Liputan Khusus Awul awul di Sekaten
Ekonom UGM: Awul-awul adalah Ancaman Nyata Industri Garmen
Regulasi yang dikeluarkan pemerintah sebenarnya sudah sangat tepat, tinggal bagaimana memberikan kepastian hukum.
Penulis: ang | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Peraturan Menteri Perdagangan No. 51/M-DAG/PER/7/2015 menurut Ekonom UGM Dr Revrisond Baswir, merupakan satu bentuk regulasi untuk mengendalikan masuknya pakaian bekas impor masuk ke pasar dalam negeri.
Keberadaan pakaian bekas sering dipandang sebelah mata, namun punya dampak besar bagi pasar garmen dalam negeri.
"Awul-awul sering dikaitkan dengan ekonomi bawah dan kemiskinan. Karena harganya yang murah, sehingga mudah dijangkau masyarakat dengan strata ekonomi bawah untuk melengkapi kebutuhan primer berupa sandang," katanya kepada Tribun Jogja.
Meskipun, pada kenyataannya bukan hanya masyarakat ekonomi bawah yang membeli, namun kalangan yang mampu membeli baju baru berharga mahal pun ada yang mencari awul-awul.
Baca: Pakaian Awul-awul Dianggap Tidak Penuhi Hak Konsumen
Menurutnya, sah-sah saja jika melihat hak konsumen dan keinginan pasar.
Apalagi, bisnis ini banyak mendatangkan keuntungan bagi pedagang, sehingga meskipun sudah ada larangan impor, barang tetap ada di pasaran, entah bagaimana caranya.
"Namun perlu diperhatikan juga, keberadaan pakaian bekas impor juga menjadi wajah ekonomi negara. Saat ini, negara pengimpor awul-awul rata-rata merupakan negara dengan tingkat kemiskinannya tinggi," lanjutnya.
Dimana penghasilan masyarakatnya sangat rendah.
"Sementara, Indonesia sudah masuk daftar 7 negara dengan tingkat ekonomi terbesar, sehingga sangat tak perlu kita mengimpor garmen bekas. Apalagi yang dipertaruhkan harga diri bangsa," ujarnya.
Regulasi yang dikeluarkan pemerintah sebenarnya sudah sangat tepat, tinggal bagaimana memberikan kepastian hukum.
Artinya, ada penegakan hukum tegas untuk menindaklanjuti peraturan ini.
Selain itu, keberadaan impor garmen bekas hingga dijual bebas di pasar Indonesia bisa menjadi ancaman yang nyata untuk perkembangan industri garmen dalam negeri yang notabene merupakan negara pengekspor garmen.
"Masih adanya pembelian garmen bekas, berarti secara tidak langsung kita menenggelamkan industri dalam negeri sedikit demi sedikit," katanya.
Imbasnya panjang, dengan melemahnya industri garmen dalam negeri, maka berapa banyak masyarakat yang kehilangan mata pencahariannya.
Ini berarti juga mengancam pertumbuhan ekonomi negara. (TRIBUNJOGJA.COM)