Family

Pentingnya Peran Orangtua dalam Meminimalisir Aksi Klitih di DIY

Rata-rata pelaku klitih yang ditangkap oleh Polda DIY berusia di bawah umur 17 tahun.

Editor: Gaya Lufityanti
internet
ilustrasi 

TRIBUNJOGJA.COM - Kasus meninggalnya mahasiswa UGM belum lama ini yang menjadi korban dari aksi klitih para remaja yang menjadi anggota geng sekolah kian memprihatinkan.

Aksi para pelaku kekerasan yang masih di bawah umur bukan lagi dikategorikan bentuk kenakalan remaja namun bukan pula sebagai pelaku tindak kriminal karena mereka adalah korban dari indoktrinasi geng sekolah serta kurangnya perhatian orang tua dan sekolah terhadap masa tumbuh kembang anak-anak dari remaja ke dewasa.

Hal itu mengemuka dalam Seminar ‘Membongkar Akar dan Mencari Solusi Masalah Klitih', Kamis (12/7/2018) lalu, di Gedung Soegondo Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM.

Baca: Pelaku Klitih di Gunungkidul Sempat Dimassa Warga

Seminar yang dilaksanakan oleh unit Pengabdian kepada Masyarakat FIB UGM ini menghadirkan empat pembicara yakni Bagian Psikologi Polda DIY AKP Muhtar Efendi, S Psi, M Psi, Sosiolog UGM Drs Suprapto, SU, Dosen Psikologi UGM Dr Arum Febriani dan Dosen sejarah FIB UGM Julianto Ibrahim.

Muhtar Efendi menyebutkan rata-rata pelaku klitih yang ditangkap oleh Polda DIY berusia di bawah umur 17 tahun.

Menurutnya para pimpinan geng aksi klitih ini mengerti bahwa anak di bawah umur tidak bisa dipidanakan.

“Anggota geng yang sudah berusia 17 tahun, hanya berada di belakang layar,” kata Muhtar dalam memaparkan hasil penyidikan terhadap pelaku klitih di Yogyakarta.

Umumnya para pelaku aksi klitih ini menurut Muhtar berasal dari anggota geng sekolah SMA.

Baca: Pelaku Klitih di Gondokusuman Berhasil Ditangkap

Hampir setiap sekolah SMA memiliki geng yang visi misinya melakukan aksis kekerasan atau bahkan membunuh anak laki-laki dari siswa sekolah lain.

“Tapi biasanya setiap sekolah mengingkari ada geng di sekolahnya, karena kita tahu aktivitas geng ini mirip gerakan bawah tanah,” imbuhnya dalam siaran resmi yang diterima Tribunjogja.com.

Dari hasil investigasinya terhadap beberapa anggota geng sekolah yang sudah ditangkap, ia menyebutkan geng pelaku klitih paling banyak ada di Kota Yogyakarta sebanyak 35 geng, selanjutnya 15 geng klitih di Sleman, 16 geng di Bantul, empat di Kulonprogo dan satu geng dari satu sekolah di Gunungkidul.

Dari pengakuan pelaku anggota geng RIB, singaktan dari geng Revolution In Boda, geng ini menurut Muhtar sering menjadikan warung burjo atau angkringan sebagai tempat untuk berkumpul.

Mereka mencari korban adalah anak laki-laki dari SMA lain yang menjadi musuhnya.

“Visi misi mereka itu membunuh atau dibunuh, dengan membawa seragam korban sebagai bukti dan senjata yang dipakai untuk membunuh akan dijadikan pusaka bagi geng mereka,” katanya.

Setiap melakukan aksinya, kata Muhtar, para pelaku tidak sendirian tapi secara bersama-sama dengan pembagian tugas satu sama lain. 

Baca: Anak Pelaku Klitih di Bantul Hanya Dimanfaatkan Orang Dewasa

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved