami menghadap Sultan (Gubernur DIY) dan PBTY tahun 12-14 diminta sepekan. Itu karena makanan jam 8 sudah habis-habisan artinya banyak pengunjung yang datang," tuturnya.
Ia menambahkan, atas perintah Ngarsa Dalem atau panggilan Sri Sultan Hamengku Buwono X dan warga Tionghoa, dirinya masih didaulat untuk memimpin berlangsungnya PBTY.
Ia pun mrngucapkan banyak terimakasih terhadap seluruh pihak yang telah mendukung menyukseskan PBTY.
"Termasuk Pemkot dan Pemda yang membantu dari segala segi. Ini perhelatan antara pemberdayaan masyarakat baik Tionghoa, Yogya, dan Nusantara lalu kolaborasi Pemerintah Kota dan Provinsi serta pengusaha," ucapnya.
Baca: Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta 2019 Resmi Dibuka
Ana mengatakan, capaian penting lain dalam PBTY adalah masuknya PBTY dalam Wonderful Indonesia yang merupakan promosi wisata berskala Internasional.
"Tahun ini Pemerintah Pusat menyatakan PBTY masuk dalam Wonderful Indonesian. Tahun depan kita diminta presentasi di depan Dubes agar semua lomba yang diselenggarakan masuk ke event internasional. Saatnya mengangkat pariwisata Yogya di mata internasional," tandasnya.
Tak lupa, Ana juga menyampaikan terimakasih dan juga permintaan maaf terhadap warga karena selama berlangsungnya PBTY mengganggu aktivitas perekonomian warga sekitar lokasi, khususnya Ketandan.
"Ketandan tutup tapi kami percaya ini merupakan bukti bahwa masyarakat Tionghoa menjadi bagian dari masyarakat pada umumnya," ujarnya.
Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti menjelaskan bahwa hidup berdampingan dengan berbagai suku dan budaya sudah menjadi fitrah Kota Yogyakarta.
Tidak hanya hidup bersama, tapi seluruh elemen tersebut mampu menunjukkan toleransi yang tinggi sehingga menjaga citra Kota Yogyakarta berhati nyaman.
"Harmoni dan toleransi di Kota Yogyakarta merupakan hal yang tidak perlu diperjuangkan karena itu sudah ada sejak dulu. Maka yang harus dilakukan adalah menjaganya. Pemkot di sini hadir untuk mengawal agar semua bisa berjalan dengan semestinya," ucapnya.
Baca: PBTY XIII Tampilkan Spot Selfie Baru Imlek Light Festival