Internasional

Aksi Pamer Pilot Sukhoi dari Rusia Berakhir Melongo saat Lihat Aksi Air Refueling Pilot TNI AU

Dengan demikian upaya para instruktur Sukhoi Rusia yang sebenarnya bermaksud pamer itu malah jadi kecele.

net
Ilustrasi 

TRIBUNJOGJA.COM - Pada bulan September 2003 untuk persiapan menerbangkan jet tempur Sukhoi tipe Su-27 SK dan Su-30 M sebanyak 6 pilot tempur Indonesia dan 18 teknisi TNI AU dikirim ke Rusia selama 3 bulan.

Pengiriman para pilot dan teknisi TNI AU ini merupakan prosedur resmi setiap Indonesia akan membeli pesawat tempur dari berbagai negara mengingat pembelian pesawat tempur harus disertai adanya pilot-pilot yang siap menerbangkan dan para teknisi yang selalu siap melaksanakan perawatan (maintenance) pesawat.

Ketika para pilot dan teknisi TNI AU dikirim ke Rusia, mereka merupakan personel yang sebenarnya sudah kenyang pengalaman.

Pasalnya para pilotnya sudah terbiasa menerbangkan jet tempur jenis Hawk Mk-53 buatan Inggris dan F-5, A-4 serta F-16 produksi AS.

Para teknisi TNI AU yang dikirimkan ke Rusia untuk mempelajari mesin dan teknologi aviaonik jet tempur Sukhoi umumnya juga sudah memiliki pengalaman terhadap seluk beluk teknologi jet tempur Hawk, F-5, A-4, dan F-16.

Tapi para instruktur pilot dan teknisi Sukhoi Rusia rupanya tidak menyadari jika ‘para muridnya’ merupakan orang-orang yang sudah berpengalaman sehingga akhirnya mereka menjadi terkejut sendiri.

Keterkejutan para instruktur pilot Rusia mulai terjadi ketika pilot-pilot TNI AU mulai menerbangkan Su-27/30 bersama para instruktur Rusia yang berbicara bahasa Inggris campur bahasa Rusia.

Ketika berlatih terbang menggunakan jet tempur Sukhoi kursi ganda, pilot yang dilatih awalnya berada di kursi belakang (back seater) dan dalam penerbangan berikutnya setelah dianggap mahir berada di kursi depan.

Untuk mahir menerbangkan Sukhoi biasanya para pilot Rusia butuh puluhan kali sorti (take off dan landing) sampai akhirnya bisa terbang mandiri (solo).

Tapi para pilot TNI AU ternyata cukup 4 kali sorti terbang saja bersama pelatihnya dan pada sorti penerbangan kelima sudah bisa terbang solo.

Kemampuan para pilot TNI AU benar-benar membuat kagum para instruktur Sukhoi Rusia tapi setelah mengetahui para pilot TNI AU adalah para penerbang yang sudah kenyang pengalaman, mereka akhirnya maklum.

Namun para instruktur pilot Rusia kembali dibuat kagum ketika mereka memberikan pelatihan sekaligus memamerkan kemampuan para pilot Sukhoi Rusia saat melaksanakan pengisian bahan bakar di udara (air refueling) menggunakan pesawat tanker.

Ketika para pilot TNI AU disuruh mempraktekkan teknik air refueling, semuanya ternyata bisa melakukannya dengan sangat baik.

Para instruktur Sukhoi Rusia pun kembali menyatakan kekagumannya.

Pilot-pilot TNI AU sebenarnya sudah terbiasa melakukan air refueling ketika menerbang jet tempur A-4 Skyhawk dan F-16 serta mengisi ulang bahan bakar dari pesawat tanker KC-130 B Hercules.

Dengan demikian upaya para instruktur Sukhoi Rusia yang sebenarnya bermaksud pamer itu malah jadi kecele.

Namun demikian para pilot TNI AU tetap mendapatkan pengalaman berharga dari para instruktur Sukhoi Rusia.

Apalagi ketika mendapatkan teknik baru, yakni teknik pertempuran udara (dogfight) dan manuver aerobatik yang dilaksanakan saat malam hari. 

