Penampakan Puncak Gunung Merapi Seusai Luncurkan Awan Panas dan Mengenali Karakteristiknya

Penampakan Puncak Gunung Merapi Seusai Luncurkan Awan Panas Alias Wedhus Gembel

Editor: Iwan Al Khasni
Badan Geologi via BPPTKG Yogyakarta
Kondisi Puncak Gunung Merapi Senin (18/2/2019) pukul 08.48 WIB. Hasil Pengamatan periode 06.00-12.00 WIB, terekam 18 kali gempa guguran dengan durasi 21-71 detik. 

Ada tiga hal yang mempengaruhi besarnya erupsi gunungapi. Pertama, diferensiasi magma dari basa ke asam, kandungan silica (SiO2) dari rendah ke tinggi (>60%).

Magma dengan kandungan silica tinggi cenderung eksplosif. Kedua, laju pertumbuhan kubah lava. Erupsi dengan laju pertumbuhan kubah lava cepat dan volumenya besar, akan
memicu terjadi awan panas yang besar.

Ketiga, kandungan gas di dalam magma. Jika kandungan gas tinggi, akan cenderung eksplosif.

Diferensiasi magma tidak terjadi di Merapi, karena kandungan silica sejak dulu berkisar 52-56 %.

Faktor yang menentukan jenis dan besarnya erupsi adalah laju pertumbuhan kubah lava dan kandungan gas vulkanik. Erupsi tahun 1930/1931yang cukup besar disebabkan oleh
pertumbuhan kubah lava yang cepat dan juga dipicu oleh curah hujan yang tinggi.

Sementara erupsi besar 1872 dan 2010, disebabkan kandungan gas yang sangat tinggi, di samping laju pertumbuhan kubah menjelang puncak erupsi yang sangat cepat mencapai
35 ribu M3 per detik (Pallister, 2010).

Petugas menunjukkan data pada waktu terjadinya awan panas guguran Gunung Merapi pada pukul 08.55 WIB di ruang pemantauan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Kota Yogyakarta, Senin (11/2/2019). Gunung Merapi pada Senin (11/2) pukul 08.55 WIB meluncurkan awan panas guguran dengan durasi 105 detik sejauh 400 meter ke arah sungai Gendol.
Petugas menunjukkan data pada waktu terjadinya awan panas guguran Gunung Merapi pada pukul 08.55 WIB di ruang pemantauan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Kota Yogyakarta, Senin (11/2/2019). Gunung Merapi pada Senin (11/2) pukul 08.55 WIB meluncurkan awan panas guguran dengan durasi 105 detik sejauh 400 meter ke arah sungai Gendol. (Tribun Jogja/ Hasan Sakri)

Gejala awal erupsi saat ini

Berdasarkan data monitoring sebelum erupsi, baik kegempaan, deformasi dan geokimia menunjukkan tidak ada peningkatan yang signifikan.

Dari kegempaan, gempa VT (Volcano Techtonic) < 1 kali/hari, sedangkan gempa frekuensi rendah maupun tremor yang berasosiasi dengan gerakan fluida tidak nampak.

Pengukuran deformasi, tidak ada penggelembungan tubuh gunung, artinya tekanan lemah. Sementara pengukuran emisi gas SO2 ada peningkatan hingga 200-300 ton/hr pada saat
erupsi saja, sedangkan dalam kondisi normal emisi gas SO2 rata-rata < 100 ton/hari.

Mengapa demikian? Secara visual, erupsi 11 Mei dan 21 Mei 2018 nampak besar, karena tinggi kolom letusannya mencapai 5,5 km dan 7 km dari puncak.

Menjelang erupsi, ada getaran yang terasa hingga 10 km dari puncak Merapi, sehingga kesan masyarakat letusannya besar. Benarkah demikian?

Yang menjadi ukuran besarnya suatu erupsi adalah volume material yang dikeluarkan selama erupsi yang dinyatakan dalam skala VEI (Volcano Explosivity Index).

Setelah dipetakan, erupsi 11 Mei dan 21 Mei 2018 masing-masing menghasilkan material piroklastik sebesar 30.000 M3 dan 40.000 M3. Artinya ukuran besar erupsinya dalam
skala VEI 1, di mana volume material yang dikeluarkan antara 10 ribu – 1 juta M3.

Bandingkan dengan erupsi 2010 dengan VEI 4, produk material yang dikeluarkan mencapai > 100 juta M3. Erupsi dengan skala VEI 1 hanya mengakibatkan deformasi < 3 mm di
puncak.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved