Yogyakarta

Badan Sosial Mardi Wuto Gelar Rangkaian Lomba HUT untuk Kemandirian Penyandang Tuna Netra

Para peserta tetap serius dalam tantangan yang mereka hadapi, seperti lomba catur, memasak dan komputer.

Penulis: Santo Ari | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM / Santo Ari H
Suasana kegiatan lomba yang diadakan Badan Sosial Mardi Wuto dalam rangka memperingati HUT ke-27, Minggu (5/8/2018) 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Keterbatasan tidak menghalangi penyandang tuna netra dalam berkompetisi dalam rangkaian lomba yang diadakan Badan Sosial Mardi Wuto, Minggu (5/8/2018) pagi.

Para peserta tetap serius dalam tantangan yang mereka hadapi, seperti lomba catur, memasak dan komputer.

Ketelitian dan kecermatan terasa ketika peserta lomba catur akan melangkahkan bidaknya.

Tidak sembarangan, mereka berulangkali meraba bidak-bidak catur untuk memastikan di mana mereka harus malangkah selanjutnya.

Wahid Nur Hidayat (19), pelajar kelas 3 di SMA Muh 6 Surakarta adalah satu dari 22 peserta lomba catur dalam rangka memperingati HUT ke-27 Badan Sosial Mardi Wuto.

Baca: Semarak HUT RI ke-73, Dusun Pokoh dan Kodim 0732/Sleman Gelar Lomba Tarik Tambang

Ia mengapresiasi kegiatan yang dilakukan oleh Mardi Wuto. Menurutnya dengan sering diadakan perlombaan catur, maka dapat mengasah kualitas permainan yang dimiliki teman-teman sesama penyandang tuna netra lainnya.

Di sini ia juga mencari pengalaman sekaligus bersosialisasi dengan yang lain.

Baginya kini, permainan catur sudah hal biasa.

"Dulu memang susah. Kita perlu menghapal bentuk (bidak) dan bagaimana jalannya," terang remaja yang ingin melanjutkan kuliah di seni karawitan atau sastra jawa ini.

Ia mengaku antusias dalam permainan ini, bahkan sejak dimulainya permainan, pertengahan hingga mematikan lawan.

Kompetisi hari itu memang digarap seprofesional mungkin, salah satunya dengan mengundang wasit tamu dari Persatuan Catur Seluruh Indonesia (Percasi) DIY.

Bima Tri Ardi Wijaya, komisi pelatih dari Percasi DIY yang menjadi wasit dalam lomba ini mengatakan saat ini iklim kompetisi catur difabel semakin bagus apalagi sudah banyak diadakan turnamen.

Ia menjelaskan selain peralatan caturnya yang berbeda dengan yang biasa digunakan, namun secara peraturan tetap sama.

Lomba kali ini menggunakan sistem catur cepat dengan waktu pikir 30 menit.

Sementara media yang digunakan adalah papan catur berlubang, bidak berkaki yang fungsinya untuk dimasukan ke lubang papan agar bidak tidak mudah roboh ketika diraba peserta.

Baca: Handphone Bunyi di Arena Catur Didenda Rp 900 Ribu

"Peraturan sama, cuma bedanya istilahnya kalau catur umum megang bidak berarti harus melangkah, tapi kalau di tunanetra mencabut bidak berarti harus jalan," terangnya.

Sedangkan agar adil antara penyandang low vision dan buta total, maka setiap peserta harus mengenakan penutup mata.

Namun demikian, dalam kompetisi resminya ada kelas tersendiri untuk mereka yang low vision atau buta total.

Di sudut lain di gedung yang beralamat di komplek Yap Square, Jl. C. Simanjuntak no. 4 Yogyakarta, keseruan juga terlihat dalam lomba memasak bakmi jawa.

Suasana kegiatan lomba yang diadakan Badan Sosial Mardi Wuto dalam rangka memperingati HUT ke-27, Minggu (5/8/2018)
Suasana kegiatan lomba yang diadakan Badan Sosial Mardi Wuto dalam rangka memperingati HUT ke-27, Minggu (5/8/2018) (TRIBUNJOGJA.COM / Santo Ari H)

Aulia Rahmi Kurnia (19) pelajar Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam jln Parangtritis mengatakan memasak memiliki tantangan tersendiri.

"Di sekolah ada mata pelajaran keterampilan, diajari masak sama gurunya, jadi seneng masak walaupun bisanya juga menu sederhana," ucapnya.

Baca: Meriahkan Hadi jadi ke-27, Badan Sosial Mardi Wuto Gelar Serangkaian Lomba untuk Tuna Netra

Kendati memiliki kondisi yang buta total, ia cukup percaya diri dalam memainkan peralatan masaknya, termasuk kompor.

"Kalau sudah hafal insya allah aman, sudah terbiasa dan diajari menyalakan kompor, jadi tahu api besar dan kecil," ungkapnya.

Sementara itu Sri Budi Astuti Sunandar, selaku Ketua Badan Sosial Mardi Wuto menjelaskan tujuan diselenggarakan acara ini untuk mengasah kemampuan diri dan prestasi antar penyandang tuna netra.

Itu semua tidak terlepas dari misi mereka yakni menjadikan penyandang tuna netra agar lebih mandiri.

"Kami mempunyai misi agar penyandang tuna netra bisa lebih mandiri, tidak tergantung orang lain dan bisa menghidupi diri mereka sendiri. Selain agar mereka tidak merasa minder, dan bisa melakukan apa yang biasa dilakukan oleh orang yang memiliki kelengkapan fisik," terangnya.

Badan sosial yang berada di bawah Yayasan Dr. Yap Prawirohusodo ini memiliki total jumlah anggota sekitar 450 orang di seluruh DIY.

Kendati yang berkompetisi dalam lomba ini tak kurang dari 100 orang, namun semangat kebersamaan tetap terasa dalam setiap kegiatannya.

"Jangan dikira anak-anak tuna netra itu tidak bisa melekukan apa-apa. Hanya karena memiliki kekurangan bukan berarti mereka tidak bisa," tegasnya.

Selain menyelenggarakan rangkaian lomba, pihaknya juga telah menyiapkan bingkisan sembako bagi setiap peserta. Sementara acara puncak HUT ke-27 akan diselenggarakan di tempat yang sama pada hari Minggu, 26 Agustus 2018 pukul 09.00 WIB.(TRIBUNJOGJA.COM)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved