EKSKLUSIF THE LOST GANESHA
Menilik Bekas-bekas Kampung Gepolo Prambanan, Lokasi Temuan 'The Lost Ganesha' Raksasa
Rumah-rumahnya beratap rumbia atau alang-alang, lantai tanah, kerangka kayu, dan berdinding anyaman bilah bambu
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Muhammad Fatoni
Saat ini di selatan situs arca Agastya yang berpagar, terdapat sumur dan kamar mandi. Sumur itu berair jernih dan melimpah tak pernah kering di musim kemarau.
Menurut Ngatijo, pamong desa Sambirejo, sumur itu sudah cukup lama.
Ia tak ingat lagi sejak kapan sumur itu ada atau dibuat.
"Nah, di selatan sumur itulah memanjang ke barat hingga timur batas area tanah bergerak. Lapisan tanah cukup tebal di area itu merosot ke selatan ke arah tebing," kata Ngatijo.
Baca: Komunitas Bebersih di Lokasi The Lost Ganesha Sambirejo
Baca: Penuturan Saksi Hidup Terjungkalnya Arca Ganesha ke Jurang Setengah Abad Lalu
Sebelah barat, selatan dan timur arca besar itu dulunya menurut Ngatijo berdiri rumah-rumah penduduk.
Entah sejak kapan warga menghuni perkampungan itu, namun menurut Wakijo, penduduk RT 6 Gunungsari, Kampung Gepolo itu subur dan berlimpah air.
"Beliknya (mata air) banyak. Lebih dari tiga saat saya kanak-kanak dulu. Ada yang di sebelah utara arca Gupolo itu, tapi sudah mati tertimbun longsor," kata Wakijo yang saat bencana terjadi berusia 4 tahun.
Menelusuri kembali petaka mengerikan tanah bergerak di Kampung Gepolo, masih cukup jelas terlihat jejak-jejaknya.
Sekitar 20 meter di selatan sumur Situs Agastya, berbatas rumpun bambu di kiri kanannya, kontur tanah dari dataran tiba-tiba jadi curam atau cekung (ledokan).

Begitu seterusnya ke arah selatan hingga bibir tebing (bambing). Kontur tanah semakin curam dengan kemiringan cukup ekstrem.
Meski demikian sesudah peristiwa 1955, terlihat ada aktifitas penduduk dengan membuat terasering.
Bahkan di tengah-tengah lerengan terlihat ada sisa-sisa tembok atau semacam pagar.
"Oh, itu dulunya warga bikin bak penampungan air. Tapi sumur belik di sebelah utaranya malah runtuh dan kering," jelas Wakijo.
"Dibangun jauh sesudah peristiwa tahun 1955," imbuhnya.
"Kalau bekas perkampungan ya sudah tak ada blas, karena material bangunan dulu kan hanya kayu dan atap alang-alang," lanjut Wakijo yang rumahnya kini bersebelahan dengan penggergajian batu alam di pintu masuk Situs Gupolo.