Yogyakarta
Aliansi Kicau Mania Tolak Permen 20 Tahun 2018
Menurut Ipan, kementerian seharusnya melakukan sampling ke hutan sebelum menetapkan peraturan.
Penulis: Siti Umaiyah | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN – Ribuan orang yang tergabung dalam Aliansi Kicau Mania Yogyakarta mendatangi Kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta guna menolak Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 20 Tahun 2018 tentang satwa dilindungi, Selasa (14/8/2018)
Aliansi Kicau Mania sendiri merupakan gabungan dari penangkar, anggota komunitas, pedagang, juri serta pengurus burung yang tersebar di kecamatan besar di kota besar.
Ipan Pranashakti selaku penanggungjawab massa aksi, sekaligus penangkar menyampaikan jika Permen yang diberlakukan sejak 11 Juni 2018 tersebut sangatlah meresahkan dan merugikan bagi para pecinta burung.
Pasalnya, Kementerian saat merumuskan satwa yang dilindungi dirasa sangatlah tematis.
"Sebenarnya kondisinya Permen itu muncul karena adanya kajian dari LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Kami tidak tahu kenapa tiba-tiba yang jadi satwa dilindungi di Permen 20/2018 masuklah burung Murai Batu. Padahal Murai Batu dari sisi jumlah hewan yang hidup terlepas populasi alamnya, itu jauh lebih banyak dan tersedia dibandingkan semisal Anis Merah. Saya kira sebenarnya dalam kajian LIPI yang ada mungkin kajiannya hanya ke Murai Batu,” katanya.
Baca: Permen Nomor 20 Tahun 2018 Dianggap Rugikan Pecinta Burung
Dia menyayangkan, burung Anis Merah yang dianggap populasinya lebih sedikit malah tidak diundangkan.
“Seharusnya kajian yang ada seluruh hewan yang endemik yang ada di Indonesia. Harus dihitung secara total dari tahun ke tahun dan kondisi yang ada dipemukiman manusia. Herannya yang namanya Anis Merah itu malah tidak diundangkan. Sekarang coba kita lihat kondisinya dari tahun ke tahun. Disini coba cek Anis Merah gak ada 1000, Murai Batu saya jamin ada lebih dari 10 ribu," terangnya Ipan yang juga merupakan Ketua Pasar Burung Online yang membawahi 98 ribu member di Joga-Jateng
Menurut Ipan, kementerian seharusnya melakukan sampling ke hutan sebelum menetapkan peraturan.
"Kalau mau menetapkan undang-undang itu ya harus duduk di hutan, bukan sekedar sampling ke penduduk dan tanya ada berapa. Seperti kita teliti orang hutan, melihatnya juga harus ke hutan. Kalau ini kan sifatnya mungkin tematis, gak objektif," terangnya.
Dia menilai, adanya Permen tersebut akan mengganggu siklus ekonomi yang ada di masyarakat, baik dari penangkar, pembuat sangkar, maupun penjual dan budidaya pakan Murai Batu.
Setidaknya di Yogyakarta sendiri terdapat lebih dari 500 penangkar Murai Batu.
Baca: Imbas Permen No 20 Tahun 2018, Penjual Pakan Burung di Bantul Takut Dagangannya Ikut Tak Laku
“Artinya ketika Permen itu muncul membuat siklus ekonomi terhambat, justru Murai Batu ditangkar banyak orang nilai ekonomi tinggi. Sekarang itu Burung yang banyak diminati dilomba ya Murai Batu ini. Jumlah penangkar Murai Batu jauh melebihi Jarak Suren, Anis Merah, Cucakrowo. Yang kita persoalkan kenapa Murai Batu, bukan burung yang lain,” terangnya.
Ipan menilai, selama ini para penangkar sudah berusaha keras untuk mengembangkan Murai Batu sebanyak mungkin tanpa bantuan pemerintah.
Dia menyangkan ketika Permen tersebut diberlakukan akan membuat ratusan ribu orang di Indonesia yang menggantungkan penghasilan lewat Murai Batu akan terhambat.
