Cerita Sebenarnya Dibalik Foto Viral Nisan Salib Dipotong Saat Pemakaman
Menanggapi vitalnya foto tersebut, tokoh masyarakat setempat, Bedjo Mulyono menampik jika warganya dituduh intoleran
Penulis: Christi Mahatma Wardhani | Editor: Ikrob Didik Irawan
Laporan Reporter Tribun Jogja Christi Mahatma Wardhani
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Foto prosesi pemakaman Albertus Slamet Suagiardi, warga Purbayan KG VI No 1164 RT 53 RW 13, Kotagede, Yogyakarta mendadak viral.
Dalam foto tersebut, salib yang hendak ditancapkan di pusara Slamet dipotong.
Menanggapi vitalnya foto tersebut, tokoh masyarakat setempat, Bedjo Mulyono menampik jika warganya dituduh intoleran.
Ia mengungkapkan warga di Purbayan sangat toleran, bahkan warga juga membantu prosesi penguburan jenazah Slamet.
Terkait dengan pemotongan salib tersebut, hal tersebut sudah menjadi kesepakatan antara masyarakat dan keluarga.
Istri Slamet, Maria Sutris Winarni bahkan telah membuat surat pernyataan bahwa dirinya tak keberatan.
"Jadi begini, di sini memang kampung muslim, makam yang digunakan juga makam muslim. Di kampung hanya ada 3 yang non muslim. Viralnya foto pemakaman itu mengarah kalau kami intoleran. Itu tidak benar, kami sangat toleran. Kami bantu prosesinya, kegiatan warga pun kami sama-sama," ungkapnya saat ditemui di kampungnya Selasa (18/12/2018).
"Untuk pemakaman, kami perbolehkan. Atas kesepakatan antara keluarga, pengurus makam, tokoh masyarakat, dan pengurus gereja. Istrinya sudah membuat pernyataan kalau tidak mempermasalahkan hal tersebut," sambungnya.
Dalam surat pernyataan tersebut, Winarni menyatakan bahwa dirinya iklas dan tidak mempermasalahkan pemotongan papan nama almarhum (salib).
Surat peryataan tersebut ditandai oleh Warni dia atas materai, yang juga tandatanhi oleh tokoh masyarakat, pengurus RT dan RW.
"Dalam kesepakatan itu, boleh dimakamkan asalkan makamnya berada di pinggir dan tidak ada tanda Nasrani. Sudah ditanda tangani. Jadi ya tidak masalah sebenarnya,karena memang sudah kesepakatan," lanjutnya.
Sementara itu, Ketua RW 13 Purbayan, Slamet Riyadi mengatakan kesepakan tersebut dibuat agar tidak terjadi gejolak di masyarakat.