Yoni dan Lingga Utama Candi Kedulan Terpasang Setelah Terpisah Bertahun-tahun

Pemasangan simbol Siwa dan Parwati itu berlangsung selama dua pekan terakhir.

Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Iwan Al Khasni
Kolase tribunjogja.com | setya krisna sumarga | BPCB DIY
Yoni Lingga telah terpasang di candi induk Kedulan. Dua elemen itu merupakan unsur terpenting bangunan suci pemujaan Siwa dari era Mataram Kuno abad 8/9 Masehi 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Proses pemugaran Candi Kedulan di Desa Tirtomartani, Kalasan, Sleman, menunjukkan kemajuan penting saat yoni dan lingga jumbo di candi induk terpasang.

Pemasangan simbol Siwa dan Parwati itu berlangsung selama dua pekan terakhir, Jumat (13/7/2018) merupakan hari terpenting saat lingga seberat 250 kilogram dipasang di yoninya.

Pemasangan kedua unsur utama pemujaan di bangunan suci Hindu Siwa itu dipantau langsung Kepala BPCB DIY, Ari Setyastuti, beserta segenap jajarannya.

"Pemasangan yoni berlangsung sehari penuh," kata Antar Nugroho, Ketua Tim Pemugaran Candi Kedulan kepada Tribunjogja.com di lokasi proyek, Kamis (19/7/2018).

"Butuh waktu lama dan tenaga banyak saat pemasangan yoni seberat lima ton itu," lanjutnya. Menurut Antar, teknik pemindahan dan pemasangan yoni menggunakan peralatan sederhana.

Yaitu bidang miring papan kayu dan katrol serta kayu bulat atau gledekan. Posisi yoni sejak candi itu ditemukan berada di sisi selatan candi induk. Sedangkan yoninya diamankan di kantor BPCB DIY Bogem, Kalasan.

Kepala Seksi Penyelamatan dan Pemugaran BPCB DIY, Wiwit Kasiyati menjelaskan, pemasangan lingga dan yoni di candi induk Kedulan ini momen istimewa, setelah bertahun-tahun dua unsur simbol pemujaan Siwa itu terpisahkan.

Candi Kedulan di Desa Kedulan, Tirtomartani saat proses pugar
Candi Kedulan di Desa Kedulan, Tirtomartani saat proses pugar (tribunjogja/setya krisna sumargo)

Dengan terpasangnya lingga yoni di bilik candi induk itu, pemugaran bisa segera dikebut. Diharapkan bangunan candi induk bisa dilihat dan berdiri utuh pada pertengahan Desember 2018.

Tahap berikutnya menurut Wiwit, akan dilakukan pemugaran tiga candi perwara yang berada di depan candi induknya. Dua candi perwara sudah direkonstruksi dan tinggal pasang.

Sementara candi perwara ketiga, yaitu bangunan paling selatan di antara tiga perwara, akan segera direkonstruksi awal tahun depan. Perwara ketiga ini masih terkubur material pasir dan tanah.

Pantauan di lapangan Kamis siang, satu unit alat berat backhoe, membuka lapisan tanah setebal 6/7 meter di sebelah timur candi perwara. Material yang menutupi perwara ketiga sebagian telah dikupas.

"Nanti akan dilanjutkan ekskavasi manual," jelas Antar Nugroho di sela-sela memantau pemugaran. Target akhir, pada 2022, Candi Kedulan sudah bisa diresmikan sebagai destinasi baru taman wisata candi di Sleman.

Baca: Banjir Lahar Menyapu Kedulan dari Arah Barat dan Utara

Yoni Lingga telah terpasang di candi induk Kedulan. Dua elemen itu merupakan unsur terpenting bangunan suci pemujaan Siwa dari era Mataram Kuno abad 8/9 Masehi
Yoni Lingga telah terpasang di candi induk Kedulan. Dua elemen itu merupakan unsur terpenting bangunan suci pemujaan Siwa dari era Mataram Kuno abad 8/9 Masehi (tribunjogja.com | setya krisna sumarga | BPCB DIY)

Menurut arkeolog BPCB DIY, Yozes Tanzaq, pengupasan tanah di sisi timur Candi Kedulan juga berhasil membuka timbunan material yang mengubur pagar.

