Bisnis

Tiket Pesawat Dianggap Mahal? Ternyata Ini yang Terjadi

Besarnya market share kedua maskapai ini memberikan dampak besar ke dunia penerbangan Tanah Air, atas kebijakan yang diambil.

Editor: Ari Nugroho
travelandleisure.com
ilustrasi 

"Lion Air Grup selain memainkan dynamic pricing, juga memainkan bagasi berbayar. Itu yang jadi runyam, jadi seolah-olah masyarakat kena dua "rudal", rudal tarif dan rudal bagasi. Jadi rame karena beban masyarakat ada dua," bebernya.

Menurutnya, manajemen maskapai penerbangan mengambil keputusan itu karena karena alasan keuangan.

Sebab, sejak dua sampai tiga tahun terakhir kinerja mereka terbilang buruk.

Baca: AirAsia Tetap Berikan Layanan Bagasi Gratis bagi Penerbangan Domestik

Salah satu cara memperbaikinya ialah menerapkan pola dynamic pricing tersebut.

"Memang rapot keuangan maskapai itu jeblok. Supaya bisnis maskapai ini tidak perang harga, jadi mempertahankan bisnis secara sustainable," tambahnya.

Besarnya market share kedua maskapai ini memberikan dampak besar ke dunia penerbangan Tanah Air, atas kebijakan yang diambil.

Hingga akhirnya polemik soal tarif atau harfa tiket masih hangat dibicarakan.

"Lion Air Group menguasai 55 persen market share di Indonesia. Garuda Indonesia market share-nya 40 persen. Jadi hampir 95 persen naik. Jadi kesannya seperti janjian naik, itu berdampak kepada masyarakat," lanjutnya.

"Pilihannya tinggal maskapai kecil-kecil, seperti AirAsia, XpressAir, TriganaAir, dan lainnya," sebut dia.(TRIBUNJOGJA.COM)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Gaduh Tiket Pesawat Mahal, Ternyata Maskapai Terapkan "Dynamic Pricing""
Penulis : Murti Ali Lingga
Editor : Bambang Priyo Jatmiko

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved