Kulonprogo
Hilir Mudik Angkutan Tanah Uruk Proyek NYIA Diprotes Warga
Hilir mudik truk pengangkut bahan tambang itu telah merusak jalan hingga membahayakan pengguna kendaraan yang melintas.
Penulis: Singgih Wahyu Nugraha | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM, KULONPROGO - Aktivitas penambangan tanah uruk untuk pembangunan New Yogyakarta Internasional Airport (NYIA) di Temon diprotes warga Kokap.
Mereka merasa terganggu oleh dampak lingkungan dari kegiatan pengangkutan bahan tambang tersebut melewati wilayahnya.
Baca: Seratusan Liang Makam Terdampak NYIA Belum Direlokasi
Warga lalu menggelar aksi dengan berorasi di simpang empat Pasar Pripih, Desa Hargomulyo, Kokap, Senin (1/9/2018) dan diikuti sekitar 150 orang.
Mereka berasal dari beberapa desa yang dilewati armada angkutan tambang tanah uruk dan bebatuan seperti Karangwuluh dan Janten (Kecamatan Temon) serta Hargomulyo.
Warga membentangkan beberapa poster yang berisi pesan bahwa warga terganggu kenyamanan dan kesehatannya akibat hilir mudik angkutan tambang tanah uruk dan batu itu.
Beberapa warga di sekitar jalan yang dilalui armada tambang juga mengalami iritasi mata.
Juga, hilir mudik truk pengangkut bahan tambang itu telah merusak jalan hingga membahayakan pengguna kendaraan yang melintas.
Dalam aksi itu warga juga menghentikan paksa laju beberapa truk tambang yang hendak melintas di persimpangan tersebut hingga selesainya aksi.
"Kami tidak nyaman karena terpapar debu dari jalanan yang dilewati armada tambang. Repot sekali mau keluar rumah jadinya. Belum lagi di jalan sekarang banyak lubang dan sudah berulang kali kejadian pengendara terperosok," kata seorang warga, Harintoko pada Tribunjogja.com.
Kondisi itu menurutnya sudah sebulan belakangan terjadi setelah beroperasinya kegiatan penambangan tanah uruk di wilayah Tlogolelo, Grindang dan Kadigunung (Hargomulyo, serta Kalirejo untuk penambangan batu.
Beberapa perusahaan yang mengoprasikan tambang tersebut antara lain PT Tirto Mulyo Sarana, PT MMA dan PT Temon Sarana Perkasa.
Pihaknya berharap ada kompensasi yang diberikan pihak perusahaan penambang kepada warga terdampak itu.
Dengan banyaknya armada yang melintas, rumah warga menjadi lebih kotor dan kesehatannya terganggu.
“Kami berharap ada penertiban dan pembenahan armada angkut yang melintas supaya hidup warga lebih nyaman," jelas Harintoko.
Warga lainnya, Sunarno meminta agar aktivitas tambang dilakukan setelah semua pelajar masuk sekolah.
Jam operasional juga perlu dibatasi maksimal hanya pukul 17.00 dan tidak ada lembur.
Selain itu, intensitas penyiraman jalan perlu ditambah.
“Truk perlu menutup material tambang yang diangkutnya supaya tidak tercecer di jalan,"pintanya.
Dalam mediasi yang dilakukan di Balai Desa Hargomulyo. warga dan pihak perusahaan penambang menyepakati adanya pemberian dana kompensasi bagi warga terdampak hilir mudik angkutan tersebut.
Hanya saja, nilainya belum ditentukan dan akan dibahas pada pertemuan terpisah, Senin malam.
Mereka digabungkan dalam wadah organisasi untuk pengelolaan kompensasi tersebut.
Ketua paguyuban penambang Binangun Sejahtera yang menaungi perusahaan penambang di daerah itu,
Bambang Ratmoko mengakui pihaknya menambang tanah uruk untuk keperluan proyek pembangunan NYIA.
Menurutnya, permasalahan yang disuarakan warga secara esensial sudah tercakup dalam dokumen UKL/UPL (Upaya Kelola Lingkungan hidup/Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup) aktivitas penambangan tersebut.
Baca: April 2019, Seluruh Penerbangan Internasional Dialihkan ke NYIA
Di antaranya terkait penyiraman jalan sudah dilakukan meski belum terkoordinasikan dengan baik.
Demikian juga kendaraan pengangkut diarahkan menggunakan jalur Tapen, Hargomulyo sedangkan kendaraan kosong melewati Mlangseng-Pripih.
"Sebetulmnya yang lewat tidak hanya galian tanah uruk saja tapi juga angkutan tambang batu. Kami dan warga sudah bersepakat berharmonisasi bersama karena ini untuk kepentingan proyek nasional," kata dia.(*)