Sore Ini Panitia Mulai Tata Karya Lukis Babad Diponegoro
Mulai Senin (28/1/2019) sore ini, panitia pameran Gambar Babad Diponegoro akan mendisplai karya-karya para seniman yang sudah mulai terkumpul
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Mona Kriesdinar
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Mulai Senin (28/1/2019) sore ini, panitia pameran Gambar Babad Diponegoro akan mendisplai karya-karya para seniman yang sudah mulai terkumpul. Karya akan ditata di Jogja Gallery, Pekapalan Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta.
Info disampaikan seorang anggota tim teknis pameran Sastra Rupa Gambar Babad Diponegoro, Daru Artono, Senin (28/1/2019) pagi ini. “Sudah lima puluh persen karya masuk,” kata Daru kepada Tribunjogja.com.

Sejauh ini menurut Daru belum ditemukan kendala atau masalah berarti terkait pelaksanaan pameran pertama lukisan sejarah khusus kisah Pangeran Diponegoro ini. Pembukaan akan digelar Jumat malam, 1 Februari 2019.
Pengabdian Terakhir, Lukisan Babad Diponegoro Karya Gus Black yang Wah dan Sarat Makna
Sebanyak 50 karya lukis dari total 51 pelukis/perupa aneka aliran, akan dipamerkan di Jogja Gallery pada 1-24 Februari 2019. Semua lukisan berkisah tentang kehidupan Pangeran Diponegoro.
Inilah Enam Tantangan Galuh Tajimalela Melukis Gambar Babad Diponegoro
Kuratornya Dr Mikke Susanto (ISI) dan Dr Sri Margana (FIB UGM). Menurut Mikke pameran ini monumental karena untuk pertama kali dipamerkan karya-karya lukis yang khusus bercerita tentang perjalanan hidup Pangeran Diponegoro sejak kecil hingga ditipu di Magelang.

Deskripsi adegan bersumber Babad Diponegoro, yang ditulis sendiri oleh Pangeran Diponegoro. Babad Diponegoro yang ditulis selama pengasingan Dipoengoro di Manado hingga Makassar.
Mikke menyebutkan semua karya lukis yang dipamerkan dari 51 pelukis Indonesia ini memiliki kehebatan masing-masing. Karya-karya itu juga memiliki ciri khas, pesan, makna, dan simbol-simbol sesuai kehendak pelukisnya.
“Meski semua bersandarkan pada teks Babad Diponegoro. Kita ingin para pelukisnya disiplin pada naskah penting yang dikerjakan sendiri oleh Diponegoro,” kata pengajar di ISI yang menyelesaikan master dan doktornya di UGM ini.

“Ini kisah nyata yang dituangkan dalam lukisan,” lanjut Mikke, sembari menjelaskan sekurangnya tiga catatan penting terkait proses penciptaan karya. Pertama, kurator dan para seniman yang terlibat dibebaskan untuk memvisualisasikan wajah Diponegoro.
“Tidak ada dokumen foto wajah Diponegoro yang pernah diketahui. Adanya sketsa wajah karya AJ Bik yang dibuat saat Diponegoro transit di Staadhuis, Batavia pada April 1830, sesudah ditangkap. Sketsa itu menurut Mikke berdasar riset Peter Carey, tidak mencerminkan wajah Diponegoro yang sebenarnya.
“Saat disketsa itu Diponegoro sedang sakit malaria, sehingga wajahnya terlihat kurus, pipi cekung dengan tulang pipinya menonjol,” katanya. Karena memang tidak ada foto yang bisa menunjukkan wajah sahih sang pangeran, soal visualisasi wajah para pelukis diberi keleluasan berimajinasi.
Kedua, soal penampilan sosok, kurator pameran memberi kebebasan kepada para pelukis. Heterogenitas penggambaran akan menjadi ciri dari semua karya lukis yang dipamerkan. “Selama ini, penampilan sosok Diponegoro terkesan homogen. Orba ikut andil,” kata Mikke.

Secara umum, di benak masyarakat, Pangeran Diponegoro digambarkan sosok gagah, menunggang kuda dan mengenakan jubah yang berkibar-kibar. “Nanti kita akan lihat Diponegoro dalam penampilan lain, sebagai kanak-kanak, semasa pemuda, dan dia bangsawan Jawa,” lanjutnya.
Visualisasi sosok yang bermacam-macam (heterogen) ini menjadi catatan ketiga dari sang kurator, dan diharapkan bisa memunculkan sisi-sisi manusiawi Pangeran Diponegoro, sebagai manusia Jawa. Masyarakat diharapkan juga bisa mendapat pengetahuan baru tentang sisi lain pahlawan nasional ini.
Mikke memberi bocoran, salah satu karya lukis mungkin akan memicu kehebohan karena visualisasi yang ditampilkan berdasarkan imajinasi sosok oleh sang pelukis. Menurut Mikke, karya ini menampilkan gaya dekonstruksi simbolik.(Tribunjogja.com/xna)