Kota Yogya
PHRI DIY Usulkan Moratorium Hotel untuk Bintang 3 ke Bawah
Menurut PHRI, moratorium perlu diteruskan untuk hotel bintang 3 ke bawah serta hotel non-bintang.
Penulis: Kurniatul Hidayah | Editor: Gaya Lufityanti
Laporan Reporter Tribun Jogja, Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Menjelang berakhirnya moratorium hotel pada 31 Desember 2018 mendatang, PHRI angkat suara untuk memberikan usulan terkait kebijakan lanjutan tentang moratorium tersebut.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY, Istidjab Danunagoro menjelaskan bahwa moratorium perlu diteruskan untuk hotel bintang 3 ke bawah serta hotel non-bintang.
Sementara pembangunan hotel bintang 4 dan 5 ke atas, dinilainya perlu untuk dilanjutkan.
Baca: 13 Langkah Flawless Make Up Look Flormar, Lengkap dengan Video Tutorial
"Hotel bintang tiga ke bawah ini kan perusahaan kecil. Tingkat huniannya rendah. Kalau kebanyakan hotel bintang 3 ke bawah nanti, nasibnya akan tambah parah," bebernya pada Tribunjogja.com, Rabu (19/12/2018).
Sementara itu, Istidjab menilai perlu agar hotel-hotel bintang 4 dan 5 yang lain dibangun di Kota Yogyakarta.
Alasannya adalah karena mereka memiliki modal yang besar dan nantinya bisa balik modal.
"Mereka punya beragam upaya untuk menarik customer untuk menginap di sana," ujarnya.
Ia pun menjelaskan, dengan adanya bandara baru ini, okupansi hotel di Kota Yogyakarta tidak kurang dalam menampung wisatawan yang ingin tinggal di kota.
Ia meminta dukungan dari pemerintah agar tingkat hunian hotel pada saat bandara baru beroperasi bisa tinggi.
"Ya usulan kami, kalau Pak Wali ingin membuka moratorium maka diperuntukkan bagi hotel bintang 3 ke bawah," bebernya.
Kabid Pelayanan Dinas Penanaman Modal dan Perizinan (DPMP) Kota Yogyakarta, Setiyana menuturkan bahwa sebelum moratorium diberlakukan pada tahun lalu, terdapat 104 hotel yang telah mengajukan izin.
Baca: Moratorium Hotel di Kota Yogya Diperpanjang Satu Tahun
Hingga saat ini tercatat 88 hotel telah disetujui sementara 16 hotel lainnya masih berproses.
"Untuk 88 hotel ini IMB sudah keluar. Ada yang sudah dibangun, ada yang dalam prosea membangun, ada yang belum membangun, dan ada yang izinnya dicabut," tuturnya.
Pencabutan izin tersebut, dijelaskan Setiyana dikarenakan pihak hotel telah melampaui batas waktu yang telah ditetapkan.
"Sejak IMB dikeluarkan, ada batas maksimal 6 bulan untuk segera dilakukan pembangunan. Itu bisa diperpanjang dua kali. Sementara yang izinnya dicabut, yang hingga 1,5 tahun tidak melakukan pembangunan," bebernya.
Selanjutnya, terkait nasib 16 hotel dalam daftar tunggu yang belum mengantongi IMB, ia menjelaskan bahwa tidak semuanya aktif melakukan perbaikan syarat untuk bisa mendapatkan IMB.
Sebagian besar justru stagnan dan menyisakan 4 hotel yang terus menuju tahap akhir.
Baca: Kelanjutan Moratorium Pembangunan Hotel di Kota Yogya Belum Diputuskan
"Ada yang syarat sudah dipenuhi, ada yang diproses, ada yang stagnan nggak melanjutkan, ada yang bermasalah karena yang punya sudah meninggal dan ada yang mencabut," bebernya.
Sebelumnya, Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi menjelaskan bahwa pihaknya sudah melakukan diskusi bersama PHRI dan juga pelaku usaha yang lain terkait moratorium dan juga membangun iklim usaha menyongsong beroperasinya New Yogyakarta International Airport (NYIA) tahun 2019.
"Kebijakan apa yang bisa diambil agar pelaku usaha bisa mengambil keuntungan dan jadi pemain utama. Karena selama ini kita tergantung penerbangan Bali dan Jakarta. Nanti penerbangan dari luar langsung ke sini, maka kita harus punya sikap agar Yogya menjadi magnet utama yang ada di Jawa," ujarnya.
Ia mengatakan bahwa saat ini pihaknya sedang mengupayakan agar Yogyakarta sebagai gerbang wisata di Jawa tahun 2019 dapat terwujud.
"Termasuk moratorium, untung ruginya harus dikaji, dan didiskusikan. Saat ini juga banyak beredar penginapan tidak berizin tapi sudah ikut sistem online, ada hotel ada homestay. Ini didiskusikan," bebernya.(*)