Yoni dan Lingga Utama Candi Kedulan Terpasang Setelah Terpisah Bertahun-tahun
Pemasangan simbol Siwa dan Parwati itu berlangsung selama dua pekan terakhir.
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Iwan Al Khasni
Setelah menggali hingga kedalaman 3 meter, tersingkap struktur bangunan yang sudah porakporanda. Penggalian dan penyelamatan dilakukan 15-24 November 1993 oleh SPSP DIY dan Fakultas Sastra UGM jurusan Arkeologi.
Selain menyingkap keberadaan bangunan candi, tim penyelamatan menemukan arca Mahakala, arca Nandiswara, arca Durga, Ganesa, Lingga, dua doorpel, batu bagian relung, dan masih banyak bagian yang menunjukkan ragam hias dan batu penutup langkan.
Penelitian lanjutan dilakukan bertahap dan pada September 2003, ditemukan dua prasasti penting yang membuka kisah kuno pendirian bangunan suci Siwa itu pada abad 8/9 Masehi.
Dua temuan itu terdiri prasasti Pananggaran dan Sumundul. Isi pokok kedua prasasti menerangkan pembangunan bendung sungai yang digunakan untuk kemakmuran warga Pananggaran dan Parhyangan.

Baca: Misteri Prasasti ke-3 Candi Kedulan Akhirnya Terkuak
Baca: Menguak Jejak Gempa Dahsyat dan Amukan Merapi di Candi Kedulan Ratusan Tahun Silam
Meski prasasti tidak menyebutkan kapan pembangunan bangunan suci di lokasi itu, namun angka tahun 869 Masehi di kedua prasasti bisa jadi dasar menafsir keberadaan candi Siwa tersebut.
Tahun itu merupakan masa kekuasaan Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala. Prasasti Sumundul dan Pananggaran ditemukan di kedalaman 6 meter, berjarak 3 meter di sebelah selatan candi induk.
Pada 2015, kembali ditemukan prasasti ketiga, yang belakangan diberi nama prasasti Tlu Ron Tiga Ron atau Tiga Daun). Isi pokok prasasti menyebut pembangunan kembali bendung untuk irigasi yang berlangsung sukses.
Prasasti yang diterjemahkan epigraf UGM, Tjahjono Prasojo MA ini juga menceritakan aktifitas raja Dyah Balitung (Rakai Watukura Dyah Balitung Dharmodaya Mahasambu) saat memulut burung perkutut di sebelah timur candi.
Prasasti Tlu Ron berangka tahun 822 Saka atau 900 Masehi. Secara jelas, prasasti itu menyebut nama bangunan suci Parhyangan Haji, yabg diyakini merupakan Candi Kedulan yang sekarang.
Candi ini terkubur material lahar dan material vulkanik dari letusan gunung Merapi selama lebih kurang 1.000 tahun.
Secara penampakan, komplek bangunan Siwa ini mirip Candi Sambisari, namun arah hadapnya bertolakbelakang. Sambisari menghadap barat, sedangkan Kedulan ke timur.(Tribunjogja.com/xna)