“Kita diminta melestarikan Murai Batu, sedangkan para pelestari dibebani sistem-sistem birokrasi yang mengejutkan banyak orang, Sedangkan penjarah tidak pernah ditangkap. Kita diminta mengembalikan ke alam. Ya seperti ember, bocor banyak tempat kami suruh ngisi air terus. Bocornya tidak ditambal-tambal,” terangnya.
Dia juga mempersoalkan mengenai sistem yang dirasa bisa membebani baik dari penangkar maupun pembeli Murai Batu.
“Kita harus melakukan ijin, ketika ijin memang gratis tapi ketika ketika mengurus ijin harus berbadan hukum harus CV, dan CV nya bayar. Sekarang kalau mau mengembangkan harus lapor, mengawinkan ada berapa, yang mati ada berapa. Nanti kalau menetas kami harus lapor ke BKSDA lagi, yang menetas ada sekian, nanti kalau mati harus lapor lagi. Itu yang membuat kami semua kaget,” katanya.
Ipan juga mengungkapkan jika saat ini pengiriman lewat kargo sudah tidak melayani burung Murai Batu, Pleci dan Jalak Suren.
Baca: Hiu Paus Merupakan Satwa yang Dilarang Disentuh. Apa Alasannya?
“Beberapa orang yang jual beli burung di online ditangkap sejak satu minggu terakhir. Kemudian kargo, pengiriman barang hari ini sejak malam tadi tidak menerima pengiriman burung yang berupa Murai Batu, Pleci sama Jalak Suren. Akurasi Permen 20/2018 itu lemah, justru burung sejuta umat dimana Pleci sama Murai dimasukan,” terangnya.
Selain itu, para penangkar Murai Batu juga diharuskan untuk restoking 10% nya dalam setahun.
“Nanti ketika penangkar bisa menghasilkan misalnya 100 ekor anakan, nanti 10 anakan dikembalikan ke alam. Persoalannya, justru kami itu korban dari sistem hukum yang tidak adil, kenapa karena penjarah di hutan Sumatera dan Kalimantan, penjarah itu yang menguras stok Murai di alam, lalu kami diminta mengirimkan 10% ke alam, tapi penjarah tidak pernah ditangkap,” katanya.
Oleh karenanya, Ipan mengatakan jika dari komunitas ingin Permen tersebut dicabut. Jikalau terbit Permen baru, harus melibatkan komunitas dalam menyusun drafnya.
“Cabut Permen, kalau terbit lagi kami dari komunitas perumusan dilibatkan, dilibatkan dalam membahas draf Permennya, bukan hanya duduk diskusi lalu muncul Permen,” terangnya.
Baca: Komunitas Kicau Mania Gelar Launching Gantangan di Pasar Burung Pucung
Junita Parjanti, selaku Kepala BKSDA Yogyakarta mengatakan jika hasil tuntutan dari Aliansi Kicau Mania nantinya akan diteruskan ke pusat agar dijadikan bahan telaah lebih lanjut.
“Hasil tuntutan kami sampaikan ke Pusat, untuk menjadi telaah. Kami selaku UPT dan pengelola teknis menampung aspirasi itu. Kami berterimakasih kepada teman-teman yang melakukan aksinya dengan damai. Selanjutnya kita akan terus dampingi teman-teman semua,” terangnya.
Dia juga mengungkapkan nantinya dari BKSDA juga akan melakukan sosialisasi terkait adanya Permen tersebut.
“Kita lakukan sosialisasi menyikapi Permen. Mulai dari bagimana mengirimnya sampai berapa biayanya, nanti ada keterbukaan disitu. Pada prinsipnya kegiatan penangkaran kita akan selalu lakukan pendampingan sesuai dengan tugas kami, tidak ada biaya apapun. Permen adalah kebijakan pusat,” terangnya.
Junita juga mengatakan jika memang ditahap transisi Permen tidaklah mudah.
Perlu adanya proses dan sosialisasi yang matang.
“Masa transisi, itu nanti sedang digodok aturan peralihan seperti apa. Karena tidak mudah. Dalam Permen ini kita membuat ijin penangkar, harus jelas asal usulnya, mengeluarkan harus jelas keturunan keberapa. Kita akan lakukan pembinaan, sosialisasi, dan penandaan,” katanya. (TRIBUNJOGJA.COM)