Pilot TNI AU Lebih Jago

Sebagai produsen jet-jet tempur Sukhoi seperti Su-27/30 dan Su-35, para pilot tempur Rusia yang biasa menerbangkan Sukhoi ternyata memiliki  perbedaan yang menyolok dibandingkan dengan para pilot Sukhoi Indonesia (TNI AU).

Baik di Rusia maupun Indonesia biaya operasional untuk menerbangkan  jet tempur Sukhoi dikenal sangat mahal.

Pasalnya setiap jam terbang Sukhoi  biayanya, sesui ditulis Majalah Angkasaterbitan 3 Desember 2011 setara dengan 2 hingga 3 harga mobil Toyota Kijang.

Jika biaya menerbangkan Sukhoi itu setiap jamnya dihitung pada 2018, maka bisa diandaikan setara dengan harga 2 hingga 3 mobil Kijang Innova atau lebih dari Rp1 miliar.

Cara  untuk menghitung biaya per satu jam terbang Sukhoi itu  memang hanya internal TNI AU yang tahu. 

Tapi biaya yang  diperlukan untuk satu jam terbang Sukhoi secara global  antara lain BBM, penurunan fungsi airframe pesawat sehingga makin mempercepat masuk ke tahap perawatan, berkurangnya jumlah jam terbang terbang, dan lainnya.

Khusus untuk berkurangnya jumlah jam terbang Sukhoi, ketika jet-jet tempur Rusia itu tiba di Indonesia dalam kondisi baru, masing-masing sudah memiliki ‘jatah’ jam terbang.

Misalnya setiap unit pesawat Sukhoi memiliki jam terbang operasional sebanyak  2.000 jam terbang. 

Maka setelah 2.000 jam terbang tercapai, pesawat harus masuk ke tahap perawatan seperti penggantian suku cadang dan lainnya.

Dengan demikian setiap kali para pilot TNI AU menerbangkan Sukhoi maka ‘jatah’ jam terbang Sukhoi juga  makin berkurang.

Sementara berkurangnya jam terbang Sukhoi  juga makin berpengaruh kepada tahap perawatan yang biayanya sangat besar.

Apalagi jika tahap perawatan sampai dilakukan di Rusia.

Oleh karena itu dengan pertimbangan operasional Sukhoi yang demikian mahal para pilot Sukhoi di Rusia malah jarang berlatih terbang menggunakan Sukhoi tapi pesawat-pesawat latih lainnya.

Sebaliknya para pilot Sukhoi TNI AU karena sudah memiliki kurikulum yang jelas setiap tahunnya tetap melakukan latihan terbang rutin.

Bahkan dari sisi jumlah jam terbang, para pilot Sukhoi TNI AU  selalu mengalami peningkatan jumlah jam terbangnya setiap tahunnya.

Dengan jumlah jam terbang yang lebih banyak dibandingkan jam jerbang para pilot Sukhoi Rusia, maka dari sisi profesionalisme, kemampuan terbang pilot-pilot Sukhoi TNI AU menjadi lebih unggul dibandingkan para pilot Sukhoi Rusia.

Oleh karena itu ketika Indonesia ingin  membeli Sukhoi, seperti Su-35 dan para pilot Sukhoi TNI AU harus berlatih di Rusia, mereka sering dibuat terkejut.

Pasalnya banyak pilot latih Rusia yang jam terbangnya justru di bawah para pilot Sukhoi senior TNI AU.

Para pilot TNI AU yang sedang dilatih terbang menggunakan jet tempur Sukhoi,  kadang juga  merasa ‘jengkel’ karena para pilot latih Rusia termasuk pelit dalam membagikan ilmu terbangnya.

Ketika berlatih terbang di Rusia, para pilot TNI AU sebenarnya lebih membutuhkan ketrampilan menerbangkan Sukhoi sambil mengoperasikan persenjataan.

Tapi karena parktek  menggunakan persenjataan Sukhoi juga butuh biaya sangat mahal, maka ketrampilan yang sangat dibutuhkan dalam pertempuran udara yang sesungguhnya itu  hanya bisa dipoleh dengan menggunakan simulator. (intisari.grid.id)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved