Yogyakarta
Paperu Hadirkan Kerja Kolaboratif Seniman Muda dalam FKY 30
Melalui konsep ini, seni tidak hanya diandaikan sangat dekat di masyarakat tetapi juga sebagai rumah yang punya dimensi mengayomi dan melindungi.
Penulis: Yudha Kristiawan | Editor: Gaya Lufityanti
Laporan Reporter Tribun Jogja, Yudha Kristiawan
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Satu dari beberapa hal yang bisa dinikmati dalam perhelatan FKY 30 kali ini adalah Pameran Perupa Muda (Paperu) yang digelar di area pameran FKY 30.
Selain pameran, kegiatan-kegiatan lain yang menjadi bagian dari Paperu adalah workshop dan lomba.
Untuk lomba, kali ini diperuntukkan bagi anak-anak, yakni lomba membuat komik strip.
Pada lomba kali ini, penekanan penilaian akan ada pada kemampuan bercerita khas anak-anak, dan tentu saja dengan visualisasi yang baik.
Baca: Sastra FKY Hadirkan Semelah Semeleh
Sementara itu, untuk workshop akan memiliki dua jenis workshop berbeda setiap harinya, sesi workshop pertama akan berlangsung mulai pukul 15.00 hingga 18.00 WIB, sementara sesi kedua akan berada pada pukul 18.00 hingga 21.00 WIB.
Materi workshop yang dipilih, kurang lebih masih memiliki kecenderungan yang sama, bahan yang digunakan merupakan bahan-bahan yang mudah di dapatkan di rumah dan hasil karyanya mudah dibawa.
"Kegiatan lain yang jadi rangkaian Paperu ini adalah diskusi seni, yang tahun ini ingin merangkum gejala dan narasi mengenai seniman muda yang terbangun dari Pameran Perupa Muda (Paperu) sejak 2014-2017," terang
Direktur Seni, Hendra Blangkon pada Tribunjogja.com, Senin (30/7/2018).
Lanjut Hendra, melalui retrospeksi atas Paperu sejak periode tersebut, diskusi seni bermaksud untuk memberi pernyataan tentang bagaimana Paperu memperlakukan istilah seniman muda yang melekat mulai dari FKY 26 hingga FKY 29.
Adapun kolaborator dalam kegiatan ini adalah Arsita Pinandita, Huhum Hambily, Arham Rahman, dan 10 seniman muda Paperu periode tahun 2014 hingga 2017.
"Sama seperti tahun-tahun sebelumya, lokakarya juga hadir menjadi bagian Paperu FKY 30 ini dengan tema 'Bebrayan' yang bisa diartikan rumah atau berkeluarga. Tema ini menafsir tema besar FKY 'Mesemeleh' dengan turunan makna 'CahCakCek' yang menjadi tema Paperu secara umum," terang Hendra.
Lebih lanjut Hendra menuturkan, bebrayan sendiri berusaha menfasir ulang perluasan seni di masyarakat.
Melalui konsep ini, seni tidak hanya diandaikan sangat dekat di masyarakat tetapi juga sebagai 'rumah' yang memiliki dimensi mengayomi dan melindungi.
Lokakarya FKY 30 mengambil beberapa tema seni dengan menyasar beberapa lokasi yang dianggap representatif.
Seperti Pondok Pesantren, kemudian Desa Bintaran, Piyungan, Dusun Sembung, Pakem Sleman, dan bantaran Sungai Code.
Hendra menambahkan, pada penyelenggaraan kali ini, Paperu memunculkan dan mengakomodasi karya-karya yang acap kali dipinggirkan.
Baca: FKY Diharapkan Mampu Merangsang Masyarakat untuk Apresiasi Seni dan Budaya Lokal
Karya yang dimaksud tergolong ke dalam karya maupun praktik artistik yang tidak masuk ke dalam kategori high art.
Selanjutnya, praktik kesenian yang didorong mempunyai watak atau karakter 'festival'.
Paperu juga mendorong kerja-kerja kolaboratif, baik antar seniman maupun antar komunitas.
Paperu juga menunjukkan keluwesan medium artistik yang banyak berkembang belakangan ini.
Aktivasi ruang adalah prinsip yang ingin dibangun melalui Paperu ini dengan format site specific object oleh 3 komunitas seni, bursa seni 33 seniman dan pameran oleh 30 seniman kabupaten kota DIY.
"Untuk mewujudkan kerja-kerja kolaboratif yang diharapkan, maka Paperu kali ini menggandeng Ruang Mess 56, Indonesia Sketcher, dan seni mangrafiti yang tergabung dalam Yogyakarta All Star yang pada malam pembukaan kemarin melakukan live grafiti," imbuh Hendra. (*)