Bermula dari Tungku Cicilan, Kini Kalola Pottery Bisa Kirim Cangkir ke Eropa dan Timur Tengah
Fransisca Puspitasari atau Kika yakin dan nekat membuat Kaloka Pottery bermodal ide dan kreativitas.
Penulis: Fatimah Artayu Fitrazana | Editor: Iwan Al Khasni
Dia juga menawarkan produknya ke hotel-hotel dan media sosial.
"Mau bikin website tapi ora duwe duit, jadi pakai Instagram saja," ungkapnya.
Penggunaan Istagram dan memaksimalkan tagar, menjadi pintu para pelanggan mulai melirik Kaloka.
Lama-kelamaan mulai banyak pemesan dan mereka juga mengunggah produk-produk Kaloka ke media sosial.
Setelah itu, Kika menghadapi masalah baru, yaitu sulitnya menemukan pengrajin yang mau bergabung dengan Kaloka.
"Karena saat itu Kaloka merek baru, pengrajin sulit diajak ikut. Kami memiliki standar ukuran yang berbeda, sedangkan perajin punya pandangan yang berbeda soal karya," katanya.
Kini, Kaloka Pottery telah memiliki sembilan orang yang berada di studio dan 10 perajin.
Semua produk keramik di sini dibuat menggunakan tangan atau handmade.
Kaloka memiliki beberpa tema produk yang unik, misalnya edisi anomali dan petal.
"Anomali tercipta karena gagal bakar lima kali, di mana hasilnya agak keriting. Jadi tidak sengaja," aku Kika, sang pemilik saat menemukan edisi anomali.
Sedangkan edisi petal merupakan perpaduan keramik dan goresan kuas.
"Kami melakukan cukup banyak uji coba dan akhirnya menemukan goresan dan warna yang sesuai," ungkapnya.
Dengan harga produk mulai dari Rp70 ribu hingga Rp135 ribu, Kika mengaku pembeli Kaloka Pottery tak hanya datang dari Indonesia saja.
"Pembelinya pernah ada dari Eropa, Australia, kami juga pernah mengirim ke Timur Tengah," jelasnya.
Kika menyampaikan, untuk proses penemuan ide desain produk Kaloka biasanya mengamati tren yang telah disesuaikan dengan kekhasan Kaloka Pottery.
"Desain dari saya, tapi perkembangannya kita diskusikan dengan tim," ujarnya. (Tribun Jogja/ Fatimah Artayu Fitrazana)