TKW Dibunuh di Singapura karena Menolak jadi Istri Simpanan Pria Bangladesh
Misteri kematian pekerja migran atau tenaga kerja wanita (TKW) di Singapura akhirnya terkuak. Ternyata, Nurhidayati menolak dijadikan wanita simpanan
Enggan Lapor Polisi
Mendengar pengaduan putrinya, Warsem meminta Nurhidayati melapor ke polisi, tetapi Nurhidayati menolak.
"Dia enggak mau berurusan dengan polisi, takut dipecat majikannya. Soalnya dia sayang sama majikannya. Gajinya pun bagus," jelas Warsem.
Saat Warsem mengusulkan menghilang dari Salim dan pindah kerja saja di Hongkong, Nurhidayati pun menolak.
"Katanya, di Hongkong majikan pada kepo (ingin tahu urusan orang), pasang CCTV di mana-mana. Kalau di Singapura, majikan enggak pada kepo, enggak banyak masang CCTV. Yang penting pekerjaan beres," tutur Warsem.
Dubes Korea Utara Membelot, Minta Suaka Politik ke Negara Barat
Diberitakan sebelumnya, salah seorang karyawan hotel tempat Salim dan Nurhidayati mengambil kamar di sana mengatakan, pasangan ini memesan kamar untuk tiga jam. Lalu menambah sewa lima jam lagi.
Setelah 10 jam tidak juga check out, petugas hotel memeriksa kamar nomor 81, dan melihat Nurhidayati sudah meninggal.
Menurut Warsem, Nurhidayati menemui Salim untuk membayar utang, tidak untuk menginap. Hal itu disampaikan Nurhidayati kepada Warsem lewat telepon pada Minggu pagi.
"Jadi ceritanya, anak saya utang Rp 10 juta sama Salim. Sudah dibayar Rp 5 juta. Waktu ke hotel itu, anak saya janjian ketemuan di sana untuk melunasi sisa utangnya yang masih Rp 5 juta lagi," papar Warsem.
Setelah melunasi utangnya, Nurhidayati mau menegaskan berakhirnya hubungan mereka. Salim diminta tak lagi menemui Nurhidayati.
"Rencananya memang tanggal 15 Januari ini Nurhidayati pulang karena kontrak kerjanya berakhir," ujar Warsem.
Periang dan Tulang Punggung Keluarga
Nurhidayati bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Singapura sejak 2012. Korban adalah anak ketiga dari lima bersaudara.
"Nama Wartono Surata di belakang nama anak saya itu, nama bapak angkatnya. Bukan nama bapak kandung atau bapak sambung (tiri)," ungkap Warsem.
"Dia anak yang periang, centil, dan cerewet. Menyenangkan. Kawan curhatnya ya cuma sama saya. Apalagi setelah dia bercerai. Dia sempat bilang enggak mau buru-buru nikah lagi. Mau membesarkan anak dulu sampai lulus kuliah," kata Warsem.
Muradi dan Warsem mengakui, Nurhidayati menjadi tulang punggung ekonomi keluarga mereka.