"Pintu gerbang pagar sudah kita ketahui. Semoga nanti makin memperjelas ada apa di sisi timur candi. Mungkin ada jalan atau jejak bangunan lainnya," lanjut Yozes.

Candi Kedulan ditemukan tak sengaja pada 24 September 1993 oleh para penggali pasir di lahan milik desa. Saat menggali pasir di kedalaman 2 meter, mereka menemukan blok-blok batu andesit.

Setelah menggali hingga kedalaman 3 meter, tersingkap struktur bangunan yang sudah porakporanda. Penggalian dan penyelamatan dilakukan 15-24 November 1993 oleh SPSP DIY dan Fakultas Sastra UGM jurusan Arkeologi.

Selain menyingkap keberadaan bangunan candi, tim penyelamatan menemukan arca Mahakala, arca Nandiswara, arca Durga, Ganesa, Lingga, dua doorpel, batu bagian relung, dan masih banyak bagian yang menunjukkan ragam hias dan batu penutup langkan.

Penelitian lanjutan dilakukan bertahap dan pada September 2003, ditemukan dua prasasti penting yang membuka kisah kuno pendirian bangunan suci Siwa itu pada abad 8/9 Masehi.

Dua temuan itu terdiri prasasti Pananggaran dan Sumundul. Isi pokok kedua prasasti menerangkan pembangunan bendung sungai yang digunakan untuk kemakmuran warga Pananggaran dan Parhyangan.

Para steller atau ahli pencari batu candi memeriksa komponen batuan bagian dari kaki Candi Kedulan yang sedang dipugar.
Para steller atau ahli pencari batu candi memeriksa komponen batuan bagian dari kaki Candi Kedulan yang sedang dipugar. (TRIBUNJOGJA.COM / Setya Krisna Sumargo)

Baca: Misteri Prasasti ke-3 Candi Kedulan Akhirnya Terkuak

Baca: Menguak Jejak Gempa Dahsyat dan Amukan Merapi di Candi Kedulan Ratusan Tahun Silam

Meski prasasti tidak menyebutkan kapan pembangunan bangunan suci di lokasi itu, namun angka tahun 869 Masehi di kedua prasasti bisa jadi dasar menafsir keberadaan candi Siwa tersebut.

Tahun itu merupakan masa kekuasaan Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala. Prasasti Sumundul dan Pananggaran ditemukan di kedalaman 6 meter, berjarak 3 meter di sebelah selatan candi induk.

Pada 2015, kembali ditemukan prasasti ketiga, yang belakangan diberi nama prasasti Tlu Ron Tiga Ron atau Tiga Daun). Isi pokok prasasti menyebut pembangunan kembali bendung untuk irigasi yang berlangsung sukses.

Prasasti yang diterjemahkan epigraf UGM, Tjahjono Prasojo MA ini juga menceritakan aktifitas raja Dyah Balitung (Rakai Watukura Dyah Balitung Dharmodaya Mahasambu) saat memulut burung perkutut di sebelah timur candi.

Prasasti Tlu Ron berangka tahun 822 Saka atau 900 Masehi. Secara jelas, prasasti itu menyebut nama bangunan suci Parhyangan Haji, yabg diyakini merupakan Candi Kedulan yang sekarang.

Candi ini terkubur material lahar dan material vulkanik dari letusan gunung Merapi selama lebih kurang 1.000 tahun.

Secara penampakan, komplek bangunan Siwa ini mirip Candi Sambisari, namun arah hadapnya bertolakbelakang. Sambisari menghadap barat, sedangkan Kedulan ke timur.(Tribunjogja.com/xna)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved