Jawa

Gempa Bumi dan Letusan Merapi, Kombinasi Dahsyat Bencana Masa Kerajaan Medang Mataram

Kawasan di sekitar Gunung Merapi adalah daerah yang sangat subur, karenanya pada sekitar 13 abad lalu dipilih Rakai Sanjaya jadi pusat dinastinya.

Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Set
Suasana diskusi Medang Society Heritage di Museum Sonobudoyo, Jumat (25/5/2018) sore. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Ahli geologi kuarter UGM, Dr Didit Barianto mengatakan dalam khasanah gempa bumi dikenal periode ulangan.

Ada gempa-gempa besar yang terjadi dalam periode tertentu dan bisa terulang dengan tingkat kekuatan menghancurkan.

Fenomena ini menurutnya terkait dengan pergerakan lempeng bumi yang berlangsung terus menerus.

Indonesia ada di posisi yang sangat berbahaya, karena dijepit dari empat arah.

Inilah yang membuat posisi kepulauan Indonesia sangat rawan, yang faktanya berdampak pada kelangsungan produk budaya dan peradaban kuno di Nusantara.

Penjelasan ini disampaikan pada seri diskusi bulanan Medang Society Heritage di Ruang Seminar Museum Sonobudoyo, Jumat (25/5/2018) sore.

Diskusi dihadiri para pegiat komunitas sejarah, pengajar sejarah dan arkeologi UGM, serta masyarakat umum peminat sejarah purbakala Nusantara.

Latar belakang tema diskusi secara kebetulan bersamaan dengan meningkatnya aktivitas vulkanik Gunung Merapi dua pekan terakhir ini.

Kawasan di sekitar Gunung Merapi adalah daerah yang sangat subur, karenanya pada sekitar 13 abad lalu dipilih Rakai Sanjaya jadi pusat dinastinya.

Masyarakat modern akhirnya menemukan banyak artefak dan bangunan peninggalan masa Medang Mataram terkubur atau hancur.

Didit mencontohkan Candi Sambisari, Candi Kedulan, dan Candi Kimpulan sebagai bukti gempa dan banjir lahar Merapi telah berkontribusi merusak dan mengubur bangunan Hindu itu.

Ketika Candi Borobudur ditemukan Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles, dalam kondisi rusak berat.

Tubuhnya bergelombang, sebagian besar runtuh.

Menurut Didit, penyebabnya karena gempa tektonik.

"Kondisi seperti tergambar dalam foto-foto awal penemuan menunjukkan bangunan rusak karena gempa tektonik," kata Didit yang sangat menguasai perubahan geologis bumi sejak masa 65 juta tahun lalu.

Bumi menurutnya sangat dinamis, terus berubah. Begitu pula kepulauan Nusantara yang sekarang, merupakan hasil dari perubahan lempeng bumi sejak puluhan juta tahun lalu.

Wilayah yang pada abad 8-10 dipakai sebagai wilayah kekuasaan Medang, ratusan ribu hingga jutaan tahun lalu merupakan rawa-rawa serta lautan dangkal hingga dalam.

Secara geologis, jejak masa lampau yang luar biasa itu bisa dibuktikan.

Wilayah selatan Klaten, Gunungkidul, Menoreh hingga Kulonprogo termasuk daratan tua yang terbentuk sejak puluhan juta tahun lalu.

Didit menyatakan, batuan tertua yang dikenal di Jawa ada di dekat makam Sunan Pandanaran di Bayat, Klaten.

"Jenis metamorf. Dulunya ada di kedalaman 15 kilometer, kemudian terangkat karena proses geologis," jelasnya.

Ia juga menyebutkan, gunung api tertua di sekitar Yogyakarta adalah gunung berapi hasil formasi Semilir. Jejaknya adalah jajaran perbukitan Breksi di Prambanan.

"Usianya sekitar 22 juta tahun. Kita temukan sisa plankton di bawah bukit breksi Prambanan. Gunung api purba Nglanggeran usianya sekitar 18 juta tahun lalu," lanjut Didit.

Sedangkan wilayah Gunungkidul hingga kawasan selatan Jawa Timur dulunya merupakan terumbu karang yang terangkat dan jadi perbukitan karst.

Kembali tentang dampak aktifitas Merapi terhadap peradaban Medang, Didit mengatakan sangat besar pengaruhnya secara ekonomi, karena daerahnya yang subur dan kaya air.

Namun dari riwayat letusan serta muntahan material vulkaniknya sejak ratusan hingga satu jutaan tahun lalu mengarah ke barat dan selatan, sangat berpengaruh ke kelangsungan kejayaan Medang.

"Gunung Merapi yang sekarang terbentuk sejak 600 ribu tahun lalu,  kelanjutan dari Merapi tua, dan gunung Bibi yang lebih tua lagi," tandas Didit.

"Meletus berulang, material mengarah ke barat, longsor, tumbuh lagi gunung di barat gunung Bibi. Meletus, longsor lagi ke barat dan selatan, dan tumbuh lagi Merapi yang sekarang," kata doktor lulusan Jepang ini.

Dra Niken Wirasanti MSi, arkeolog UGM, pengajar sejarah, dan ahli tentang candi masa Hindu-Budha,  menambahkan, ada banyak teori tentang kemunduran peradaban Medang di Mataram.

Antara lain perang perebutan kekuasan antar klan, bencana alam gempa, banjir, daj letusan gunung, pertumbuhan penduduk, dan perkembangan faktor ekonomi di timur yang lebih pesat.

Menurutnya, faktor bencana alam menyumbang peran cukup signifikan, hingga akhirnya Mpu Sindok memindahkan pusat Medang ke Jawa Timur.

Namun bukan penyebab utama.

Dulu pernah ada teori Medang Mataram runtuh dan pindah ke Jawa Timur karena pralaya besar letusan gunung Merapi pada abad 9/10. Letusan itu konon menghancurkan pusat-pusat permukiman Medang.

Namun teori yang sempat bertahan lama itu terbantahkan penelitian Dr S Andreastuti dkk beberapa tahun lalu.

Tidak ada bukti kuat adanya letusan super Merapi pada abad 9/10.

Adanya letusan besar pada sekitar tahun 1006 berdasar jejak stratigrafi hasil penelitian di lereng utara Merapi.

Pada tahun itu, Mpu Sindok sudah mendirikan dinasti di Jawa Timur. (Tribunjogja.com/xna)
 

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved