Kulonprogo
Tak Kunjung Beroperasi, Tanjung Adikarto Butuh Perpanjangan Breakwater
Pelabuhan Perikanan Tanjung Adikarta, Kulonprogo, hingga kini tak kunjung beroperasi.
Penulis: Singgih Wahyu Nugraha | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pelabuhan Perikanan Tanjung Adikarta, Kulonprogo, hingga kini tak kunjung beroperasi.
Padahal, Pemerintah Daerah (Pemda) DIY dan Pemerintah Pusat sudah menaruh investasi besar pada proyek yang sudah dimulai sejak 2005 itu.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan DIY, Bayu Mukti Sasongko, mengatakan bahwa belum beroperasinya Tanjung Adikarta sampai sekarang, tentu bukan tanpa sebab.
Menurut ia, kurang panjangnya breakwater, atau pemecah ombak, menjadi masalah utama.
Permasalahan menjadi lebih pelik, lantaran biaya yang dibutuhkan untuk memperpanjang breakwater tersebut, bisa dibilang tidak sedikit.
Pemda DIY pun dipaksa memutar otak, karena anggaran pembangunan dari pemerintah pusat, dewasa ini semakin sulit dicairkan.
Baca: Warga Sekitar Pelabuhan Adikarto Pertanyakan Izin Kegiatan Pembangunan
Alhasil, skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) mulai dilirik oleh pemetintah daerah.
Bayu pun tidak menutup kemungkinan, upaya perpanjangan pemecah ombak itu, bakal dikerjasamakan dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Masih dihitung, kan bangunan yang sudah terbangun harus dinilai. Dihitung, berapa yang dibutuhkan, kemudian yang dikerjasamakan dihitung, kira-kira kontribusi ke pemerintah berapa," katanya, saat dihubungi lewat sambungan telepon, Jumat (18/5/2018).
Bayu menuturkan, kurang panjangnya breakwater, sedikit banyak turut menyebabkan sedimentasi di sekitar kolam pelabuhan.
Akibatnya, kapal tidak bisa masuk, karena kedalaman muara sungai yang terlalu dangkal.
Oleh sebab itu, perpanjangan breakwater dianggap mendesak.
Baca: Kementerian Kelautan Perikanan Bakal Bantu Tanjung Adikarto
Sekadar informasi, Tanjung Adikarta memanfaatkan muara Sungai Serang sebagai pintu masuk menuju kolam pelabuhan.
Dengan begitu, ketika muara sungai menjadi dangkal, secara otomatis kapal-kapal besar tidak punya akses masuk ke pelabuhan.
"Agar bisa memenuhi kebutuhan breakwater, butuh sekitar Rp 450 miliar. Karena itu, nanti kita cari, perusahaan yang sanggup memasang breakwater itu," ucapnya.