Bantul

Dusun Glondong Bantul Gelar Merti Dusun Wiwit Srawung

Upacara ini juga sengaja dilakukan sebagai simbol dimulainya kembali kehidupan warga Padukuhan Glondong yang guyup dan rukun.

Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Ahmad Syarifudin
Masyarakat padukuhan Glondong,Panggungharjo, Sewon, Bantul menggelar Merti dusun Wiwit Srawung, Sabtu (15/9/2018). 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ahmad Syarifudin

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL- Padukuhan Glondong, Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul menggelar upacara adat merti dusun bertema Wiwit Srawung, Sabtu (15/9/2018) sore.

Upacara ini digelar sebagai upaya dari warga masyarakat untuk menghidupkan budaya dan tidak melupakan jati dirinya sebagai anak keturunan petani.

Baca: Masuki Masa Pensiun, Lelang Jabatan Sekda Bantul Akan Segera Dibuka

Lebih dari itu, upacara ini juga sengaja dilakukan sebagai simbol dimulainya kembali kehidupan warga Padukuhan Glondong yang guyup dan rukun.

Koordinator seksi acara, Setowijaya mengatakan, rencana tata ruang dan tata wilayah Padukuhan Glondong dari zaman dahulu adalah hijau.

Namun lambat laun, akibat masifnya pembangunan, Padukuhan Glondong berubah menjadi kuning sebagai kawasan padat pemukiman.

Alhasil, masyarakat Padukuhan Glondong yang awalnya agraris komunal, saat ini perlahan-lahan mulai berubah bahkan cenderung individual.

"Upacara ini sebagai simbol supaya kita tidak kehilangan jati dirinya sebagai anak cucu petani. Kita mulai lagi menjadi masyarakat yang srawung, guyup dan rukun," kata Setowijaya, ditemui Tribunjogja.com di lokasi, Sabtu (15/9/2018).

Upacara Budaya Wiwit Srawung ini diikuti oleh segenap masyarakat padukuhan Glondong.

Terdiri dari delapan Rukun Tetangga (RT).

Menariknya, masing-masing RT ini menampilkan macam-macam kreasi yang berbeda-beda.

Baca: Seleksi CPNS 2018 Kabupaten Bantul, Tenaga Guru Jadi Formasi Terbanyak 

Mereka berjalan berbaris mengelilingi jalanan kampung sambil membawa delapan gunungan hasil bumi.

Start dimulai dari Lapangan Pranjak dan berakhir di sumur miring, sebelah barat kampus Institut Seni Indonesia.

"Selain gunungan, masing-masing RT juga membawa 100 nasi Wiwit dengan harga sama dan lauk yang sama. Nasi Wiwit ini akan dimakan secara bersama-sama sebagai simbol srawung dan guyup rukun warga," jelas Setowijaya. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved